Costumize Tourism, Saatnya Wisata Dikemas Menjadi Lebih Personal

Wisata bukan lagi bersifat massal atau mass tourism tetapi lebih pada costumize tourism atau wisata yang lebih personal, karena wisatawan mementingkan faktor kesehatan mereka di samping melepas penat dari aktivitasnya.

Redaksi

24 Okt 2021 - 09.08
A-
A+
Costumize Tourism, Saatnya Wisata Dikemas Menjadi Lebih Personal

Foam Party di Ciputra Waterpark Surabaya./dok. Ciputra Waterpark

Bisnis, JAKARTA - Seiring terus membaiknya kondisi pandemi di Indonesia, pemerintah melakukan sejumlah pelonggaran. Lokasi wisata kembali dibuka dan diharapkan memberikan daya dongkrak bagi perekonomian masyarakat.

Pembukaan kembali sektor pariwisata diharapkan tidak sekadar melihat upaya memulihkan perekonomian dan ajang rekreasi masyarakat semata. Langkah tersebut tetap wajib memperhatikan segi kesehatan dan konsep serta berbagai aspek perubahan lainnya.

Terkait konsep, industri wisata dinilai lebih memperhatikan konsep customize tourism, yang membuat wisata menjadi lebih personal. 

Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azahari menilai pemerintah daerah dan tempat pengelolaan wisata, khususnya taman rekreasi perlu memperhatikan pergeseran paradigma dalam pariwisata.

Wisata bukan lagi bersifat massal atau mass tourism tetapi lebih pada costumize tourism atau wisata yang lebih personal, karena wisatawan mementingkan faktor kesehatan mereka di samping melepas penat dari aktivitasnya.

Seiring dengan paradigma baru ini, Azril menyarankan, agar pengelola tempat wisata juga menghadirkan wellness tourism atau wisata kebugaran di lokasi taman rekreasi atau wahana wisata. Misalnya pengelola Taman Impian Jaya Ancol membuat spa, program meditasi, silat, yoga, jogging, maupun senam di pinggir pantai.

“Bukan wisata untuk leisure saja tapi juga untuk kesehatan. Wisata untuk kesehatan, kebugaran, dan kecantikan. Ini yang belum dipikirkan pemerintah,” tuturnya.

Terlebih lagi, jika melihat tren, wisatawan saat ini lebih memilih berwisata yang lokasinya ada di luar ruang. Mereka merasa lebih aman dari paparan virus Covid-19 yang bisa melalui udara (airbone).

Prospek Medical Tourism

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan, pemerintah ingin membuat wisata kesehatan berbalut medical tourism atau perjalanan wisata untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Azril mengatakan, sejauh ini belum ada kelanjutan terkait program tersebut. Padahal jika fokus dijalankan, ini menjadi potensi besar pemasukan negara dari sektor pariwisata, khususnya yang berasal dari wisatawan domestik.

Selama ini, sudah terlalu banyak warga Indonesia yang mencari pengobatan seraya berwisata di luar negeri. “Biaya orang Indonesia yang keluar negeri Rp155 triliun untuk berobat sambil wisata,” papar Azril.

Medical tourism memang tengah populer. Konsep ini sudah dikembangkan di Kanada, Amerika Serikat, Singapura, dan Selandia Baru. Adapun Menteri Sandiaga sebelumnya mencanangkan Surabaya, Bali, Jakarta, dan Medan untuk menjadi lokasi wisata kesehatan ini.

Selain mengembangkan wisata kesehatan, khususnya di taman rekreasi, Azril mengimbau agar pemerintah tetap memperhatikan kondisi penyebaran Covid-19. Sebagai langkah antisipasi, setiap pengunjung harus tes Covid-19 antigen serta memiliki aplikasi PeduliLindungi.

Biaya tes antigen, menurut Azril, bisa dibebankan kepada pemerintah daerah, mengingat mereka yang memiliki kuasa di sejumlah taman rekreasi, sedangkan untuk wahana milik swasta, pemda bisa memberi subsidi.

Mengapa tidak pengunjung yang membayar sendiri? Azril menilai, cukup berat bagi pengunjung yang berwisata ke taman rekreasi bersama keluarga. Faktor lainnya adalah menghindari manipulasi surat tes antigen.

Menurutnya, diberlakukannya rapid test antigen di setiap pintu masuk taman rekreasi, pengunjung mendapat jaminan keamanan dan lokasi wisata itupun tidak akan sepi yang pada ujungnya turut memutar roda ekonomi.

Insentif Pariwisata

Secara terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) Bambang Soetanto menjelaskan industri taman wisata memiliki tiga golongan. Pertama, kelas yang baru tumbuh yang belum memiliki infrastruktur mumpuni dan manajemen yang masih sangat sederhana.

Kedua, kelas berkembang dengan memiliki infrastruktur yang bagus dan manajemen yang baik, tinggal dipoles melalui pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitasnya.

Ketiga, kelas mantap, yang artinya semua indikator sudah jalan sepenuhnya hanya perlu marketing skala nasional dan internasional.

Selama pandemi Covid-19, ketiga golongan taman rekreasi ini ‘lumpuh’, terlebih lagi bagi yang baru tumbuh. “Semua melorot. Ribuan objek wisata sangat menderita,” ujar Bambang.

