Potensi IPO Jumbo Rp9 Triliun Lebih, Sudahkah Bursa Selektif?

Pada Semester II/2023 Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat akan ada 3 penawaran umum perdana (IPO) jumbo di atas Rp9 triliun. Namun, beberapa IPO terakhir dinilai kurang berkualitas, sehingga kemampuan bursa menyeleksi calon emiten dipertanyakan.

Rinaldi Azka & Iim Fathimah Timorria

29 Jun 2023 - 14.50
A-
A+
Potensi IPO Jumbo Rp9 Triliun Lebih, Sudahkah Bursa Selektif?

Ilustrasi perdagangan Bursa Efek Indonesia./BISNIS

Bisnis, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi sinyal positif soal potensi penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) dengan nilai jumbo di atas Rp9 triliun pada paruh kedua 2023. Kehadiran IPO jumbo diharapkan dapat makin menyemarakkan transaksi saham yang cenderung lesu sepanjang semester pertama.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Iman Rachman mengatakan sejauh ini otoritas bursa tengah memproses pengajuan IPO dengan potensi nilai emisi di atas US$700 juta. Meskipun tidak memperinci calon-calon emiten yang akan melantai, dia meyakini kehadiran perusahaan-perusahaan ini bakal menambah pilihan investasi bagi investor.

“Hari ini sudah ada 3 perusahaan yang proceed dengan potensi penggalangan dana di atas US$700 juta atau di atas Rp9 triliun dan itu sangat besar. Jadi akan ada IPO jumbo yang akan menjadi katalis peningkatan perdagangan,” kata Iman saat berbicara tentang outlook semester II/2023, dikutip Kamis (29/6/2023).

Pencatatan saham oleh emiten baru pada 2023 tercatat telah menembus 44 perusahan dengan dana yang dihimpun sebesar Rp33,9 triliun. Jumlah perusahaan yang IPO pada 2023 ini makin mendekati target 2023 BEI yang dipatok sebanyak 57 perusahaan.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy mengemukakan tambahan jumlah perusahaan yang IPO sepanjang 2023 diikuti dengan arus masuk modal asing (net foreign inflow). 


Berdasarkan data yang dihimpun BEI, posisi net buy per 31 Mei 2023 mencapai Rp20,58 triliun dengan perincian sebesar Rp6,62 triliun pada kuartal I/2023 dan Rp13,97 triliun pada kurun April—Mei 2023. Situasi ini berbalik dari net sell Rp8,90 triliun pada kuartal IV/2022.

“Nilai transaksi harian memang turun, tetapi sudah ada sinyal positif. Misal dari asing yang net buy. Penurunan nilai transaksi juga dipengaruhi oleh investor ritel yang aktivitas transaksinya berkurang sejak kembali beraktivitas normal. Selain itu, alokasi dana juga beralih ke belanja keperluan lain,” kata Irvan.

Senada dengan Iman, Irvan menambahkan sisi pasokan saham juga berpotensi makin menarik pada semester kedua karena potensi IPO bernilai besar.

Baca Juga : Pertaruhan Emiten Properti Kejar Target di Paruh Kedua 2023 

“Dari sisi suplai, calon perusahaan tercatat proceed besar kami tunggu di semester kedua ini. Dengan IPO dengan nilai lebih dari US$700—US$800 juta akan membuat pilihan investasi dan transaksi makin banyak,” katanya.

Irvan juga menambahkan upaya peningkatan transaksi akan ditempuh dengan menambah investor ritel dan menggandeng investor institusi domestik. Selama kurun Januari—Mei 2023, nilai transaksi rata-rata investor institusi domestik hanya berjumlah Rp3,5 triliun, lebih rendah daripada 2022 yang sebanyak Rp3,6 triliun.

Baca Juga : Reksa Dana Pendapatan Tetap Konsisten Jadi Primadona

Minim Kualitas

Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan perusahaan tercatat baru tertinggi di dunia. Namun, performa saham anyar yang tidak sesuai harapan membuat Bursa Efek Indonesia diminta lebih selektif dalam memberi lampu hijau initial public offering (IPO).

Per Mei 2023, jumlah perusahaan tercatat mencapai 864 emiten. Jumlah ini naik 4,73 persen dibandingkan dengan akhir 2022 sebanyak 825 emiten.

Pertumbuhan emiten baru di bursa Indonesia tercatat lebih tinggi daripada bursa Thailand yang meningkat 1,48 persen. Pertumbuhan emiten di BEI bahkan melampaui Japan Exchange Group yang naik 0,28 persen atau Shenzhen Stock Exchange yang tumbuh 1,64 persen daripada posisi akhir 2022.

Sementara itu, per 23 Juni 2023, tercatat telah terdapat 44 perusahaan baru yang mencatatkan sahamnya di bursa. Namun tak sedikit yang menunjukkan performa harga jauh di bawah harga penawaran.

Contohnya adalah PT Menn Teknologi Indonesia Tbk. (MENN) yang kini bertengger di Rp46 per saham dari harga Rp78 per saham saat IPO 18 April 2023. Ada pula PT Multi Makmur Lemindo Tbk. (PIPA) yang kini dibanderol Rp55 per saham dari harga Rp105.


Menanggapi hal ini, Iman mengatakan otoritas bursa telah menerapkan seleksi yang ketat dan menjaring calon emiten berdasarkan kualitasnya. Dia mengatakan perkembangan harga merupakan hal yang berada di luar kendali bursa dan dipicu oleh mekanisme pasar.

“Kami mencari kualitas, tetapi kami juga mempersilakan perusahaan-perusahaan UMKM untuk listing, tetapi tetap yang punya potensi. Karena itulah kami punya papan akselerasi, papan utama dan papan pengembangan. Meskipun banyak perusahaan listing, kami juga banyak menolak,” kata Iman.

Dia menambahkan bahwa Bursa Efek Indonesia turut meminta perusahaan tercatat untuk menjaga keberlanjutan kinerja setelah IPO. Di sisi lain, dia mencatat tak semua perusahaan dengan harga saham di level puluhan rupiah menunjukkan performa buruk secara fundamental.

Baca Juga : Menyehatkan Utang Jumbo Pemerintah

“Kami sudah lakukan imbauan bagi perusahaan yang mau listing untuk menunjukkan kinerja baik, karena ada yang harganya Rp50, tetapi kinerja bagus dan tetap profit. Meski ada juga yang bermasalah. Kami terus lakukan perbaikan dan mengharapkan dukungan stakeholder untuk menjaga kualitas,” katanya.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna pada kesempatan yang sama menambahkan bahwa bursa tak selalu menerima pengajuan IPO oleh calon emiten sebagai upaya seleksi. Dia mengilustrasikan tingkat penolakan bisa mencapai 30 persen dari total pengajuan yang masuk.

“Probabilitas untuk suksesnya mereka masuk menjadi perusahaan tercatat pada saat pengajuan itu 70 persen. Artinya 30 persen berpotensi kami tolak. Bukan karena kami mengada-ada, tetapi kami memang selektif," jelas Nyoman.

Baca Juga : POJK Spin Off UUS Makin Matang, Kesiapan Perbankan Ditagih

Dia menambahkan bahwa BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperketat mekanisme pencatatan saham baru, baik dari sisi legal, fundamental, model bisnis hingga aspek kelangsungan usaha.

“Namun terbentuknya harga murni mekanisme pasar. Dalam hal sudah tercatat, kami mewanti-wanti manajemen wajib menunjukkan kinerja [baik] setelah IPO. Termasuk eksekusi rencana yang ada dalam prospektus,” kata dia.(Iim Fathimah Timorria)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rinaldi Azka

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.