Bisnis, JAKARTA – REI menyampaikan isyarat positif perpanjangan stimulus Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP), sementara developer diingatkan kemungkinan pasar jenuh terlalu cepat.
Sekjen DPP Realestat Indonesia (REI) Amran Nukman mengisyaratkan sinyal positif dari pemerintah mengenai perpanjangan stimulus PPN. Hal itu dia kemukakan saat berbicara dalam webinar outlook bisnis properti 2022 pada Rabu (22/12/2021) yang digelar Kadin DKI Jakarta.
Menurut dia, dalam pembahasan dengan pejabat Kemenko Perekonomian pada awal pekan ini, pemerintah memberikan respons yang cukup baik mengenai kemungkinan memperpanjang stimulus fiskal tersebut dengan pertanyaan mengenai besaran PPN yang harus ditanggung pemerintah jika kebijakan itu berlanjut hingga tahun depan.
“Untuk tahun ini, PPN yang ditanggung pemerintah sekitar Rp3 triliun dan itu sangat membantu bergeraknya roda bisnis properti yanhg mengerak 175 industri lainnya yang terkait langsung ataupun tidak langsung. Jadi, kita terus berjuang dan berdoa,” kata Amran.
Pemerintah memberikan PPN DTP sebesar 100% untuk hunian ready stock dengan harga maksimal Rp2 miliar serta 50% untuk yang harganya berada di kisaran Rp2 miliar hingga Rp5 miliar.
Stimulus atau insentif tersebut, yang mencakup rumah tapak dan hunian vertikal serta juga ruko dan rukan, dimulai pada 1 Maret 2021 dan semula berakhir pada 31 Agustus 2021. Pada perkembangannya, insentif tersebut diperpanjang hingga akhir Desember 2021.
Sekarang, praktisi dan pengamat bisnis properti berharap pemerintah memperpanjang stimulus fiskal tersebut hingga akhir tahun depan.
Amran mengatakan sinyal itu bukan berarti ada kepastian bahwa stimulus PPN tersebut pasti diperpanjang. “Kita sekarang berdoa dan berjuang saja,” ucapnya.
Dia optimistis bisnis properti terus membaik pada 2022 apabila stimulus PPN itu dilanjutkan sehingga real estat bisa menjadi salah satu lokomotif bagi pemulihan perekonomian nasional.
Amran mengungkapkan pula bahwa usulan REI kepada pemerintah bukan hanya berkaitan dengan perpanjangan pemberian insentif PPN hingga akhir 2022, melainkan juga perluasan sasaran insentif dimaksud, bukan hanya untuk yang siap huni.
BERGERAK ANOMALI
Sementara itu, pengamat bisnis properti Ali Tranghanda mengemukakan bahwa bisnis properti sepanjang tahun ini bergerak anomali dengan positifnya arah pasar di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang secara uimum menekan berbagai lini bisnis. “Bisnis properti anomali, tumbuh di tengah bisnis yang lain justru menurun.
CEO Indonesia Property Watch itu memerinci pada awal pandemi sebenarnya pasar mulai melandai. Namun, menjelang akhir tahun, pasar properti terangkat lagi. Meski demikian, dia mengatakan pembelian properti belum maksimal. “Daya beli ada, KPR [kredit pemilikan rumah] turun, sebaliknya simpanan [di perbankan] naik, jadi masyarakat masih belum belanja properti.”
Dia memaparkan pembelian properti yang meningkat menjelang tutup tahun didorong oleh penerapan stimulus PPN DTP.
Ali mengutarakan kehadiran PPN lebih banyak dimanfaatkan oleh konsumen rumah menengah atas. Akibatnya, secara unit jumlah penjualan rumah hingga kuartal III/2021 menurun, tetapi nilainya meningkat.
Dia mengingatkan kalangan pengembang agar pada tahun depan mewaspadai kemungkinan segera jenuhnya pasar properti yang selanjutnya pasar menurun lagi.
Ali juga menyatakan sejumlah faktor terkait dengan perpajakan patut diwaspadai seperti rencana kenaikan PPN mulai 1 April 2022 menjadi 11 persen, kemungkinan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), serta potensi kenaikan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) dari saat ini 3,50%.
Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah memperpanjang stimulus PPN DTP agar pasar yang telah membaik bisa berlanjut. “Jangan pasar yang sedang membaik terhambat. Jika memang diperpanjang, sebaiknya sampai dengan akhir tahun depan.”
Dia juga menyebutkan kemungkinan pemberian tax amnesty sebagai salah satu faktor yang patut diwaspadai lantaran berdasarkan pengalaman, penerapan kebijakan tersebut tak lantas berarti mendorong orang-orang berduit untuk membeli properti.
Ali menyebutkan pula dua hal yang layak dicermati yakni pergerakan harga komoditas yang sejalan dengan bisnis properti. “Kalau harga komoditas membaik sehingga mereka yang bermain di situ semakin banyak uang, biasanya dana akan diinvestasikan dalam pembelian properti.”
RP100 TRILIUN LEBIH
Executive Vice President Nonsubsidized Mortgage & Personal Lending Division (NSLD) Bank BTN Suryanti Agustinar juga mengungkapkan harapan agar pemerintah memperpanjang ins4entif PPN DTP, karena hal itu terbukti positif menggerakkan roda bisnis properti yang dengan sendirinya memacu pemulihan ekonomi nasional yang selama hampir 2 tahun terakhir terdampak pandemi Covid-19.
Bank BTN sendiri, menurut dia, telah bersiap untuk menggenjot kenaikan penyaluran kredit lebih dari 10% dibandingkan dengan realisasi 2021, karena optimistis mengenai cerahnya prospek industri properti tahun depan.
“Pertumbuhan kredit kami prediksi lebih dari 10% hingga tahun depan lebih dari Rp100 triliun untuk membiayai properti baik yang bersubsidi maupun nonsubsidi. Hal itu ditopang oleh pertumbuhan ekonomi 2022 yang menjanjikan, tuturnya.
Suryanti mengemukakan keyakinannya bahwa perekonomian akan pulih dalam 2 hingga 3 bulan ke depan. Dia menyuarakan optimisme meskipun pandemi belum jelas kapan akan berlalu.
“Sejauh ini penanganan pandemi Covid berjalan dengan bagus. Jadi, jangan sampai momentum pertumbuhan ini berbalik menjadi lesu lagi,” tuturnya.
Suryanti menambahkan bahwa Bank BTN selalu berusaha mengurangi mismatch sumber pendanaan karena sifat dana jangka pendek untuk membiayai KPR yang jangka panjang.
Dia menyebutkan salah satu upaya yang dilakukan Bank BTN untuk mengurangi mismatch tersebut adalah menggandeng BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). (Grafik-grafik: Indonesia Property Watch)