Pelajaran Erupsi Semeru, RI Butuh Jaringan Telco Kebal Bencana

Erupsi Gunung Semeru berdampak terhadap pasokan arus listrik dan infrastruktur telekomunikasi.  Untuk itu, dalam  membangun sebuah jaringan di suatu kawasan rawan bencana, perusahaan telekomunikasi perlu mempertimbangkan konsep network resilience. 

Leo Dwi Jatmiko

7 Des 2021 - 15.04
A-
A+
Pelajaran Erupsi Semeru, RI Butuh Jaringan Telco Kebal Bencana

Warga mengamankan barang berharga miliknya dari rumahnya yang rusak akibat diterjang material guguran awan panas Gunung Semeru di Desa Sumber Wuluh, Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). Akibat awan panas guguran Gunung Semeru tersebut puluhan rumah warga rusak dan ratusan warga mengungsi. ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Bisnis, JAKARTA — Berkaca pada peristiwa erupsi Gunung Semeru pekan lalu yang menyebabkan layanan seluler di sejumlah titik di Jawa Timur terganggu, Indonesia dinilai perlu menyeriusi pembangunan jaringan telekomunikasi yang lebih tahan banting terhadap bencana.

Pembangunan jaringan di kawasan rawan bencana pun dinilai tidak cukup hanya mengandalkan satu lapisan atau satu ring

Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan, dalam  membangun sebuah jaringan di suatu kawasan rawan bencana, perusahaan telekomunikasi perlu mempertimbangkan konsep network resilience. 

(BACA JUGA: Antisipasi Omicron, Industri Telco Siapkan Skenario Terburuk)

Konsep network resilience adalah sebuah konsep jaringan dengan toleransi kegagalan yang rendah. Jaringan dengan konsep tersebut dapat pulih dengan cepat ketika terjadi sebuah kendala atau permasalahan. 

“Dengan kata lain apabila terjadi gangguan pada daerah rawan bencana, akan memiliki cadangan jaringan yang secara adaptif terbentuk, sehingga jaringan tetap tersedia,” kata Ian, Selasa (7/12/2021).

(BACA JUGA: Retribusi Daerah Jadi Pemicu Rendahnya Kualitas Internet RI)

Terkait dengan jumlah ring, Ian menjelaskan pada umumnya satu wilayah memiliki satu ring cadangan. Namun, untuk jaringan yang lebih andal, dibutuhkan lebih dari satu ring agar pemulihan jaringan tidak hanya cepat dan juga kualitasnya terjaga. 

Bagaimanapun, implementasi network resilience tidaklah mudah. Ian menuturkan tantangan dalam menggelar jaringan yang kebal gangguan berada pada biaya dan waktu penggelarannya. 

(BACA JUGA: Risiko Dikotomi Bisnis Telkom & Telkomsel ala Erick Thohir)

Jika dahulu operator hanya mengeluarkan biaya untuk membangun satu lingkar jaringan, dalam konsep network resilience, ongkos yang dikeluarkan bisa dua kali lipat atau minimal mereka harus menjalin kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi lainnya.

“Selain itu karena melalui beberapa lokasi geografis yang berbeda sehingga perlu tim pendukung yang tersebar juga,” kata Ian. 

Presiden Jokowi meninjau langsung lokasi terdampak erupsi Gunung Semeru, di Kabupaten, Lumajang, Jatim, Selasa (7/12/2021) - BPMI Setpres/Laily Rachev

Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi sebelumnya mengatakan erupsi Gunung Semeru berdampak terhadap pasokan arus listrik dan infrastruktur telekomunikasi. 

Erupsi Gunung Semeru, kata Dedy, telah memutus jaringan tulang punggung milik Telkom, Biznet, dan Fiberstar yang merupakan jaringan tulang punggung untuk layanan seluler. 

“Erupsi Gunung Semeru memutus jaringan kabel telekomunikasi [backbone] operator seluler,” kata Dedy.

Dia menjelaskan proses pemulihan terus dilakukan, tetapi terkendala kondisi wilayah yang masih berbahaya. 

Sementara itu, Vice President Corporate Communication PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. Pujo Pramono mengatakan perseroan telah melakukan pengaturan ulang (rerouting) jaringan serat optik yang terputus. 

Rusaknya infrastruktur tidak mengganggu layanan telekomunikasi dari dan menuju Lumajang karena dapat dilayani dengan jalur alternatif. 

“Telkom telah melakukan rerouting untuk link ruas jaringan yang putus Lumajang—Malang menggunakan rute lainnya,” kata Pujo. 

Pujo menambahkan saat ini Telkom terus melakukan pengecekan dan mempercepat pemulihan layanan di beberapa lokasi yang terdampak atau terkendala catuan listrik. 

FREKUENSI KEBENCANAAN

Sementara itu, Direktur Eksekutif ICT institute Heru Sutadi menilai Indonesia perlu membangunan sistem komunikasi khusus penanggulangan bencana.

Aksi nyata dalam pembangunan sistem tersebut adalah dengan menyediakan frekuensi khusus kebencanaan hingga base transceiver station (BTS) bergerak. 