Menurut Bambang dampak juga dialami usaha atau konten yang ada di dalamnya. Misalnya, di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), ada usaha rekreasi air Snowbay, pagelaran budaya dan musik, hotel, warung, hingga toko suvenirnya ikut gigit jari. “Ini semua terkena imbas karena pengunjung nol. Hidup operasional saja berat karena tidak ada pendapatan. Toko souvenir itu tidak ada pengunjung, tidak ada yang beli,” tuturnya.

Berat memang dari segi permodalan. Keuangan manajemen taman rekreasi makin turun, habis, dan defisit. Untuk itu, insentif dari pemerintah sangat diperlukan bagi sektor usaha hiburan ini.

Setidaknya, para karyawan taman rekreasi gajinya rata-rata di bawah upah minimum regional, yang masih bisa ditolong melalui kebijakan bantuan sosial uang Rp300.000 dan sembako yang dikeluarkan pemerintah.

Bagi usaha menengah kecil mikro (UMKM) di dalam objek wisata itu sendiri bisa mendapat insentif UMKM, sedangkan pengelola taman rekreasi bisa mendapat insentif pinjaman dengan bunga rendah.

Bambang mengatakan sebenarnya sudah ada arah mengenai insentif ini. Namun, realisasinya tidak mudah dan memerlukan proses panjang, mengingat usaha di sektor ini cukup banyak, ditambah lagi usaha yang babak belur bukan hanya di sektor wisata saja.

“Begitu berat. Tapi kami tahu pemerintah juga berat untuk menjangkau secara nasional,” sebutnya.

PUTRI sebagai organisasi nirlaba berupaya menjembatani kebijakan pemerintah ini agar tepat sasaran, khususnya pada usaha taman rekreasi. PUTRI juga membantu usaha taman rekreasi mendapatkan peralatan dalam penerapan protokol kesehatan di lokasi wisata. “Kami beri semangat jangan sampai bangkrut,” ujar Bambang.

Inovasi Taman Rekreasi

Di sisi lain, Bambang berharap manajemen atau pengelola taman rekreasi bisa memunculkan inovasi dan kreativitas baru untuk menyesuaikan kondisi yang ada dan memunculkan daya tarik bagi pengunjung. Efisiensi dan produktivitas juga perlu diperhatikan.

Pelatihan mengenai protokol kesehatan terhadap karyawan harus terus digencarkan untuk mencegah timbulnya klaster Covid-19. Begitu pula dengan teknologi yang diterapkan di lokasi wisata.

Kawasan The Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Kawasan pariwisata ini dikelola oleh Indonesia Tourism Development Corporation./ITDC

Kemudian, kebersihan, perawatan, dan pelayanan yang baik kepada pengunjung juga harus diutamakan. Satu lagi yang terpenting yakni pemasaran sebagai bagian persiapan maksimal.

Ketua Umum Asosiasi Rekreasi Keluarga Indonesia (ARKI) Taufik A Wuwu mengatakan, taman rekreasi baik itu indoor atau outdoor seperti waterpark memiliki 2 - 3 musim panen setiap tahunnya antara lain libur Lebaran, libur tahun ajaran baru, serta libur Natal dan Tahun Baru.

Selama hampir setahun ini, dua musim telah terlewati. Untuk itu, musim libur akhir tahun menjadi harapan terakhir. “Kalau sampai Desember tidak buka, tinggal yang kuat-kuat saja, yang lain akan gulung tikar,” tegas Taufik.

Kondisi rekreasi keluarga selama lebih dari setahun ini sangat "berdarah". Sejak Juli 2021, seluruh arena taman rekreasi khususnya di Pulau Jawa - Bali ditutup untuk mencegah penularan Covid-19. Penutupan ini berujung pada pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan.

Kondisi paling parah terjadi pada wahana rekreasi yang berada di pusat perbelanjaan. Meskipun ada dispensasi tidak membayar sewa secara utuh. Pelaku usaha tetap harus membayar biaya listrik maupun perawatan. Untuk itu, ARKI akan melakukan uji coba pembukaan taman rekreasi keluarga di area Jabodetabek.

Dia berharap dengan uji coba yang menerapkan protokol kesehatan (prokes) secara ketat, bisa menjadi contoh di daerah lain. Ujicoba ini rencananya berlangsung di 20 lokasi. Di sisi lain, dia berharap pemerintah memberi perhatian lebih kepada usaha taman rekreasi ini.

Experiential Tourism

Sekjen Asosiasi Experiential Learning Indonesia Gigih Gesang memandang experiential tourism yang cenderung minim risiko penularan Covid-19 perlu makin dikembangkan di Indonesia.

Potensi itu ada karena experiential tourism memberikan pengalaman wisata yang biasanya hanya melibatkan beberapa orang dalam satu kelompok wisatawan. Hal ini memudahkan pengawasan terhadap status kesehatan dan perilaku wisatawan agar sesuai protokol kesehatan.

Selain itu, rangkaian program wisata dirancang dengan memperhatikan pengalaman wisatawan sejak sebelum berangkat hingga kembali ke daerah asal yang membantu memberikan jaminan kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bagi wisatawan.

Adapun fasilitator experiential tourism tidak hanya berperan sebagai pemandu wisata, tetapi juga pemandu bagi proses penghayatan peserta terhadap pengalaman yang didapat sekaligus pengawas agar penularan Covid-19 bisa diminimalkan. (Desyinta Nuraini, Roni Yunianto) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Saeno

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.