Harga Minyak WTI Tertekan Proyeksi Kenaikan Pasokan AS

Sedangkan harga minyak Brent naik seiring meningkatnya permintaan secara global.

Hadijah Alaydrus

17 Nov 2021 - 09.26
A-
A+
Harga Minyak WTI Tertekan Proyeksi Kenaikan Pasokan AS

Sebuah pompa minyak bekerja saat matahari terbenam di dekat Midland, Texas, AS, Rabu (21/8/2019). ANTARA/REUTERS/Jessica Lutz/am.

Bisnis, JAKARTA - Harga minyak bergerak variatif pada perdagangan Rabu (17/11/2021) pagi waktu Indonesia. Hal itu dipengaruh sentimen yang saling bertolak belakang. 

Di satu sisi, harga minyak berpeluang naik karena meningkatnya permintaan dalam beberapa bulan mendatang. Sisi lainnya, harga komoditas tersebut tertekan prospek persedian yang meningkat dan naiknya kasus Covid-19 di Eropa. 

Dengan sentimen tersebut, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari menguat 38 sen atau 0,5 persen menjadi US$82,43 per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Desember turun 12 sen atau 0,2 persen menjadi US$80,76 per barel.

Meski begitu, harga minyak diproyeksi bakal menguat. "Pasar minyak akan tetap ketat dalam jangka pendek, yang seharusnya mendukung harga," kata Analis Commerzbank Carsten Fritsch dikutip dari Antara pada Rabu (17/11/2021).

Kepala Eksekutif Trafigura Group, Jeremy Weir, menambahkan ketatnya pasar minyak global disebabkan permintaan kembali ke tingkat sebelum pandemi. Meskipun produksi minyak dari cekungan Permian Texas diperkirakan mencapai rekor 4,953 juta barel per hari (bph) pada Desember.

Stok minyak mentah AS diperkirakan telah meningkat untuk minggu keempat berturut-turut, dengan analis dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan peningkatan sekitar 1,4 juta barel pekan lalu.

Satu dari dua laporan pasokan mingguan, dari kelompok industri American Petroleum Institute (API), akan dirilis Selasa (16/11) malam. Sementara itu, Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan reli pasar minyak dapat mereda karena harga yang tinggi dapat memberikan insentif yang kuat untuk meningkatkan produksi, terutama di Amerika Serikat.

IEA memperkirakan harga rata-rata Brent berada di sekitar US$ 71,50 per barel pada 2021 dan US$ 79,40 pada 2022. Di sisi lain, Rosneft mengatakan mungkin mencapai US$ 120 pada paruh kedua 2022, menurut kantor berita TASS.

Sekretaris Jenderal Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Mohammad Barkindo, memperkirakan surplus minyak pada awal Desember dan pasar akan tetap kelebihan pasokan tahun depan. Sementara itu, OPEC pekan lalu memangkas perkiraan permintaan minyak dunia untuk kuartal keempat sebesar 330.000 barel per hari dari perkiraan bulan lalu, karena harga energi yang tinggi menghambat pemulihan ekonomi dari pandemi COVID-19.

Namun, terdapat kekhawatiran terkait pelemahan permintaan karena Eropa kembali menjadi pusat pandemi Covid-19. Hal itu mendorong beberapa pemerintah untuk mempertimbangkan menerapkan kembali pembatasan wilayah. Sementara China sedang berjuang melawan penyebaran wabah terbesarnya yang disebabkan oleh varian Delta. 

Di sisi lain, pemerintahan Biden telah mempertimbangkan untuk memanfaatkan stok darurat AS untuk mendinginkan kenaikan harga minyak. Namun, penjabat kepala EIA mengatakan pelepasan minyak dari Cadangan Minyak Strategis (SPR) AS kemungkinan hanya akan berdampak singkat pada pasar minyak.

"Pasar terlihat solid secara fundamental dengan pasar fisik yang kuat, tetapi dengan kurangnya short di pasar dan ketakutan SPR, pasar tidak bisa reli," kata Scott Shelton, spesialis energi di United ICAP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Febrina Ratna Iskana

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.