Sekjen PBB: Kita Hadapi Krisis Terbesar, di Ambang Jurang Maut

Sekjen PBB Antonio Guterres mengingatkan bahwa umat manusia saat ini berada di ambang jurang maut dengan berbagai pertikaian dan pandemi Covid-19.

M. Syahran W. Lubis

22 Sep 2021 - 00.45
A-
A+
Sekjen PBB: Kita Hadapi Krisis Terbesar, di Ambang Jurang Maut

Sekjen PBB Antonio Guterres tampak dalam layar (kanan) berbicara dalam sidang Majelis Umum PBB ke-76 di New York, Amerika Serikat, pada Selasa (21/9/2021) malam WIB.

Bisnis, JAKARTA – Dunia tidak pernah lebih terancam atau lebih terpecah dari sekarang, kata Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres kepada negara-negara di dunia pada Selasa (21/9/2021) malam WIB ketika dia memulai sesi sidang Majelis Umum PBB ke-76 di New York, Amerika Serikat.

Dia mendesak semua 193 negara anggota untuk "bangun" dan menyadari bahwa solidaritas adalah satu-satunya jalan keluar dari bencana.

“Kita berada di ambang jurang maut. Kita menghadapi krisis terbesar dalam hidup,” kata Guterres pada pertemuan bersama untuk pertama kalinya sejak sesi tatap muka yang ditangguhkan tahun lalu karena pandemi virus Covid-19.

Pandemi Covid-19 memperbesar ketidaksetaraan, krisis iklim menghantam planet ini, pergolakan di Afghanistan, Ethiopia, dan Yaman menggagalkan perdamaian dan gelombang misformasi mempolarisasi orang di mana-mana.

“Hak asasi manusia berada di bawah api. Sains sedang diserang. Jalur kehidupan ekonomi bagi mereka yang paling rentan datang terlalu sedikit dan terlambat, jika memang ada,” ujarnya seb agaimana dilansir laman resmi Al Jazeera.

Sementara vaksin telah dikembangkan dalam waktu singkat, vaksin itu pun hilang bagi terlalu banyak orang. “Surplus di beberapa negara. Rak kosong di tempat lain. Ini dakwaan moral dari keadaan dunia kita. Ini sebuah kecabulan. Kita lulus ujian sains, tapi mendapat nilai F dalam etika.”

Guterres mengemukakan bahwa lebih dari 90 persen orang Afrika masih menunggu dosis pertama mereka. Dia menyerukan rencana vaksinasi global untuk memastikan bahwa vaksin mencapai 70 persen populasi dunia pada paruh pertama 2022.

ALARM PEMANASAN GLOBAL

Dia juga membunyikan alarm tentang pemanasan global, mengutip laporan terbaru dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim dan tanda-tanda peringatan yang jelas menyapu setiap benua.

“Seperti yang kita lihat baru-baru ini, bahkan kota ini [New York], ibu kota keuangan dunia, tidak kebal,” ujarnya, mengacu pada sisa-sisa Badai Ida yang mematikan yang melanda New York pada awal bulan ini.

Jendela untuk mempertahankan tujuan 1,5 derajat Celcius (2,7 derajat F) dari Perjanjian Iklim Paris akan segera ditutup, Guterres memperingatkan dan mendesak dunia untuk berkomitmen pada pengurangan emisi sebesar 45 persen pada tahun 2030.

Mengutip laporan PBB baru-baru ini yang memperkirakan emisi akan naik 16 persen pada 2030, dia mengatakan bahwa hal itu akan membawa dunia ke dalam "peningkatan suhu yang mengerikan".

“Kita beberapa pekan lagi dari Konferensi Iklim PBB di Glasgow, tetapi tampaknya beberapa tahun lagi untuk mencapai target kami,” kata Guterres.

Dia melanjutkan negara-negara berkembang akhirnya harus melihat US$100 miliar yang dijanjikan per tahun untuk aksi iklim. Pajak karbon dan polusi alih-alih pendapatan masyarakat akan mendorong peralihan ke pekerjaan ramah lingkungan yang berkelanjutan dan mengakhiri subsidi bahan bakar fosil akan mengalokasikan dana untuk diinvestasikan kembali dalam pendidikan, energi terbarukan, dan perlindungan sosial.

“Orang-orang yang kami layani dan wakili mungkin kehilangan kepercayaan tidak hanya pada pemerintah dan institusi mereka, tetapi juga pada nilai-nilai yang telah menjiwai pekerjaan PBB selama lebih dari 75 tahun,” kata Guterres memperingatkan.

Dia menambahkan Agenda Bersama Sekjen, yang didasarkan pada Piagam PBB, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030, dan Perjanjian Iklim Paris, adalah alat untuk memajukan PBB.

HAK ASASI MANUSIA

Beralih ke masalah khusus negara, Guterres menekankan perlunya membela hak asasi manusia, terutama perempuan dan anak perempuan di Afghanistan serta mempromosikan hak asasi manusia dan demokrasi di Myanmar.

Dia pun mengingatkan tentang perlunya menciptakan kondisi untuk dimulainya dialog politik yang dipimpin Ethiopia; mengatasi kebuntuan [perang dan pertikaian] di Yaman, Libia, dan Suriah; serta menunjukkan solidaritas kepada rakyat Haiti [yang baru terkena gempa bumi].

Mengenai Israel dan Palestina, dia mendesak para pemimpin untuk melanjutkan dialog yang bermakna dan mengakui solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian yang adil dan komprehensif.

Dia juga berbicara tentang peringatan terhadap ketegangan di antara negara adidaya, Amerika Serikat dan China. "Tidak mungkin untuk mengatasi tantangan ekonomi dan pembangunan yang dramatis sementara dua ekonomi terbesar dunia berselisih satu sama lain.”

Sekjen PBB sdelanjutnya menyatakan keprihatinan bahwa dunia sedang “merayap menuju dua set aturan ekonomi, perdagangan, keuangan, dan teknologi yang berbeda; dua pendekatan yang berbeda dalam pengembangan kecerdasan buatan; dan pada akhirnya dua strategi militer dan geopolitik yang berbeda.”

Di bidang teknologi, dia mengatakan bahwa setengah dari umat manusia belum memiliki akses ke internet dan menekankan perlunya menghubungkan semua orang pada 2030.

“Sangat penting untuk menempatkan kerangka hukum untuk mengatur teknologi baru dan melindungi hak asasi manusia, sehingga pemerintah dan entitas lainnya tidak menggunakan data untuk mengendalikan atau memanipulasi perilaku warga,” papar mantan Perdana Menteri Portugal berusia 72 tahun itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Syahran Lubis

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.