Presiden Tetap Bisa Dikritik, Mekanisme Konstitusional Juga Ada

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menjelaskan pasal penghinaan presiden dalam RKUHP tersebut, disiapkan karena setiap orang memiliki hak hukum untuk melindungi harkat dan martabatnya.

10 Jun 2021 - 08.30
A-
A+
Presiden Tetap Bisa Dikritik, Mekanisme Konstitusional Juga Ada

Presiden Joko Widodo saat dilantik menjadi presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019). - Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis, JAKARTA — Pasal penghinaan terhadap presiden yang terdapat dalam draf Rancangan Kitab Hukum Undang-undang Pidana (RKUHP) masih memicu perdebatan dan menuai polemik secara luas. Namun, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memastikan pasal tersebut bukan untuk membungkam kritik.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan secara umum pembahasan RKUHP mendapat respons positif dari masyarakat. Kalaupun ada perbedaan pendapat, imbuhnya, itu sudah biasa.

Dia menjelaskan pasal penghinaan presiden dalam RKUHP tersebut, disiapkan karena setiap orang memiliki hak hukum untuk melindungi harkat dan martabatnya.

Yasonna juga menyebut pasal ini sebagai penegas batas yang harus dijaga sebagai masyarakat Indonesia yang beradab.

“Kalau kebebasan yang sebebas-bebasnya itu bukan kebebasan, itu anarki. Saya kira kita tidak harus sampai ke sana. Saya kira kita harus ada batas-batas yang harus kita jaga sebagai masyarakat Indonesia yang beradab. Keadaban itu saya rasa harus menjadi level kita,” katanya menjawab pertanyaan anggota Komisi III DPR RI dalam rapat kerja yang berlangsung di Gedung DPR, Rabu (9/6/2021).

Dia menegaskan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia membuka ruang atas kritik. “Bukan berarti mengkritik presiden salah. Kritiklah kebijakannya dengan sehebat-hebatnya kritik, enggak apa-apa. Bila perlu, kalau tetap tidak puas, mekanisme konstitusional juga tersedia kok,” tutur Yasonna.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2020). Raker tersebut membahas persiapan kenormalan baru di lembaga pemasyarakatan (LP) dan Imigrasi. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Dalam draf RKUHP yang beredar, aturan terkait dengan penghinaan terhadap presiden/wakil presiden diatur dalam Pasal 217—219 Bab II Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden Bagian Kedua Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 217 disebutkan bahwa setiap orang yang menyerang diri Presiden atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.

Selanjutnya, Pasal 218 Ayat (1) menyebutkan setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Ayat (2) disebutkan bahwa tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Kemudian, Pasal 219 disebutkan bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Ada juga Pasal 220 Ayat (1) disebutkan bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. Ayat (2) disebutkan bahwa pengaduan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.

Pada rapat tersebut, Menkumham Yasonna menegaskan pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden di RKUHP ini berbeda dengan pasal sejenis yang pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

PROLEGNAS PRIORITAS

Terkait dengan status RKUHP tersebut, pemerintah melalui Kemenkumham dan Komisi III DPR RI akhirnya sepakat agar RKUHP segera dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

“Jadi tadi ada kesepakatan bahwa ini [RKUHP] akan segera dimasukkan sebagai RUU Prioritas 2021,” kata Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej usai menghadiri Raker Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Rabu (9/6/2021).

Dia menjelaskan karena RKUHP merupakan carry over atau peralihan dari periode DPR 2014—2019, maka yang akan dibahas hanya pasal-pasal yang belum tuntas.

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta agar Pimpinan Komisi III DPR, Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) dan Menkumham mendorong RKUHP masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021. Dia khawatir kalau DPR dan Pemerintah saling menunggu, maka pembahasan RKUHP tidak akan pernah maju.^(Edi Suwiknyo/M.G. Noviarizal Fernandez/Akhirul Anwar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.