MORATORIUM SAWIT BERAKHIR : CPO Bakal Terus Berkibar

Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia optimistis stabilitas pasokan dan harga minyak kelapa sawit tidak terganggu, menyusul berakhirnya moratorium pembukaan lahan komoditas itu.

Iim Fathimah Timorria

22 Sep 2021 - 07.25
A-
A+
MORATORIUM SAWIT BERAKHIR : CPO Bakal Terus Berkibar

Selama 3 tahun berlakunya Instruksi Presiden (Inpres) 8/2018, penghentian pemberian izin baru untuk konsesi kelapa sawit telah membuat produksi minyak sawit stabil. - ANTARA

Bisnis, JAKARTA – Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia optimistis stabilitas pasokan dan harga minyak kelapa sawit tidak terganggu, menyusul berakhirnya moratorium pembukaan lahan komoditas itu.

Sejauh ini, pemerintah belum memberi kepastian soal nasib moratorium sawit yang resmi berakhir pada 19 September 2021.

Wakil Ketua Umum III Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang mengatakan produksi minyak sawit masih menunjukkan kenaikan sejak moratorium digulirkan pada 2018. Selama masa berlaku moratorium, pemerintah tidak mengeluarkan izin baru perkebunan sawit.

“Tanpa moratorium, sawit bisa expand karena masih banyak izin usaha perkebunan yang belum dikelola. Sejak moratorium pun produksi terus naik sampai sekarang, dan kalau PSR berhasil, akan naik lebih tinggi,” katanya, Selasa (21/9).

Terkait dengan harga CPO di pasar global, Togar menyatakan tidak akan lepas dari pengaruh harga minyak nabati lain seperti minyak kedelai atau minyak biji rapa.

Sekretaris Jenderal Gapki Eddy Martono juga menyebutkan potensi naiknya pasokan minyak nabati global dan risiko koreksi harga setelah berakhirnya moratorium sawit adalah hal yang wajar dan bersifat sementara.

Menurut dia, permintaan minyak nabati dunia cenderung mengalami kenaikan yang berkisar 5 juta ton per tahun. “Inilah yang akan diperebutkan masing-masing minyak nabati.”

Untuk itu Gapki tetap fokus pada upaya peningkatan produktivitas, yang salah satunya dengan mendukung pemerintah mempercepat PSR. Selain itu, pelaku usaha berkomitmen untuk taat pada aturan, termasuk mematuhi wajib sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagaimana berlaku saat ini.

Dalam kesempatan lain, Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Bernard Riedo menyatakan pelaku industri siap mendorong penghiliran produk sawit guna mengantisipasi potensi produktivitas minyak sawit yang bertambah jika moratorium tidak diperpanjang.

Dia menduga kuat kelanjutan atau berakhirnya moratorium bakal banyak dipengaruhi oleh aspek lingkungan meski produksi minyak sawit nasional tetap bisa optimal sekalipun tidak ada izin baru pembukaan kebun sawit.

Laju pertumbuhan produksi, lanjutnya, bisa lebih cepat jika moratorium tidak diperpanjang. Namun industri sudah siap menampung produksi untuk diproses menjadi produk turunannya.

Dalam kaitan itu, Kepala Ekonom PT Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro menjelaskan bahwa moratorium izin perkebunan sawit yang berakhir pada 19 September 2021 menjadi perhatian dunia.

Selama 3 tahun berlakunya Instruksi Presiden (Inpres) 8/2018, penghentian pemberian izin baru untuk konsesi kelapa sawit telah membuat produksi minyak sawit stabil.

Dia menilai moratorium yang tidak diperpanjang akan berdampak terhadap perekonomian mengingat kontribusi komoditas tersebut ekspor nonmigas merupakan salah satu yang terbesar.

Sebagai eksportir minyak sawit terbesar di dunia, izin pembukaan perkebunan yang kembali diberikan bisa menjadi sinyal bahwa Indonesia siap menggelontorkan lebih banyak minyak nabati ke pasar.

Menurut Putera, hal tersebut dapat memicu koreksi harga CPO yang telah melonjak lebih dari 50% dalam setahun terakhir, padahal kenaikan harga CPO telah menopang neraca perdagangan dan rupiah di tengah kekhawatiran efek tapering.

Di sisi lain, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kemendag Kasan Muhri menyebutkan momentum commodity supercycle yang memicu harga tinggi CPO dioptimasi dengan penghiliran minyak sawit. Normalisasi harga komoditas diyakini berdampak minim pada ekspor minyak sawit.

“Saat ini ketika ada limpahan revenue yang dinikmati oleh eksportir sawit maka ada tambahan sumber daya yang dapat dialokasikan untuk melakukan penghiliran dan membangun basis produksi produk-produk yang bernilai tambah tinggi,” ujarnya.

Data sementara Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor minyak nabati pada kode HS 15 mencapai US$20,64 miliar selama kurun Januari—Agustus 2021, naik 70,14% dibandingkan dengan periode yang sama setahun sebelumnya.

Minyak sawit menjadi kontributor terbesar terhadap ekspor nonmigas dengan sumbangan 15,39%.

Data Kemendag juga memperlihatkan bahwa ekspor produk minyak sawit telah didominasi oleh produk hilir. Refined, bleached, deodorized (RBD) palm oil menyumbang sekitar 67% dari total ekspor, sementara crude palm oil atau minyak mentah hanya 8%.

“Sehingga ke depan pergerakan harga CPO tidak terlalu memengaruhi kinerja ekspor secara agregat,” kata Kasan. (Iim Fathimah Timorria & Hendra Wibawa)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Fatkhul Maskur

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.