Bisnis, JAKARTA – Sedikitnya 52 orang dilaporkan tewas dalam bencana pertambangan terburuk di Rusia dalam 10 tahun terakhir.
Insiden itu dimulai ketika debu batu bara di lubang ventilasi terbakar pada Kamis (25/11/2021), memenuhi tambang yang berlokasi di Siberia dengan asap dan menewaskan 11 orang, tulis BBC pada Jumat (26/11/2021) pagi WIB.
Menjelang malam, operasi yang gagal untuk menjangkau puluhan penambang yang hilang berubah menjadi tragedi setelah beberapa penyelamat dilaporkan mati lemas. Satu sumber layanan darurat mengatakan kepada satu kantor berita "tidak ada yang hidup".
Mayoritas dari 285 orang di tambang Listvyazhnaya, di wilayah Kemerovo sekitar 3.500 km timur Moskwa, melarikan diri segera setelah insiden itu, sekitar pukul 08:35 waktu setempat (sama dengan WIB) Kamis.
Para pejabat mengatakan 49 orang telah dibawa ke rumah sakit karena cedera. Beberapa dari yang terluka mengalami keracunan asap, dan empat lainnya dikatakan dalam kondisi kritis.
Lusinan penambang tidak dapat melarikan diri setelah insiden awal, tetapi operasi penyelamatan harus dihentikan setelah tingkat metana yang berbahaya terdeteksi di tambang, yang memicu kekhawatiran akan kemungkinan ledakan.
Salah satu tim penyelamat kemudian gagal keluar dari tambang. Mayat tiga penyelamat kemudian ditemukan, sehingga jumlah korban tewas resmi menjadi 14.
Kemudian pada Kamis malam, beberapa sumber mengatakan kepada kantor-kantor media Rusia bahwa tidak ada lagi korban selamat yang diperkirakan akan ditemukan dan jumlah korban tewas telah meningkat menjadi lebih dari 50, termasuk total enam penyelamat. Tiga orang, termasuk direktur tambang, telah ditangkap atas dugaan kegagalan keselamatan, tulis BBC.
Ini bukan kecelakaan pertama di tambang tersebut, menurut media lokal, dengan ledakan gas metana yang menewaskan 13 orang pada 2004. Lebih luas lagi, kecelakaan di tambang Rusia tidak jarang terjadi.
Pada 2016, pihak berwenang menilai keamanan 58 tambang batu bara di negara itu dan menyatakan 34% di antaranya berpotensi tidak aman. Daftar tersebut tidak termasuk tambang Listvyazhnaya pada saat itu.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dia berharap "akan dapat menyelamatkan sebanyak mungkin orang", menggambarkan hilangnya nyawa sebagai "tragedi besar".