Sengkarut UMP 2022 Jakarta, Pengusaha Desak Intervensi

Penyesuaian UMP 2022 DKI Jakarta perlu dipastikan segera agar tak menimbulkan masalah berkepanjangan. Kalangan pengusaha mengkhawatirkan bakal muncul gugatan dari dunia usaha yang justru bisa memengaruhi produktivitas.

Iim Fathimah Timorria

20 Des 2021 - 18.04
A-
A+
Sengkarut UMP 2022 Jakarta, Pengusaha Desak Intervensi

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) berorasi saat menemui buruh yang berunjuk rasa menolak besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (29/11/2021). Anies Baswedan pada kesempatan tersebut mengatakan formula penetapan UMP yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan tidak cocok diterapkan di Jakarta. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.

Bisnis, JAKARTA — Kalangan pengusaha mendesak intervensi Kementerian Ketenagakerjaan terkait dengan kebijakan revisi  kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2022 DKI Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Penyesuaian upah terbaru yang diumumkan Anies pada Sabtu (18/12/2021) tercatat tak mengikuti formula penghitungan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 tentang Pengupahan yang merupakan turunan dari Undang-Undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja. 

Kenaikan UMP 2022 yang mulanya ditetapkan di angka 0,85 persen berubah menjadi 5,1 persen ketika sejumlah serikat buruh melayangkan protes.

Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) Sarman Simanjorang mengatakan Anies telah menyurati Kementerian Ketenagakerjaan sebelum merevisi besaran kenaikan UMP. 

Surat tertanggal 22 November itu berisikan pernyataan bahwa formula penetapan UMP DKI Jakarta 2022 tidak cocok dengan kondisi Jakarta dan memerlukan perubahan.

Sarman mempertanyakan apakah surat tersebut telah direspons oleh Menteri Ketenagakerjaan, sehingga memungkinkan diambilnya keputusan mengubah persentase kenaikan upah. 

Kementerian Ketenagakerjaan sendiri telah menetapkan 21 November 2021 sebagai batas penetapan UMP 2022.

“Tentu kami dari pelaku usaha meminta klarifikasi dari Kementerian Ketenagakerjaan karena merekalah yang bertanggung jawab menegakkan aturan dan regulasi yang berkaitan dengan penetapan UMP,” kata Sarman ketika dihubungi, Minggu (19/12/2021).

Meski menghormati iktikad baik Pemprov DKI Jakarta yang menampung suara warganya mengenai upah, Sarman menilai penetapan UMP tetap harus mengacu pada regulasi yang berlaku. 

Dalam PP No. 36/2021, setidaknya terdapat 10 data yang dipakai dalam formula penyesuaian upah, sementara Pemprov DKI Jakarta hanya memakai data inflasi dan pertumbuhan ekonomi dalam angka revisi kenaikan UMP 2022.

“Kami menyerahkan sepenuhnya masalah ini kepada Kemenaker agar meluruskan dan memastikan bahwa proses penetapan UMP sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan,” katanya.

Sarman mengatakan penyesuaian UMP 2022 DKI Jakarta perlu dipastikan segera agar tak menimbulkan masalah berkepanjangan. Dia mengkhawatirkan bakal muncul gugatan dari dunia usaha yang justru bisa memengaruhi produktivitas. 

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan mayoritas pelaku usaha di Ibu Kota bakal mengadopsi besaran penyesuaian UMP 2022 yang sebelumnya telah ditetapkan di angka 0,85 persen, alih-alih menggunakan angka revisi terbaru 5,1 persen.

Revisi kenaikan UMP 2022 DKI Jakarta dinilai belum mengakomodasi kepentingan seluruh stakeholder terkait dan tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku.

“Pengusaha akan mengacu pada besaran kenaikan yang ditetapkan di awal karena itu yang disepakati secara tripartit. Yang kami pantau ketetapan baru ini hanya masukan dari segelintir serikat pekerja,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz.

Adi menilai keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk merevisi besaran kenaikan upah di luar kewajaran karena ditetapkan di luar batas waktu penetapan UMP. Kementerian Ketenagakerjaan sebelumnya menyatakan batas waktu penetapan UMP adalah 21 November 2021.

