Pelaku Pasar Gamang, Harga Emas Tertekan

Harga emas tertekan akibat sikap pelaku pasar yang masih gamang. Simak penjelasannya.

Duwi Setiya Ariyanti

6 Des 2021 - 16.55
A-
A+
Pelaku Pasar Gamang, Harga Emas Tertekan

Harga emas tertekan akibat sikap pelaku pasar yang masih gamang. (Antara)

Bisnis, JAKARTA— Harga emas tertekan pada perdagangan hari ini akibat sikap pelaku pasar yang masih gamang terhadap dampak penyebaran varian baru Covid-19, Omicron.

Dikutip dari Markets Insider, Senin (6/12/2021) pukul 16:24 WIB, harga emas menyentuh US$1.780,09 per troy ounce atau turun 0,18 persen setelah dibuka pada US$1.782 per troy ounce.

Tim Analis Monex Investindo Futures dalam laporannya menyebut harga emas bisa bergerak pada rentang level support US$1.778 per troy ounce hingga US$1.761 per troy ounce. Sementara itu, pada level resistance, harga emas bergerak pada rentang US$1.788 per troy ounce hingga US$1.802 per troy ounce.

Pada pekan ini, pergerakan harga emas dipengaruhi kinerja ekonomi Amerika Serikat. Laporan inflasi akan menjadi data penting yang menunjukkan seberapa agresif bank sentral Amerika Serikat.

Pada pekan lalu, Gubernur Federal Reserve Jerome Powell mengatakan dalam Kongres bahwa bank sentral akan menetapkan sikap terhadap pembelian obligasi pemerintah karena inflasi yang makin tinggi. Powell kala itu menyiratkan inflasi yang terus tumbuh.

“Inflasi pada pekan depan bisa menunjukkan kecepatan The Fed menaikkan kecepatannya sebesar US$5 miliar hingga US$10 miliar. Inilah mengapa banyak pelaku pasar yang mengantisipasi kekuatan dolar bertahan lebih lama dan itulah mengapa harga emas terjebak di bawah US$1.800 seons,” tutur analis pasar senior di Oanda, Edward Moya.

Setelah pekan yang berat bagi minyak dan saham Amerika Serikat, pasar diselimuti oleh hasil laporan ketenagakerjaan periode November. Dari data terbaru, realisasi lapangan kerja baru mencapai 210.000 pekerjaan bulan lalu dari prediksi 535.000 pekerjaan.

Dia menyebut transaksi akhir tahun kerap diwarnai kondisi yang tak pasti dan aksi ambil untung. Dengan demikian, investor pun mencari aset yang memberikan imbal hasil paling besar dalam periode tersebut.

“Terdapat ketakutan ketika Anda berada di masa puncak dukungan moneter dan fiskal, Anda akan melihat penurunan minat. Itu bisa berujung pada aksi jual di pasar saham,” katanya.

Secara jangka panjang, dia menyebut imbal hasil nyata tak akan meningkat secara signifikan. Pasar emas akan memiliki pergerakan besar setelah ada konsensus yang kuat terkait dengan proyeksi kenaikan suku bunga acuan.

“Saat telah diperhitungkan, itulah ketika Anda melihat emas menarik aliran dana,” katanya.

Oleh karena itu, dia menyebut bahwa pekan ini tergolong terjal bagi emas. Harga emas pun akan terkonsolidasi pada rentang US$1.750 hingga US$1.800 akibat laporan inflasi dan pertemuan Federal Reserve.

Selain itu, pertemuan Federal Reserve yang digelar pada 15 Desember memberikan ketidakpastian tambahan bagi iklim investasi emas. Ahli Logam Mulia Gainesville Coins, Everett Millman mengatakan Federal Reserve menjadi penentu bagi prospek harga emas.

Alasannya, pelaku pasar memperhatikan sikap Federal Reserve terkait dengan pengurangan pembeli obligasi pemerintah atau tapering sejalan dengan pemulihan ekonomi. Millman menyebut bahwa Desember juga menjadi momen saat kontrak bursa berjangka emas berakhir.

"Pasar tak yakin bahwa itu ekspektasi yang benar. Semuanya seolah kembali ke The Fed. Terdapat gejolak di tengah pasar,” katanya.

Secara teknis, pergerakan harga emaas masih berada pada US$1.770 per troy ounce di level support dan US$1.750 per troy ounce. Sementara itu, level resistance tetap berada pada US$1.800 per troy ounce.

Dia menyebut bila harga emas bisa menyentuh kurang dari US$1.750 per troy ounce, kontraksi harga terus berlanjut hingga US$1.680 per troy ounce.

“Kuncinya menanti apakah emas bisa terus menanjak,” katanya.

Pada pekan ini, pelaku pasar juga memperhatikan kinerja klaim pengangguran Amerika Serikat dan inflasi pada Kamis dan Jumat.

Kepala Ekonom Internasional ING, James Knightley mengatakan data paling penting yakni inflasi periode November. Naiknya harga bahan bakar minyak, hunian dan mobil bekas akan menjadi penggerak utama.

“Ini bisa membuat inflasi tahunan mendekati 7 persen dengan inflasi inti di atas 5 persen,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Duwi Setiya Ariyant*

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.