Direktur Eksekutif ICT institute Heru Sutadi mengatakan penguatan sistem telekomunikasi dalam menghadapi bencana tidak cukup dengan menyediakan jaringan cadangan. 

Pemerintah dan segenap pemangku kepentingan harus memiliki sistem public protection and disaster relief (PPDR) atau perlindungan masyarakat dan penanggulangan bencana. 

“PPDR ini menggunakan frekuensi khusus Kemudian ada mobil BTS yang bergerak saat bencana, di mana semua teknologi ada dalam mobil dan bisa siap dipakai,” kata Heru. 

Sekadar informasi, pada 2019 Kemenkominfo sempat melakukan uji coba implementasi PPDR di kawasan Pangandaran, Jawa Barat. 

Uji coba itu ditujukan untuk menyiapkan sistem komunikasi radio yang responsif dan andal dalam manajemen penanggulangan bencana, terutama dalam situasi dan waktu yang kritis ketika terjadi bencana.

Dalam uji coba dilakukan demo uji SMS Blast, Panggilan Suara antar petugas, Pengiriman Gambar dan Video secara Real Time, dan Pengujian Fitur-Fitur pada Aplikasi Layanan Radio Komunikasi. 

Sistem tersebut bertujuan untuk melancarkan proses koordinasi sebelum, saat dan setelah terjadi bencana. 

Uji coba menggunakan kanal frekuensi 700 MHz. Kemenkominfo memantau dengan ketat proses tersebut agar uji coba tidak mengganggu kegiatan masyarakat di kawasan Pangandaran dan sekitarnya. Hingga saat ini tidak ada kejelasan dari keberlanjutan program tersebut. 

Heru mengatakan untuk menerapkan PPDR butuh dukungan dari berbagai pemangku kepentingan. 

“Butuh bantuan dan dukungan dari pemerintah, vendor dan operator,” kata Heru. 

ANTISIPASI OPERATOR

Dari sisi operator telekomunikasi, PT Indosat Tbk. (ISAT) menyiapkan sejumlah cara untuk menjaga jaringan mereka tetap andal atau pulih dalam waktu cepat jika terjadi bencana. 

SVP-Head of Corporate Communications Steve Saerang mengatakan salah satu upaya yang dilakukan perseroan untuk menjaga keandalan jaringan dimulai dari penggunaan baterai yang ada di setiap site

Selain baterai, untuk mengantisipasi padam listrik Indosat juga menyiapkan generator di site hub

“Indosat juga melakukan pemantauan i-NOC yang secara waktu nyata untuk dapat mengatur ulang lalu lintas ke BTS yang ada disekitarnya,” kata Steve. 

Sekadar informasi, i-NOC atau Indosat Network Operation Center (i-NOC) adalah pusat pemantauan performa jaringan Indosat secara nasional, baik untuk layanan seluler maupun layanan enterprise corporate (Fixed MIDI) dan lain sebagainya. 

Selain itu, kata Steve, saat terjadi bencana Indosat akan mobilisasi tim dan mobile BTS dengan mempertimbangkan aspek keselamatan dan akses menuju lokasi bencana.

Dia menuturkan tantangan dalam menghadapi keadaan bencana seperti erupsi gunung adalah ketika pasokan listrik primer (PLN) mengalami kendala. 

Sistem kelistrikan cadangan yang sudah dipersiapkan seperti baterai dan juga genset memiliki jangka waktu terbatas dalam melakukan pasokan daya cadangan. 

Secara berkala genset tersebut harus dikunjungi untuk dilakukan penambahan bahan bakar kembali. Namun, dikarenakan keterbatasan akses pasca bencana, kunjungan ke site oleh tim tidak mudah dapat dilakukan. 

Sementara itu, PT Hutchison 3 Indonesia menyiapkan lingkar serat optik dan infrastruktur gelombang mikro atau microwave untuk mengantisipasi gangguan jaringan karena bencana. 

Wakil President Direktur Tri Indonesia Danny Buldansyah mengatakan untuk situasi darurat di area rawan bencana, perusahaan selalu menyiapkan sistem cadangan atau redundant. 

“Kami selalu menyiapkan minimal 1 ring serat optik sebagai backup dari serat optik lainnya. Selain itu, ada juga backup melalui microwave apabila terjadi double cut,” kata Danny. 

Danny menambahkan dalam membangun infrastruktur dan jaringan inti maupun cadangan di area rawan bencana ketersediaan perangkat dan biaya yang lebih besar menjadi salah satu tantangan. 

Jaringan di daerah rawan bencana memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan daerah lain. 

“Kami juga membekali tim di lapangan dengan perangkat keamanan yang lebih untuk keselamatan,” kata Danny. 

Dalam bencana erupsi Gunung Semeru, kata Danny, site dan jaringan Tri tidak terdampak dan berjalan normal di area Gunung Semeru. Meski demikian, tim teknikal lapangan Tri terus memantau kondisi terkini pascaerupsi. 

“Kami akan selalu memastikan pelanggan dapat mengakses seluruh layanan kami dengan lancar,” kata Danny. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.