Menakar Dampak I-UAE CEPA bagi Perbaikan Kinerja Industri

Putaran pertama perundingan I-UAE CEPA akan dimulai besok, Kamis (2/9/2021) di Bogor. Akan tetapi, inisiasi pakta kerja sama bilateral ini belum menyentil optimisme pengusaha terkait dengan dampaknya terhadap industri manufaktur berorientasi ekspor.

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi & Reni Lestari

1 Sep 2021 - 19.19
A-
A+
Menakar Dampak I-UAE CEPA bagi Perbaikan Kinerja Industri

Presiden Joko Widodo berjalan bersama Putra Mahkota Uni Emirat Arab Syeikh Mohammad bin Zayed Al-Nahyan di Istana Bogor, Bogor, Jawa Barat, Rabu (24/7/2019)./Bloomberg

Bisnis, BOGOR — Indonesia-United Arab Emirates (UAE) Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) bakal diinisiasi pekan ini oleh kedua negara. Sejauh mana pakta ini membawa angin segar bagi pelaku industri di Tanah Air?

Untuk diketahui, I-UAE CEPA akan diluncurkan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dengan Minister of State for Foreign Trade UAE Thani bin Ahmed Al Zeyoudi di Bogor, besok, Kamis (2/9/2021).

Penandatanganan pernyataan bersama tingkat menteri ini sekaligus menandai dimulainya negosiasi kemitraan ekonomi komprehensif tersebut dalam putaran pertama selama 2—4 September 2021.

Bagaimanapun, I-UAE CEPA belum sepenuhnya disambut antusias oleh pelaku industri di Tanah Air.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengatakan I-UAE CEPA belum dapat diukur dampaknya terhadap kinerja manufaktur yang masih berada di zona kontraksi saat ini.

Salah satu fasilitas produksi industri makanan./dok. Kemenperin

Inisiasi pakta baru tersebut juga belum bisa langsung menyentil optimisme pelaku usaha dalam rangka perbaikan performa industri berorientasi ekspor.  

Shinta menilai perundingan tersebut hanya akan memberikan alternatif bagi pelaku usaha untuk mengeksplorasi potensi pasar kedua negara. 

“Karena itu, kami tidak bisa melihat bagaimana dampaknya terhadap kinerja industri dalam jangka pendek,” kata Shinta melalui keterangan tertulis, Rabu (1/9/2021). 

Apalagi, Shinta menambahkan, porsi industri manufaktur nasional yang mengekspor ke UEA relatif terbatas. Kendati demikian, dia menegaskan, Kadin tetap menyambut positif inisiatif negosiasi putaran pertama pakta tersebut. 

“Kami harapkan dapat meningkatkan minat pelaku usaha nasional untuk melakukan ekspansi ekspor ke UEA sekaligus meningkatkan confidence calon investor dari UEA untuk berinvestasi di Indonesia dalam jangka pendek,” kata dia. 

Menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah otoritas perdagangan, nilai perniagaan Indonesia dan UEA per semester I/2021  mencapai US$1,86 miliar.

Pada periode tersebut, ekspor Indonesia ke UEA tercatat mencapai US$0,85 miliar. Impor Indonesia dari UEA tercatat US$1 miliar.

Adapun, komoditas ekspor utama Indonesia ke UEA mencakup minyak sawit, perhiasan, tabung dan pipa besi, mobil dan kendaraan bermotor, serta kain tenun sintetis.

Sebaliknya, komoditas impor utama Indonesia dari UEA di antaranya produk setengah jadi besi atau baja, hidrokarbon acyclic, aluminium tidak ditempa, logam mulia koloid, dan polimer propilena.

Sementara itu, total perdagangan Indonesia–UEA pada 2020 tercatat sebesar US$2,93 miliar. Total ekspor Indonesia ke UEA pada 2020 senilai US$1,24 miliar, sedangkan impor Indonesia dari UEA tercatat senilai US$1,68 miliar. 

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sebelumnya mengatakan UEA merupakan mitra dagang strategis bagi Indonesia. Menjelang Expo 2020 Dubai, pemerintah ingin memanfaatkan momen untuk menggenjot ekspor produk industri lokal ke UEA.

