Kasus Pelecehan Seksual di Luwu Timur Tak Ditarik ke Mabes Polri

Sebelumnya, Koalisi Bantuan Hukum Advokasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak mendesak Kapolri Listyo Sigit membuka kembali penyelidikan kasus pemerkosaan tiga anak di Luwu Timur yang dihentikan oleh Polres Luwu Timur. Koalisi pun meminta kasus itu dialihkan Proses Penyelidikannya kepada Mabes Polri.

Redaksi

11 Okt 2021 - 13.30
A-
A+
Kasus Pelecehan Seksual di Luwu Timur Tak Ditarik ke Mabes Polri

Ilustrasi - Kampanye menuntut penghentian kekerasan terhadap anak-anak./Antara-R.Rekotomo

Bisnis JAKARTA - Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur akan tetap ditangani Polda Sulsel. Meski memerintahkan kasus tersebut dibuka kembali Mabes Polri memutuskan tidak mengambil alih penanganannya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyampaikan Mabes Polri tidak mengambil alih kasus dugaan pemerkosaan atau pelecehan seksual tiga anak di bawah umur tersebut.

Kasus yang terjadi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel) itu tetap ditangani Polda Sulsel.

“Tidak [ambil alih]. Kasus ini tetap ditangani Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan, tim dari Mabes Polri hanya mendampingi kasus ini,” ujar Rusdi Hartono dalam keterangan tertulisnya, Senin (11/10/2021).

Bareskrim Polri sebelumnya telah mengirim satu tim asistensi ke Polda Sulsel untuk menangani kasus tersebut. Tim akan mengevaluasi langkah-langkah yang sudah dilakukan penyidik.

“Tentunya akan memberikan asistensi terhadap penyidik apabila nanti penyelidikan ini akan dilakukan kembali berdasarkan nanti apabila terdapat alat bukti baru,” kata Rusdi.

Sebelumnya, Koalisi Bantuan Hukum Advokasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak mendesak Kapolri Listyo Sigit membuka kembali penyelidikan kasus pemerkosaan tiga anak di Luwu Timur yang dihentikan oleh Polres Luwu Timur. Koalisi pun meminta kasus itu dialihkan Proses Penyelidikannya kepada Mabes Polri.

“Dengan cara secara penuh melibatkan tim kuasa hukum, pelapor sebagai ibu para anak korban, serta pendamping sosial anak, menghadirkan saksi dan ahli, melengkapi berkas perkara dengan laporan sosial, dan petunjuk lain dalam penyelidikan, serta memastikan perlindungan korban dan akses terhadap pemulihan bagi para anak korban dan pelapor,” kata perwakilan koalisi, Muhammad Haedir selaku Direktur LBH Makassar, Sabtu (9/10/2021).

Koalisi juga meminta semua pihak termasuk Polisi melindungi identitas korban dengan tidak menyebarkan dan mempublikasikannya. Secara khusus hal itu terkait beredarnya klarifikasi dari Humas Polres Lutim yang mencantumkan identitas orangtua anak korban.

Larangan membuka identitas anak korban ditentukan dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Identitas sebagaimana dimaksud meliputi nama anak, nama anak korban, nama anak saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono./Antara-Laily Rahmawaty

“Kami pun mendesak sanksi tegas bagi anggota polisi yang terbukti melakukan tindakan tersebut,” ujarnya.

Selain itu, koalisi meminta Kapolri mengevaluasi kinerja kepolisian dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Kritik publik dan temuan pelanggaran oleh anggota Polri terhadap penanganan kasus ini menunjukkan urgensi Polri untuk segera dan sungguh-sungguh membenahi kinerja institusinya dalam penanganan kasus kekerasan seksual.

“Sebagai bagian dari sistem penegakan hukum Polri bertanggung jawab untuk memastikan proses yang berkeadilan bagi korban kekerasan seksual,” katanya.

Bukti Baru

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyarankan pelapor kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual terhadap tiga orang anak di Kecamatan Maili, Luwu Timur Sulawesi Selatan memberikan bukti baru terkait laporannya.

Dengan begitu tim penyidik dari Polres Luwu Timur bisa membuka lagi kasus tersebut dan menetapkan tersangka.

"Jadi untuk menyelesaikan konflik ini, Polres Luwu membuka diri kepada pelapor untuk memberikan bukti baru," tutur Komisioner Kompolnas Poengky Indarty kepada Bisnis, Senin (11/10/2021).

Menurut Poengky, sebagai aparat penegak hukum, Polres Luwu Timur harus mengedepankan serta menghormati asas praduga tidak bersalah dalam perkara tersebut. "Karena itu penting sekali bagi tim penyidik untuk menguatkan lidik sidiknya, harus didukung dengan scientific crime investigation," ujarnya.

Berkaitan dengan perkara itu, Poengky menilai Polri sudah bekerja secara professional dan transparan serta akuntabel. Menurut Poengky, pihak pelapor juga sudah dimudahkan dalam membuat laporan Kepolisian.

"Nah, dalam kasus Luwu tersebut, kami melihat polisi sudah cepat melayani, termasuk dengan melakukan VER, pemeriksaan psikologi dan mendengar keterangan saksi-saksi, sehingga tidak benar jika polisi lambat menangani kasus ini," ujar Poengky.

Kasus dugaan kekerasan seksual terhadap tiga anak terungkap setelah ibu korban melaporkan ke Polres Luwu Timur. Namun, laporan tersebut diduga tidak ditindaklanjuti secara optimal oleh kepolisian. Ibu korban menuding polisi abai dan tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang disampaikan pihak korban.

Versi polisi penyelidikan dihentikan karena tidak ada alat bukti yang mendukung dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah kandung tiga anak yang dilaporkan menjadi korban. (Indra Gunawan, Nancy Junita Sholahuddin Al Ayyubi, Edi Suwiknyo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Saeno

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.