“Kami mengimbau pelaku usaha untuk tidak terkecoh dengan statement upah dari Gubernur DKI Jakarta karena ini di luar apa yang disepakati. Kiranya kita kembali dari penetapan yang pertama di angka 0,85 persen karena penetapannya sudah jelas mengacu ke UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja dan PP No. 36/2021 tentang Pengupahan,” paparnya.

Adi mengatakan pemakaian angka kenaikan UMP hasil revisi bisa berdampak buruk karena tidak memberi kepastian usaha. Pelaku usaha, lanjutnya, bisa mengurangi pembelian modal produksi untuk menunjang bisnis. 

Dia bahkan mengkhawatirkan risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan bisnis karena ketidakmampuan pengusaha memenuhi kriteria upah di tengah tantangan pandemi.

“PHK mungkin terjadi karena pengusaha tidak sanggup mengikuti ketentuan upah. Sampai awal 2022 perusahaan sudah ada proyeksi masing-masing jadi sulit mengacu pada dua ketetapan. Pasti mengacu yang pertama,” lanjutnya.

Adi juga berpendapat revisi kenaikan UMP 2022 DKI Jakarta tidak akan berdampak signifikan karena hanya menjangkau sekitar 0,1 persen usaha dengan klasifikasi besar dan menengah. 

Sebagian besar usaha berskala mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dia sebut belum memberi jaminan upah dan perlindungan bagi pekerja.

TIDAK MELANGGAR

Di sisi lain, kalangan pekerja menilai keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk merevisi besaran kenaikan UMP 2022 telah sesuai dengan ketentuan dalam UU Cipta Kerja. 

Meski tidak memakai 10 data dalam penghitungan UMP sebagaimana dimanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 36/2021 tentang Pengupahan, langkah tersebut tidak serta-merta melanggar regulasi.

Mengacu pada Pasal 88C Bab IV Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan diatur dengan jelas bahwa penetapan UMP merupakan kewajiban gubernur. 

Pasal 88C ayat (3) secara spesifik juga menyebutkan bahwa UMP ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.

“Ini artinya seluruh gubernur termasuk Gubernur DKI memiliki kewenangan penuh untuk menetapkan UMP. Dengan kewenangan ini maka Gubernur DKI dapat merevisi keputusan penetapan UMP 2022 di DKI yang sebelumnya hanya naik 0,85 persen,” kata Timboel.

Lebih lanjut, Pasal 26 ayat (2) dalam PP No. 36/2021 tentang Pengupahan mengamanatkan penyesuaian upah nilai minimum ditetapkan pada rentang nilai tertentu di antara batas atas dan batas bawah upah minimum pada wilayah yang bersangkutan. 

Timboel mengatakan UMP DKI Jakarta saat ini masih berada dalam rentang nilai batas atas dan batas bawah.

Dengan nilai rata-rata konsumsi per kapita di DKI Rp2,33 juta, rata-rata jumlah anggota keluarga di DKI sebanyak 3,43 orang, dan rata-rata jumlah anggota keluarga yang bekerja di DKI sebanyak 1,44  orang, maka nilai batas atas UMP DKI berada di angka Rp5.565.244 dan batas bawah di angka Rp2.782.622 per bulan.

“Jika Gubernur DKI mentapkan kenaikan UMP DKI 2022 sebesar 5,1 persen menjadi Rp4.641.854, maka nilai tersebut masih dalam rentang yang diamanatkan PP No. 36 tersebut,” jelasnya.

Timboel mengatakan penyesuaian kenaikan UMP 2022 DKI Jakarta di angka 5,1 persen merupakan nilai yang adil, baik bagi pekerja maupun pengusaha. Kenaikan UMP yang berada di atas nilai inflasi dia sebut bakal menjaga daya beli pekerja karena upah riil pekerja tidak tergerus.

“Ini artinya daya beli pekerja akan meningkat. Daya beli yang meningkat akan mendorong konsumsi sehingga pergerakan barang dan jasa akan lebih cepat lagi. Konsumsi pekerja akan sangat mendukung konsumsi agregat,” kata Timboel.

Dari sisi pemerintah, Kementerian Ketenagakerjaan menyesalkan langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang merevisi besaran kenaikan UMP 2022. Kementerian menyatakan bakal terus menjalankan ketentuan terbaru dalam penetapan UMP.

