Antisipasi Dinamika Global, RUU HPP Buru-buru Disahkan

Jika dinamika tersebut tak segera diantisipasi, ada celah untuk menghindari pajak secara lintas yurisdiksi.

Maria Elena & Wibi Pangestu Pratama

7 Okt 2021 - 15.19
A-
A+
Antisipasi Dinamika Global, RUU HPP Buru-buru Disahkan

Sidang paripurna DPR RI masa persidangan I Tahun Sidang 2020-2021./Youtube DPR RI

Bisnis, JAKARTA – Dinamika global yang begitu cepat dan belum diantisipasi regulasi perpajakan saat ini menjadi alasan DPR segera mengesahkan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Perkembangan itu temasuk pertumbuhan bisnis digital dan transaksi dagang-el.

Jika dinamika tersebut tak segera diantisipasi, ada celah untuk menghindari pajak secara lintas yurisdiksi.

“Berdasar latar belakang keadaan itulah, DPR dan pemerintah sepakat untuk melakukan harmonisasi peraturan perpajakan. Dalam rangka itu, segenap regulasi perlu disempurnakan dan perlu dibuat untuk menopangnya,” katanya anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan, Kamis (7/10/2021).

DPR menyepakati pengesahan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi UU dalam rapat paripurna DPR RI ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021–2022 hari ini.

Heri meyakini UU HPP akan mendorong penerimaan perpajakan dan peningkatan rasio pajak yang saat ini rendah, yakni 9%-11% dari produk domestik bruto. Rasio itu jauh di bawah negara-negara Asean, seperti Kamboja, Filipina, Vietnam, dan Thailand, yang mencapai 16%-18% PDB.

Pemerintah, tuturnya, perlu mensosialisasikan RUU HPP tersebut secara masif dan komprehensif kepada masyarakat, terutama terkait dengan penerapan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP), kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11%, dan penambahan golongan (bracket) tariff pajak penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribadi.

Menurutnya, kebijakan perluasan basis perpajakan dengan penerapan NIK sebagai NPWP harus dipersiapkan matang, disertai sosialisasi yang luas. Selama ini, NIK dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri sehingga perlu kolaborasi antardua kementerian agar proses integrasi terwujud tanpa hambatan berarti.

Selain itu, pemberlakuan NIK sebagai NPWP tidak serta-merta akan menjadikan seluruh warga menjadi sasaran pajak karena ada ketentuan batas penghasilan dan pengecualian-pengecualian tertentu yang tidak dikenakan pajak.

Heri melanjutkan, jika penerimaan perpajakan naik signifikan, maka Indonesia bisa mengurangi akumulasi utang yang kian menggunung.

“Idealnya, biaya pembangunan memang seharusnya mengandalkan penerimaan perpajakan, sedangkan utang cukup menjadi pendukung.”

Sesaat sebelum disahkan, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Netty Prasetiyani menginterupsi sidang dan menyatakan fraksinya menolak penetapan RUU HPP menjadi UU. Menurutnya, PKS tetap menjaga sikapnya sama seperti saat pembahasan di Komisi XI.

Sebelumnya, sesaat setelah RUU HPP disepakati di Panja Komisi XI pekan lalu, anggota Fraksi PKS, Ecky Awal Munawar, mengatakan fraksinya menolak RUU karena pengampunan pajak yang menyasar wajib pajak kelas kakap diberikan saat pemerintah hendak menaikkan tarif pajak pertambahan nilai. Padahal, kenaikan tarif pajak konsumsi itu bisa makin menurunkan daya beli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Sri Mas Sari

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.