“Peluncuran perundingan tersebut diharapkan dapat memperkuat hubungan kerja sama, terutama di sektor perdagangan dan investasi, sekaligus mendorong pemulihan perekonomian akibat pandemi Covid-19,” ujar Lutfi, Minggu (29/8/2021).

Selain itu, lanjutnya, langkah ini akan memperlebar peluang penetrasi produk Indonesia, tidak hanya di kawasan Timur Tengah tetapi juga Afrika dan Eropa.

PEMBALIKAN KINERJA

Pada perkembangan lain terkait dengan kinerja industri dalam negeri,  Menteri Perindustrian meyakini posisi Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia akan terus berarak ke zona ekspansi di atas 50 hingga akhir tahun ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, HIS Markit melaporkan PMI manufaktur Indonesia pada Agustus 2021 bertengger di level 43,7 alias naik tipis dari bulan sebelumnya di level 40,3; kendati masih berkutat di zona kontraksi.

"Manufaktur di Indonesia berkorelasi sekali dengan aktivitas masyarakat. Pembatasan membuat industri melakukan penyesuaian. Nah pada Agustus sudah mulai ada pembukaan aktivitas. Maka dari itu ada perbaikan dari angka Juli,"  kata Agus kepada Bisnis, Rabu (1/9/2021).

Agus optimistis PMI manufaktur akan terkerek ke teritori ekspansi pada September 2021. "Saya optimistis next month kita sudah masuk zona ekspansi," lanjutnya.

Peneliti di Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus menyebutkan sejumlah sektor yang kemungkinan akan meningkat dan mendongkrak kinerja manufaktur a.l. makanan minuman, kimia farmasi dan obat tradisional, serta industri logam.

"Kemudian bisa juga peningkatan terjadi pada industri alat angkutan atau otomotif karena masih ada keringanan PPnBM [Pajak Penjualan atas Barang Mewah] meskipun tidak lagi 100%," kata Ahmad, Rabu (1/9/2021).

Pada skenario optimistis, kondisi penanganan Covid-19 yang makin membaik dan program vaksinasi uang dipercepat akan berakibat pada lebih banyak lagi sektor manufaktur yang dilonggarkan aktivitasnya.

Hal itu berpeluang mengerek kepercayaan pengusaha untuk melakukan ekspansi. "Manajer atau pengusaha melihat kepastian itu untuk memutuskan ekspansi," kata Heri.

Jika kepercayaan pengusaha untuk berekspansi kembali pulih, lanjutnya, serapan tenaga kerja pun perlahan akan pulih.

Bagaimanapun, untuk saat ini, Heri menilai PMI yang masih berada di zona kontraksi selama dua bulan berturut-turut mengisyaratkan keyakinan dunia usaha atas kepastian prospek ekonomi belum membaik.  

"[Pesimisme pengusaha] ini bisa direfleksikan dengan PMI yang menuju kontraksi. Artinya, dari sisi dunia usaha atau sektor riil, ada ketidakyakinan atas ketidakpastian ekonomi dalam satu dua bulan," katanya.

Secara tren, Ahmad juga memandang naik-turun angka PMI sepanjang tahun ini berbanding lurus dengan arah kebijakan pemerintah pada penanganan pandemi.

Sepanjang Semester I/2021, angka PMI terus berada di level ekspansi, sebelum terjun ke angka 40,1 pada Juli dari bulan sebelumnya 53,5.

Dia berharap untuk bulan-bulan mendatang, ketika ada perbaikan penanganan pandemi yang berimplikasi pada pelonggaran aktivitas ekonomi, indeks manufaktur akan terus terdongkrak.

"Ketika kondisi Covid-nya membaik, jumlah yang terpapar makin berkurang, ada kemungkinan untuk ekspansi lagi. Mudah-mudahan tidak ada gelombang-gelombang berikutnya," lanjut Ahmad.

Pada skenario optimistis jika pelonggaran diberlakukan dan tingkat vaksinasi terus melaju, tekanan pada ketenagakerjaan diharapkan juga melonggar.  

Hal itu akan berdampak pada naiknya kepastian bagi dunia usaha sehingga mendorong ekspansi sepanjang sisa tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.