“Kami sangat menyesalkan dengan keputusan yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta jika benar-benar ditetapkan perubahan kenaikan UMP ini,” Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Fadhly Harahap.

Chairul mengatakan seluruh provinsi telah menetapkan UMP dengan formula yang mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 36/2021 tentang Pengupahan. Sejauh ini hanya DKI Jakarta yang melakukan perubahan setelah mengirimkan surat ke Kementerian Ketenagakerjaan.

“Kementerian Ketenagakerjaan tetap menjalankan amanat Undang-Undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja yang mana turunannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 36/2021 tentang Pengupahan, sehingga kita tetap harus mengacu itu,” tambahnya.

Mengenai kebijakan pemerintah daerah yang tidak sesuai dengan regulasi, Chairul mengatakan Kemenaker menyerahkan mekanisme penindakan sesuai dengan Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Artinya ini menjadi urusan dari kementerian teknis terkait. Jadi mengalir saja bagaimana nanti prosesnya ke depan,” kata dia.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai kebijakan Pemprov DKI Jakarta tersebut merupakan salah satu cara untuk menjaga daya beli pekerja. Kenaikan upah yang lebih rendah daripada tingkat inflasi bisa menggerus upah riil.

“Kenaikan ini setidaknya cukup relevan dengan upaya antisipasi inflasi tahun depan. Artinya jika inflasi terjadi kurang lebih sekitar 2 persen, setidaknya upah riil bisa dipertahankan untuk menjaga daya beli,” kata.

DKI Jakarta sendiri menjadi segelintir provinsi yang menaikkan UMP di atas 3 persen untuk 2022. Kementerian Ketenagakerjaan sebelumnya mengumumkan rata-rata kenaikan UMP berkisar 1,09 persen dengan mengacu pada formula penghitungan UMP terbaru.

Tauhid menjelaskan kenaikan UMP yang berisiko di bawah tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan bergesernya perspektif penentuan upah minimum. 

Jika sebelumnya upah minimum dipandang sebagai instrumen menjaga daya beli pekerja dengan pengalaman 1 tahun dan sebagai penjamin kesinambungan pekerja, upah kini juga dipandang salah satu faktor pembentuk lapangan kerja.

“Undang-Undang Cipta Kerja memasukkan variabel angka pengangguran. Makin tinggi angka pengangguran maka kenaikan upah akan makin kecil. Bisa dikatakan formula penghitungan kenaikan upah minimum sekarang ‘tidak dinamis’ mengikuti perkembangan ekonomi,” katanya.

Sebagaimana diwartakan sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi merevisi kenaikan UMP 2022 DKI Jakarta dari hanya 0,85 persen atau setara Rp37.749 menjadi 5,1 persen atau naik Rp225.667 daripada UMP saat ini. 

Perhitungan kenaikan tersebut mengacu pada variabel yang berbeda dengan aturan pengupahan turunan Undang-Undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengkaji ulang formula UMP 2022 menggunakan variabel inflasi sebesar 1,6 persen dan variabel pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 3,51 persen. Dari kedua variabel itu, diperoleh 5,11 persen sebagai angka kenaikan UMP tahun 2022.

Sementara itu, mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 36/2021 tentang Pengupahan terdapat 10 data yang dipakai dalam formulasi penyesuaian upah minimum, baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. 

Dalam regulasi pengupahan terdahulu, PP No. 78/2015, penyesuaian upah minimum hanya menggunakan dua data berupa tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Anies mengatakan Bank Indonesia telah mengeluarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,7 persen pada 2022 dengan inflasi yang terkendali di kisaran 3 persen. Institute For Development of Economics and Finance (Indef) juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 sebesar 4,3 persen.

“Dengan kenaikan Rp225.000 per bulan, maka saudara-saudara kita, para pekerja dapat menggunakannya sebagai tambahan untuk keperluan sehari-hari. [Hal] yang lebih penting adalah melalui kenaikan UMP yang layak ini, kami berharap daya beli masyarakat atau pekerja tidak turun,” kata Anies melalui siaran pers, Sabtu (18/12/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike Dita Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.