MASA DEPAN DATA CENTER : Pusat Data Mengarah ke Energi Hijau

Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia memproyeksikan pembangunan pusat data bakal mengarah pada pemanfaatan energi alternatif, menyusul besarnya kebutuhan energi untuk bisnis tersebut.

Leo Dwi Jatmiko

23 Sep 2021 - 08.51
A-
A+
MASA DEPAN DATA CENTER : Pusat Data Mengarah ke Energi Hijau

Berdasarkan analisis struktur pusat data untuk di Jakarta, pada 2020 kapasitas pusat data yang tersedia adalah 74,8 megawatt (MW). Jumlahnya akan meningkat lebih dari 300% pada 2025 menjadi 246,3 MW. - BisnisIndonesia

Bisnis, JAKARTA — Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia memproyeksikan pembangunan pusat data bakal mengarah pada pemanfaatan energi alternatif, menyusul besarnya kebutuhan energi untuk bisnis tersebut.

Sekjen Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia (IDPRO) Teddy Sukardi mengatakan pusat data sebagai infrastruktur penyimpanan data dengan mesin pendingin yang besar, beroperasi dengan tenaga yang besar.

Menurutnya, pusat data berpotensi menjadi kontributor penggunaan energi berbasis fosil terbesar ke depannya.

Peralihan pergerakan manusia akan membuat penggunaan energi berpusat pada infrastruktur digital, termasuk pusat data, jika tidak dikendalikan. “Pusat data saat ini ke depan dituntut untuk mengurangi jejak karbon dan penyedia pusat data yang cerdas akan menggunakan pusat data alternatif,” katanya, Rabu (22/9/2021).

Dengan memanfaatkan energi alternatif itu akan menekan penggunaan energi, sekaligus membuat operasional pusat data makin efisien.

Teddy mengatakan perubahan iklim yang menjadi isu dunia, juga berperan besar dalam mendorong kebutuhan terhadap pusat data yang ramah lingkungan. Selain mengenai lingkungan, pusat data dengan energi alternatif juga membuat citra perusahaan menjadi lebih baik.

Beberapa perusahaan penyewa kapasitas pusat data, menurutnya, akan melihat sumber energi yang digunakan oleh penyedia pusat data sebelum memutuskan untuk menyewa kapasitas.

Di samping itu, penggunaan energi terbarukan juga dapat membantu efisiensi operasional karena seluruh energi berasal dari alam seperti panas bumi, angin, matahari, dan lain sebagainya.

Menurutnya, penyedia pusat data tidak perlu mengeluarkan dana untuk mendapatkan listrik dari PLN. Selain itu efisiensi juga hadir dari manajemen pusat data yang lebih ketat terhadap konsumsi energi.

Dia melanjutkan penggunaan energi alternatif juga bermanfaat untuk mengantisipasi tarif listrik yang makin lama, makin mahal. “Tren ke depan PLN akan naik terus harganya, kemudian perangkat energi alternatif seperti solar panel akan makin murah harganya,” kata Teddy.

Sayangnya, penerapan energi alternatif tidak mudah di Indonesia. Secara regulasi dan kebijakan, imbuhnya, pemerintah belum mengarah pada penggunaan energi alternatif.

Secara kasus pemanfaatan, butuh lebih banyak studi untuk mengetahui standar suplai energi alternatif bagi pusat data, agar pusat data tetap terjaga 24/7. “Green pusat data kami masih menunggu kebijakan pemerintah,” kata Teddy.

Berdasarkan analisis struktur pusat data untuk di Jakarta, pada 2020 kapasitas pusat data yang tersedia adalah 74,8 megawatt (MW). Jumlahnya akan meningkat lebih dari 300% pada 2025 menjadi 246,3 MW.

Untuk kapasitas yang tersewa pada 2020 diperkirakan sebesar 41,2 MW, dan akan meningkat lebih dari empat kali lipat menjadi 170,8MW pada 2025.

Peningkatan kapasitas megawat seperti pisau bermata dua. Di satu sisi menggambarkan mengenai potensi bisnis pusat data ke depan, dan di sisi lain memperlihatkan penggunaan energi yang makin masif.

Pada kesempatan lain, Chief Operating Officer PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) Marco Cioffi menyatakan pasar pusat data di Tanah Air masih sangat luas dengan tingkat konsumsi energi pusat data di Indonesia yang masih rendah.

Menurutnya, pusat data adalah jalan untuk mendukung ekonomi digital di Indonesia melalui penyediaan solusi teknologi yang ada seperti kecerdasan buatan, ekonomi berbasis internet, dan lain sebagainya.

Pasar pusat data di Indonesia masih sangat luas, jika dilihat berdasarkan konsumsi energi megawatt per kapita per pusat data, secara global Indonesia jauh tertinggal dari Singapura dan Jepang.

