Literasi Startup terhadap HAKI Masih Rendah

Kesamaan jenama dapat berpengaruh pada jalannya bisnis startup dan kerawanannya terhadap penyalahgunaan.

Redaksi

11 Nov 2021 - 18.57
A-
A+
Literasi Startup terhadap HAKI Masih Rendah

Ilustrasi hak kekayaan intelektual/istimewa

Bisnis, JAKARTA — Pelaku industri startup didorong untuk lebih peduli terhadap aspek hak kekayaan intelektual, guna menghindari berulangnya kasus hukum yang melibatkan kesamaan nama entitas perusahaan rintisan di Tanah Air.

Bendahara Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani menilai kesamaan nama dapat berpengaruh pada jalannya bisnis startup dan kerawanannya terhadap penyalahgunaan.

“Untuk itu, perlu sosialisasi agar [pelaku startup] mengetahui lebih jelas dan bisa menghindari kesamaan nama tersebut,” ujarnya, Kamis (11/11/2021).

Sebagai langkah pencegahan, pelaku startup perlu melakukan pengecekan secara legal dan intensif terkait dengan nama-nama perusahaan yang akan dan telah digunakan. Apabila ada potensi pelanggaran, startup sebaiknya menempuh jalur hukum.

Edward mengatakan pencegahan kesamaan nama dapat dilakukan dengan pendaftaran trademark dan hak akan kekayaan intelektual (HAKI). Selain itu nama domain di situs internet, sosial media dan lainnya perlu sejak awal diregistrasikan.

"Di titik ini, peran asosiasi tentu bisa membantu, tetapi rata-rata intensi dari perusahaan yang ingin menyalahgunakan nama justru tidak mau bernaung secara resmi di asosiasi," ucapnya. 

Untuk diketahui, perusahaan uang elektronik Ovo  belum lama ini menyatakan telah memiliki  lisensi  dari  Bank  Indonesia sebagai perusahaan penyedia jasa pembayaran dan penerbit  uang  elektronik. 

Presiden Direktur OvoKaraniya Dharmasaputra menyebut perusahaannya tidak berkaitan dengan pencabutan izin OFI (PT Ovo Finance Indonesia). OFI merupakan perusahaan yang berbeda dan terpisah dari dompet digital Ovo.

“OFI bukanlah anak perusahaan maupun subsidiary dari kelompok perusahaan uang elektronik Ovo. Dengan demikian, pencabutan izin oleh OJK sama sekali tidak ada pengaruhnya terhadap semua  lini  bisnis  dalam  kegiatan  usaha  uang  elektronik  Ovo,” tegas Karaniya dalam rilis, Rabu (10/11/2021).

Menurut Karaniya, kabar yang beredar tentang ditutupnya uang ekektronik Ovo sepenuhnya merupakan berita bohong. Semua layanan dan operasional Ovo berjalan normal seperti biasanya. Saldo pengguna di aplikasi Ovo pun dipastikan aman sepenuhnya.

Hal serupa ditegaskan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pernyataan pers yang telah disebarluaskan. Juru Bicara OJK Sekar Djarot mengutarakan tidak ada keterkaitan antara  OFI  dan  Ovo.

“OJK mencabut izin usaha PT Ovo Finance Indonesia (OFI) yang merupakan perusahaan pembiayaan. Perusahaan tersebut merupakan entitas yang berbeda dengan platform Ovo yang merupakan penyelenggara uang elektronik di bawah pengawasan Bank Indonesia," ujarnya. 

Menurut OJK, pencabutan izin usaha OFI dilakukan karena perusahaan mengembalikan izin usaha atas dasar keputusan pemilik perusahaan karena pertimbangan faktor eksternal dan  internal. 

Dihubungi secara terpisah, Head of Public Relations OVO Harumi Supit mengatakan OFI tidak memiliki kaitan dan tidak pernah menjadi bagian dari kelompok perusahaan uang elektronik Ovo. Namun sejak awal pendirian OFI juga mengunakan nama Ovo.

"Semua operasional dan layanan uang elektronik Ovo dan perusahaan-perusahaan di bawah OvoGroup berlangsung seperti biasa, normal, dan tidak memiliki masalah sama sekali," ucapnya.

Poster promo platform pembayaran digital OVO terpampang di salah satu gerai fesyen pusat perbelanjaan di Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019)./Bisnis-Rachman

MERUGIKAN

Peneliti ekonomi digital Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menyebut kasus kesamaan nama entitas dalam industri startup dapat merugikan perusahaan pemilik nama asli serta konsumen.

Apabila memang dirugikan ada jalan pengadilan HAKI untuk menentukannya. Maka hal tersebut dapat dihindari. Masalah nama yang sama masih sering terjadi karena banyak pihak abai terhadap HAKI berupa nama dan logo. 

Menurutnya, untuk saat ini para pebisnis yang berencana masuk ke industri digital harus mempersiapkan sistem yang bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat, alih-alih menjiplak nama perusahaan yang sudah cukup mapan.

Sementara itu, Koordinator Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dianta Sebayang menyebut permasalahan nama perusahaan yang sama atau mirip di ekosistem startup kerap terjadi.

"Ini memang masalah yang nanti akan sering terjadi, karena para pendiri startup, memulainya dengan cepat tanpa melihat ekosistem bisnis yang sudah ada selama ini," ujarnya.

Dia mengatakan ke depan akan ada banyak badan usaha dari level perusahaan hingga UMKM yang menggunakan jenama terkenal sebagai acuan. Dengan nama yang sama atau mirip produk dan layanan perusahaan baru dapat lebih cepat dikenal.

Dianta mengatakan hal yang dapat membantu memberikan solusi persoalan tersebut adalah Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual (DJKI).

Perlu dilakukan sosialisasi dan penyederhanaan akses sistem agar semua orang dapat mengakses hak cipta produk dan negara yang sudah terdaftar.

Bagi Dianta, merupakan hal wajar ketika masyarakat tidak terlalu sadar tentang hak kekayaan intelektual, karena selama ini memang jarang disinggung di ruang publik. 

"Termasuk kasus Ovo, yang dirugikan adalah dompet digital Ovo. Untung mereka belum IPO [initial public offering]," ucapnya.

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga menyebut sebelum pendaftaran merek, ada prosedur pengecekan merek maupun yang mirip secara penulisan. Hal itu dilakukan untuk menghindari sengketa kedepannya. 

"Tidak hanya secara penulisan, tetapi juga fonetik. Untuk mencegah supaya tidak sama di ekosistem startup, ya para founder harus peduli tentang hal ini," ujarnya. 

Bima mengatakan peran asosiasi dalam persoalan ini adalah memastikan edukasi terhadap merek/HAKI yang sudah terdaftar. karena saat ini HAKI juga menjadi salah satu persyaratan yang diwajibkan. (Thovan Sugandi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.