Minim Industri Antara, Penghiliran Produk Mineral Setengah Hati?

Selama ini, industri antara menjadi penghubung antara hasil mineral logam olahan smelter dan industri produk jadi. Terputusnya rantai industri ini membuat penerimaan negara menjadi tidak optimal.

Rayful Mudassir

10 Des 2021 - 16.08
A-
A+
Minim Industri Antara, Penghiliran Produk Mineral Setengah Hati?

Pekerja mengeluarkan biji nikel dari tanur dalam proses furnace di smelter PT Vale Indonesia di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Sabtu (30/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki

Bisnis, JAKARTA — Minimnya jumlah industri antara di dalam negeri membuat serapan produk mineral hasil olahan smelter masih rendah. Perlu adanya pemetaan ulang industri eksisting untuk kemudian dibarengi dengan menggenjot industri antara.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan smelter di dalam negeri masih mengolah produk mineral logam dengan tingkat olahan rendah.

Selama ini, imbuhnya, industri antara menjadi penghubung antara hasil mineral logam olahan smelter dan industri produk jadi. Terputusnya rantai industri ini membuat penerimaan negara menjadi tidak optimal.

"Ketiadaan industri antara tersebut membuat Indonesia mengekspor produk olahan tingkat awal, kemudian mengimpor kembali untuk proses menjadi produk jadi," katanya kepada Bisnis, Kamis (9/12/2021).

Dia memberikan contoh, misalnya pada produk nikel. Industri hanya mengolah komoditas bijih nikel menjadi nickel pig iron, nickel matte, dan ferro nickel. Hasil olahan tersebut belum dapat diserap maksimal di industri antara dalam negeri menjadi produk jadi.

Dalam prosesnya, hasil tambang akan diolah melalui smelter. Hasil olahan itu kemudian diekspor ke pasar global karena tidak ada industri antara yang dapat menyerap. Industri tersebut tersebar di sejumlah negara, termasuk China.

Dia menjelaskan bahwa pemerintah beberapa kali telah mendorong penghiliran produk mineral logam termasuk batu bara. Akan tetapi, upaya tersebut tidak sejalan dengan kondisi lapangan.

“Sesuai dengan program pemerintah untuk membawa dia [dari hulu] ke hilir, ke baterai sampai kendaraan listrik, tapi belum bisa sehingga harus ekspor [untuk diolah] dulu, baru impor [lagi],” tuturnya.

Tidak jauh berbeda, Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) mengungkapkan bahwa serapan domestik untuk produk olahan smelter masih di bawah 5% dari total produksi.

Sekitar 95% produk hasil olahan di smelter diekspor ke sejumlah negara tradisional terutama China. Negara itu masih menjadi negara utama pengimpor produk olahan nikel dari dalam negeri.

Dia menerangkan bahwa pada industri baterai, LG dan Hyundai telah membenamkan investasi Indonesia untuk memproduksi baterai. Namun, produk hilir tersebut nantinya tetap memerlukan komponen seperti katoda hingga lithium karena industri tersebut belum ada di Indonesia.

“Antara industri baterai dengan industri yang mengolah produk olahan dari smelter ini yang belum ada. Antara hasil olahan nikel dengan industri hilir di baterai itu yang belum ada,” terangnya.

Sementara itu pada industri besi dan baja, CORE Indonesia mendorong agar PT Krakatau Steel Tbk. (KRAS) dapat dimanfaatkan sebagai penyerap hasil olahan smelter untuk produk besi baja.

Faisal menduga adanya ketidakcocokan antara kebutuhan KRAS dengan hasil olahan smelter. “Sepertinya ada yang missing link antara yang dibutuhkan Krakatau Steel untuk membuat besi baja dengan bahan baku yang semestinya disuplai oleh smelter,” katanya.

Karyawan PT Krakatau Steel Tbk. menyelesaikan pembuatan pipa baja disebuah pabrik di Cilegon, Banten./Bisnis

Selama ini, KRAS masih mengimpor kebutuhan untuk produksi besi-baja, padahal Indonesia salah satu penghasil logam maupun bijih besi untuk menghasilkan produk jadi.

“Makanya mestinya kan linked [industri antara] ini dibangun di dalam negeri, bukan hanya berorientasi pada kebutuhan yang ada di luar negeri,” katanya.

Dia menilai perlu adanya pemetaan ulang industri eksisting. Selain itu, koordinasi antara Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian mesti diperkuat. Langkah ini kemudian dibarengi dengan menggenjot industri antara dalam negeri.

Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengakui belum berkembangannya industri hilir stainless steel hingga baterai kendaraan listrik, menjadikan produk olahan lebih dominan diekspor. 

“Sayangnya, industri end product berbasis stainless steel maupun baterai mobil listrik, belum berkembang di Indonesia, sehingga produk tersebut lebih banyak diekspor terutama ke China dan beberapa negara lain,” katanya kepada Bisnis, Kamis (9/12/2021).

Tahun ini, pemerintah membidik pembangunan 23 smelter melalui pembangunan 4 smelter pada tahun ini. 

Rizal menyebutkan bahwa hingga kini hanya nikel yang telah memiliki 13 smelter. Direncanakan 17 perusahaan akan membangun smelter, sehingga bakal ada 30 perusahaan smelter nikel di Indonesia. 

Sementara itu, smelter bauksit baru dibangun oleh dua perusahaan. Rencananya akan ada 9 smelter bauksit dalam beberapa tahun ke depan. Kemudian smelter tembaga besi dan mangan baru memiliki 2 smelter. 

Total pemerintah merencanakan 53 smelter hingga 2024 untuk mengolah produk mineral logam. 

“Untuk komoditas bauksit, hilirisasi dari tambang bauksit menjadi produk antara hingga ke industri hilir, sudah cukup memadai. Pabrik pengolahan dan downstream industri di dalam negeri sudah tersedia,” katanya.

Lebih lanjut, Perhapi menilai beberapa jenis produk antara telah dimiliki pada komoditas nikel. Begitu juga dengan produk hilir aneka jenis stainless steel telah berproduksi di Tanah Air. 

Pada komoditas tembaga, beberapa pabrik pengolahan juga disebut telah memiliki produk antara meski masih kecil, salah satunya PT Smelting Gresik di Jawa Timur. 

Di sisi lain, pohon industri timah belum memadai di Indonesia, termasuk industri produk hilir yang belum berdiri banyak. Kondisi ini menyebabkan industri dalam negeri masih mengimpor bahan baku seperti tin plate.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti*

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.