Berdasarkan data Cushman & Wakefield 2019, konsumsi energi per kapita per pusat data di Singapura di atas 60 MW dan Jepang sekitar 10 MW. Sementara itu, Indonesia dengan jumlah pengguna data mencapai 202 juta pada 2021 masih di bawah 1 MW.

Dengan rendahnya konsumsi per kapita, imbuhnya, menandakan bahwa data yang diletakkan di pusat data masih sedikit, sehingga konsumsi energinya masih rendah.

“Jika kita bandingkan dengan pasar maka Indonesia memiliki peluang tumbuh yang sangat besar. Peluang pertumbuhan ini sangat besar ke depannya,” kata Marco.

Untuk mengambil potensi tersebut, ujar Marco, DCII terus melakukan ekspansi melalui pembangunan lebih banyak pusat data.

DCII ingin mengoperasikan 15 pusat data dengan total energi yang disiapkan sekitar 200 MW.

Marco memprediksi ke depan kesuksesan pusat data akan dilihat dari 3 hal yaitu operasional yang baik, perawatan yang baik dan efisiensi energi serta ramah lingkungan.

Menurutnya, pusat data sebagai sebuah infrastruktur yang memakan energi besar, dituntut untuk hadir lebih ramah terhadap lingkungan.

Power usage Effectiveness (PUE) utilitas atau metrik yang digunakan untuk menentukan efisiensi energi pada pusat data, harus rendah.

“Seperit diketahui pusat data saat ini masih menggunakan energi fosil, padahal Indonesia memiliki potensi energi alternatif dari matahari, hidro, dan lain sebagainya,” kata Marco.

PERANG HARGA

Teddy juga memperkirakan era perang harga di industri pusat data sudah berlangsung saat ini.

Menurutnya, bangunan penyimpan data perusahaan menjamur, dengan layanan yang tidak masuk akal.

Teddy mengatakan risiko perang harga yang muncul karena banyaknya jumlah pemain pusat data tidak dapat dihindari.

Beberapa indikasi, ujarnya, telah muncul di mana penyedia pusat data menawarkan penyimpanan data seumur hidup, dengan hanya membayar beberapa dolar Amerika Serikat saja di depan.

“Apa benar cara seperti itu? Kalau 100 tahun kuat atau tidak, itu juga mengundang pertanyaan,” kata Teddy.

Meski terjadi perang harga, kata Teddy, pusat data di indonesia tidak akan kelebihan suplai seperti perkantoran di Indonesia.

Pandemi Covid-19 telah membuka mata eksekutif perusahaan bahwa pekerjaan dapat dilakukan dari rumah, sehingga tidak perlu menyewa gedung.

Selain perkantoran, menurutnya, kelebihan suplai juga terjadi untuk apartemen, karena semua orang dapat bekerja dari rumah.

Bila terjadi kelebihan suplai di bisnis pusat data, menurutnya, tidak akan terlalu parah karena kurva kenaikannya masih rendah.

“Pada saat itu memang bisa terjadi perang harga, tetapi akan seperti apa? tidak ada yang tahu karena sekarang sudah sangat murah,” kata Teddy.

Menurutnya, rencana pembangunan pusat data oleh sejumlah emiten dan grup besar terjadi, karena pasar pusat data Indonesia dinilai memiliki prospek bagus.

Tidak hanya soal potensi ekonomi digital yang tinggi, juga sejumlah jangkaun tenaga listrik yang sudah cukup luas dan kondisi lingkungan yang mendukung, termasuk kondisi politik.

Dalam beberapa tahun ke depan, Teddy memperkirakan raksasa teknologi seperti Google, Facebook, YouTube dan lain sebagainya juga akan hadir ke Indonesia. Saat itu, bisnis pusat data bakal makin gemilang.

“Perusahaan teknologi asing menyadari banyak aplikasi-aplikasi harus dekat dengan pasarnya biar latensi rendah dan kepercayaan publik serta pemerintah juga lebih bagus karena lokasinya dekat,” kata Teddy.

Dia juga mengatakan bisnis pusat data adalah bisnis jangka menengah dan jangka panjang. Bisnis ini baru akan terlihat manfaatnya pada tahun ke-5 atau tahun ke-10.

Kebutuhan terhadap pusat data akan terus meningkat karena manusia menuntut layanan dan fitur aplikasi yang makin baik dari tahun ke tahun.

Dengan banyak ponsel pintar, dia menilai, dibutuhkan kapasitas data penyimpanan yang makin besar. “Itu semua boros kapasitas. Teknologi kompresi kalah dengan kemewahan yang ingin didapatkan pengguna. Tidak ada tanda-tanda kebutuhan menurun,” kata Teddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Fatkhul Maskur

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.