Free

Negara Inkonstitusional Soal Agraria, Dibahas di Muktamar NU

Negara dinilai bertindak inkonstitusinal dalam pengelolaan sumber-sumber agraria. Hal itu menjadi salah bahasan utama di Muktamar NU di Lampung.

M. Syahran W. Lubis

22 Des 2021 - 12.52
A-
A+
Negara Inkonstitusional Soal Agraria, Dibahas di Muktamar NU

Ilustrasi petani membajak sawah./Antara

Bisnis, JAKARTA – Negara melakukan tindakan inkonstitusional dalam pengurusan sumber-sumber agraria, menurut Sekretaris Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama 2021 KH Sarmidi Husna.

Dia menjelaskan bahwa apabila merujuk pada data penguasaan dan alokasi sumber-sumber agraria yang berada di bawah penguasaan negara, ketimpangan penguasaan agraria selama ini jelas-jelas disebabkan negara tidak menjalankan konstitusi secara benar dalam pengurusan dan pengaturan bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya.

“UU Pokok Agraria [UU No. 5/1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria/UUPA] bagus, tetapi undang-undang turunannya tidak benar, bertentangan dengan UU-nya. Dengan kata lain, negara melakukan tindakan inkonstitusional dalam pengurusan sumber-sumber agraria,” kata Sarmidi.

Akibatnya, banyak muncul konflik. Sarmidi mengemukakan hampir tidak ditemukan konflik yang bersifat horizontal. Konflik-konflik itu, seperti di perkebunan dan kehutanan, disebabkan oleh ketidakadilan negara dalam mengalokasikan peruntukan lahan bagi petani atau rakyat. Padahal lahan tersebut berada dalam penguasaan negara.

Oleh karena itu, Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah Muktamar ke-34 NU mengangkat masalah agraria itu sebagai bahasan utama hajatan yang berlangsung di Lampung pada 23–24 Desember 2021 selain kajian ilmu falak dalam penentuan waktu ibadah serta interseks dan operasi medis untuk penyesuaian alat kelamin.

Sebagaimana dilansir NU Online, pembahasan mengenai masalah agraria ini berangkat dari ketimpangan penguasaan lahan yang terjadi selama puluhan tahun.

Sejak UUPA dijalankan, ketimpangan penguasaan agraria dan sumber daya alam semakin mendalam antara sektor pertanian rakyat dan pertanian/perkebunan besar atau antara sektor pertanian dan nonpertanian.

Ketimpangan penguasaan agraria sesungguhnya terjadi bukan karena ketimpangan penguasaan lahan di sektor pertanian rakyat.

Ketimpangan penguasaan agraria di Indonesia terjadi antarsektor pelaku ekonomi yang memperebutkan lahan yang di bawah kekuasaan negara baik itu di lahan nonkawasan hutan maupun lahan kawasan kehutanan.

Jika dilihat dari data, luas pertanian secara umum sebesar 22.43 ha. Sedangkan lahan pertanian produktif hanya berjumlah 7,1 juta ha. Jumlah sebesar itu terbagi untuk 26,14 juta rumah tangga petani (RTP).

Luas wilayah Indonesia menurut Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) adalah 840 juta hektare, terdiri atas 191 juta ha daratan dan 649 juta ha lautan.

Dari luas daratan, sekitar 124,19 juta ha atau 64,93% masuk dalam wilayah kehutanan yakni hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi, hutan produksi terbatas.

Sisanya seluas 67,08 juta ha (35,07%) merupakan lahan pertanian, perkebunan (HGU, HGB, HP), pertambangan, pemukiman dan area peruntukkan lainnya (APL).

Dari luas lahan nonkawasan hutan, sektor perkebunan seluas 23,21 juta ha. Perkebunan besar menguasai sekitar 12 juta ha, sisanya perkebunan rakyat yang bercampur dengan permukiman perdesaan.

Kawasan hutan menguasai hampir dua pertiga dari luas daratan Indonesia. Dari 124,19 juta ha wilayah kehutanan, menurut Ditjen Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang masih berupa tutupan 94,1 juta ha atau 50,1% dari total luas daratan.

Dari jumlah itu, 86,9 juta ha berada di kawasan hutan. Hutan yang ditetapkan sebagai hutan konservasi seluas 22,11 juta ha, selebihnya hutan lindung dan hutan produksi.

Dari luas kawasan hutan itu, yang diperuntukkan Hak Pengelolaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI) 34,14 juta ha. Dari jumlah itu, yang dikelola korporasi 33,32 juta ha, sedangkan yang dikelola masyarakat 822.370 ha. Sisanya sekitar 30 juta ha belum diketahui statusnya.

Sarmidi Husna mengatakan dari gambaran data itu, sangat jelas sebenarnya penguasa lahan di Indonesia adalah negara.

Negara punya hak penguasaan lahan baik di kawasan hutan maupun nonkawasan hutan. Dari total yang di bawah penguasaan negara, lahan yang diberikan kepada korporasi seluas 45,22 juta ha. Akibat ketimpangan penguasaan dari sisi agraria ini, konflik pertanahan menjadi isu dominan hampir setiap tahun.

Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) mencatat sepanjang 2020 terdapat 241 konflik dengan melibatkan 135.332 kepala keluarga (KK) dan mencakup areal seluas 624.273 ha, ini belum termasuk konflik yang tidak muncul ke permukaan.

Kalau dilihat dari sektornya, konflik dengan perkebunan adalah yang tertinggi yakni 122 kasus, kehutanan 41, infrastruktur 30, properti 20, pertambangan 12, dan agribisnis 2 kasus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: M. Syahran W. Lubis

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.