Bom Waktu Moratorium Perluasan Lahan Sawit

Dalam hitungan pekan, Inpres No. 18/2018 yang mengatur soal moratorium perluasan lahan perkebunan kelapa sawit akan kedaluwarsa. