Kekerasan Seksual di Luwu Timur, Negara Tidak Boleh Lepas Tangan

Negara harus memastikan melindungi rakyat dari kejahatan seksual, termasuk anak-anak. Negara tidak boleh abai, apalagi membiarkan kasus-kasus kekerasan seksual lepas begitu saja.

Tim Redaksi

8 Okt 2021 - 21.45
A-
A+
Kekerasan Seksual di Luwu Timur, Negara Tidak Boleh Lepas Tangan

Ilustrasi laporan situs projectmultatuli.org terkait kasus perkosaan terhadap tiga orang anak./instagram-projectm_org

Bisnis, JAKARTA - Negara diminta hadir dan bertindak tegas atas terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak. Aparat penegak hukum harus megusut kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak yang kian meningkat akhir-akhir ini.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menyusul kasus kekerasan seksual terhadap tiga orang anak yang diduga dilakukan oleh ayah mereka sendiri di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan,

“Negara harus memastikan melindungi rakyat dari kejahatan seksual, termasuk anak-anak. Negara tidak boleh abai, apalagi membiarkan kasus-kasus kekerasan seksual lepas begitu saja,” kata Ace, Jumat (8/10/2021).

Ace menegaskan kekerasan seksual terhadap anak harus dicegah dan dihentikan, karena sangat mempengaruhi terhadap tumbuh kembang anak. Apalagi, jika kekerasan itu berupa pemerkosaan terhadap anak yang pasti akan berpengaruh secara psikologi.

“Selain keji, kekerasan seksual dapat menimbulkan trauma mendalam bagi korban. Negara harus bisa memastikan melindungi korban termasuk dalam proses hukumnya. Kita tidak boleh melepas kasus-kasus kejahatan seksual,” ucap Ace.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily/Antara

Penyelidikan kasus yang terjadi tahun 2019 itu telah dihentikan, dengan alasan kurangnya bukti. Ace berharap ada pendalaman kasus. mengingat persoalan ini juga telah menimbulkan keresahan publik.

“Setiap kekerasan terhadap anak harus diusut tuntas dan diberikan hukuman sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tegasnya.

Ketiga anak korban kekerasan seksual di Luwu Timur beserta ibunya sudah mendapat pendampingan dari LBH Makassar. Meski begitu, Komisi VIII DPR meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) ikut mengawal kasus ini.

“Kekerasan seksual dapat merusak masa depan anak dan tentu saja ini akan berdampak terhadap generasi penerus bangsa. DPR RI juga akan ikut mengawal kasus kekerasan seksual terhadap anak di Luwu Timur,” ujar Ace.

Berdasarkan data Kementerian PPPA, kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada tahun 2020 yakni sekitar 7.191 kasus. Sementara itu, hingga 3 Juni 2021, terdapat 1.902 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Banyaknya kasus kekerasan seksual, termasuk kepada anak, menjadi alasan DPR berkomitmen membuat regulasi yang tepat terhadap kasus-kasus kekerasan seksual melalui RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). RUU TPKS berperspektif dan berpihak kepada korban.

Tim Khusus Kementerian PPPA 

Menanggapi polemik penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) akan menurunkan tim khusus untuk melakukan asesmen lanjutan.

"Kami akan menurunkan tim untuk mendalami penanganan kasus ini. Kami harap semua pihak dapat bekerja sama dan saling mendukung dalam prosesnya. Kami juga mendorong semua pihak, khususnya pendamping kasus, untuk turut serta mengumpulkan setiap informasi penting terkait kasus ini," kata Menteri PPPA Bintang Puspayoga melalui pernyataan resminya, dikutip Jumat (8/10/2021).

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga saat menjawab pertanyaan pada rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/6/2020)./Antara-Puspa Perwitasari

Bintang mengungkapkan, sejak 2019 sampai dengan 2020 pihaknya sudah melakukan koordinasi terkait kasus tersebut bersama UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak) dan Dinas PPPA Provinsi Sulawesi Selatan.

Saat koordinasi dilakukan, proses hukum sudah berjalan dengan semestinya dan ditemukan tidak cukup bukti untuk memproses kasus ini lebih lanjut. "Untuk itu, pihak kepolisian menghentikan kasusnya sementara, namun kasus ini bisa dibuka kembali dengan catatan ada bukti-bukti baru yang ditemukan. Oleh karena itu, keterlibatan semua pihak menjadi penting untuk membantu mencari titik terang kasus ini," tuturnya.

Perintah Mabes Polri

Mabes Polri telah memerintahkan Kapolres Luwu Timur untuk membuka kembali kasus dugaan tindak pidana pencabulan oleh seorang ayah kepada anaknya sepanjang ditemukan alat bukti baru (novum).

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol. Rusdi Hartono mengakui Polres Luwu Timur telah menghentikan perkara yang sudah masuk tahap penyelidikan itu. 

Pasalnya, menurut Rusdi, setelah penyidik Polres Luwu Timur melakukan ekspose (gelar) perkara, tidak ada alat bukti yang cukup untuk melanjutkan perkara tindak pidana pencabulan tersebut.

"Jadi dari kesimpulan gelar perkara itu adalah tidak cukup bukti terkait tindak pidana pencabulan itu. Oleh karena tidak cukup bukti, maka dikeluarkan surat penghentian penyidikan kasus tersebut," tutur Rusdi di Mabes Polri, dikutip Jumat (8/10/2021).

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Rusdi Hartono. /Antara-Laily Rahmawaty

Kendati demikian, kata Rusdi, tim penyidik Polres Luwu Timur juga tetap harus mendalami perkara tersebut. Menurut Rusdi, jika ditemukan ada alat bukti baru atau bukti lainnya, maka kasus perkara tindak pidana pencabulan ayah kepada anaknya di Luwu Timur bisa dibuka atau diselidiki kembali.

"Nanti apabila memang dalam proses berjalannya ditemukan bukti yang baru, maka tidak menutup kemungkinan penyidikannya akan dibuka kembali," katanya.

Project Multatuli

Kasus pemerkosaan di Luwu Timur viral setelah diangkat oleh Project Multatuli di situs projectmultatuli.org lewat laporannya berjudul "Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan" pada Rabu (6/10/2021).

Lydia, bukan nama sebenarnya, melaporkan mantan suaminya karena diduga memperkosa tiga anaknya yang masih di bawah usia 10 tahun. Lydia mengadu ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Luwu Timur, lalu melaporkan ke Polres Luwu Timur.

Di kedua institusi ini Lydia mengaku tidak mendapatkan keadilan. Dia bahkan dituding punya gangguan kesehatan mental. Mantan suaminya yang merupakan aparatur sipil negara di kantor dinas pemerintahan Luwu Timur, Sulawesi Selatan biasa menjemput anak-anak Lydia saat sepulang sekolah dengan memberi jajan atau makanan.

Ketiga anak Lydia masih dibawah umur 10 tahun. Oktober 2019, anak-anaknya mengeluh sakit dan menceritakan kepada ibunya perlakuan mantan suaminya kepada mereka.

Sejak saat itu Lydia melaporkan kasus tersebut ke Polres Luwu Timur, namun pada 10 Desember 2019, polisi menghentikan proses penyidikan.(John Andhi Oktaveri, Rezha Hadyan, Sholahuddin Al Ayyubi, Nancy Junita, Edi Suwiknyo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Saeno

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.