Ancaman Kelebihan Pasokan Tekan Harga Minyak

Ancaman kelebihan pasokan pada tahun depan membuat harga minyak acuan tertekan. Simak penjelasannya.

Hadijah Alaydrus

18 Nov 2021 - 14.44
A-
A+
Ancaman Kelebihan Pasokan Tekan Harga Minyak

Ancaman kelebihan pasokan pada tahun depan membuat harga minyak acuan tertekan. (SKK Migas)

Bisnis, JAKARTA— Peringatan kelebihan pasokan minyak di pasar global membawa dua harga acuan tertekan dan meninggalkan level US$80 per barel.

Dikutip dari Markets Insider, Kamis (18/11/2021) pukul 14:28 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) mencapai US$77,6 per barel atau terkoreksi 0,77 persen. Harga minyak acuan asal Texas itu sempat mencapai US$78,42 per barel setelah dibuka pada US$78,32 per barel.

Tren koreksi juga terjadi pada minyak Brent yang mencapai US$79,77 per barel atau terkoreksi 0,56 persen. Harga minyak acuan asal Eropa itu menyentuh US$80,15 per barel setelah dibuka pada US$80,1 per barel.

Menurut analis saham senior Oanda, Edward Moya menyebut bahwa kabar Presiden Amerika Serikat, Joe Biden dan Presiden China, Xi Jinping yang berencana mengeluarkan cadangan strategisnya membuat harga minyak turun bahkan bisa membuat WTI bergerak ke US$74 per barel. Sementara itu, sebenarnya belum ada langkah konkret karena kesepakatan dua negara ekonomi terbesar itu tetap butuh waktu.

“Jika AS dan China tak mampu mencapai kesepakatan secara cepat terkait dengan pengeluaran cadangan strategisnya, harga minyak WTI bisa pulih ke US$80 per barel,” katanya.

Tim Analis Monex Investindo Futures mengatakan harga minyak pada perdagangan hari ini berpotensi bergerak pada rentang level support US$77,8 per barel hingga US$76,8 per barel. Sementara itu, pada level resistance, harga minyak bisa bergerak pada rentang US$78,7 pere barel hingga US$79,4 per barel. Tekanan pada harga minyak berasal dari ancaman kelebihan pasokan dan kenaikan kasus Covid-19.

“Komentar OPEC dan Badan Energi Internasional yang memperingatkan kelebihan pasokan di masa datang dan meningkatnya kasus Covid-19 di Eropa yang dapat meningkatkan risiko penurunan permintaan bahan bakar berpeluang menekan turun harga minyak.”

Dikutip dari Bisnis.com, para pedagang mengatakan tindakan pasar baru-baru ini menunjukkan dana-dana menimbang kemungkinan yang lebih besar bahwa pasokan akan mulai melebihi permintaan dalam beberapa bulan mendatang, dengan penurunan tajam dalam kontrak berjangka jangka pendek yang menunjukkan dana-dana menutup posisi beli.

"Ini menandakan pergerakan menuju keseimbangan yang belum pernah kita lihat selama berbulan-bulan," kata Tony Headrick, Analis Energi di CHS Hedging.

Pasar minyak global telah difokuskan pada peningkatan permintaan yang cepat terhadap peningkatan pasokan yang lambat dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, bersama dengan keengganan dari pemain serpih besar AS untuk membelanjakan lebih banyak pada pengeboran.

Namun, baik IEA maupun OPEC dalam pekan terakhir mengatakan lebih banyak pasokan bisa datang dalam beberapa bulan ke depan. OPEC dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, telah mempertahankan kesepakatan untuk meningkatkan produksi sebesar 400.000 barel per hari setiap bulan agar tidak membanjiri pasar dengan pasokan.

Pada Selasa (16/11/2021), Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo mengatakan kelompok itu melihat tanda-tanda peningkatan pasokan minyak mulai bulan depan, menambahkan anggota dan sekutunya harus sangat berhati-hati.

Negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat, telah meminta OPEC+ untuk meningkatkan produksi lebih cepat. Amerika Serikat telah mempertimbangkan untuk mengumumkan pelepasan darurat minyak mentah dari cadangan minyak strategis (SPR)-nya, yang mengandung lebih dari 600 juta barel minyak.

Dalam apa yang mungkin merupakan sinyal kemungkinan itu, dalam dua minggu terakhir Departemen Energi AS telah menjual lebih dari 6 juta barel minyak - bagian dari penjualan yang disetujui sebelumnya.

AS saat ini memiliki keleluasaan untuk menjual beberapa juta barel dari SPR berkat persetujuan Kongres sebelumnya.

Analis JP Morgan mengatakan pada Rabu (17/11/2021) bahwa Gedung Putih dapat mempercepat penjualan tersebut daripada menyatakan keadaan darurat - menyebutnya sebagai opsi termudah yang dimiliki Gedung Putih untuk memerangi kenaikan harga bahan bakar.

Sementara itu, IEA telah mengatakan bahwa pasokan AS diperkirakan akan meningkat pada laju yang lebih cepat pada kuartal kedua 2022, dan jumlah rig AS telah meningkat, dengan operator swasta berusaha untuk mengambil keuntungan dari harga minyak mentah yang lebih tinggi.

IEA memperkirakan produksi AS akan mencapai sekitar 60 persen dari perkiraannya sebesar 1,9 juta barel per hari (bph) untuk pertumbuhan pasokan non-OPEC pada 2022.

Persediaan minyak mentah AS turun 2,1 juta barel pekan lalu, data terbaru pemerintah menunjukkan. Hal ini bertentangan dengan ekspektasi analis untuk peningkatan 1,4 juta barel. Namun, Headrick mencatat bahwa peningkatan moderat dalam persediaan di pusat utama Cushing, Oklahoma sebesar 213.000 barel adalah sinyal bahwa penarikan akhir-akhir ini mungkin akan segera berakhir.

Lebih lanjut, gelombang baru kasus Covid-19 di Eropa telah mendorong beberapa pemerintah untuk memberlakukan kembali pembatasan, termasuk Austria, yang telah memerintahkan lockdown pada individu yang tidak divaksinasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Duwi Setiya Ariyant*

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.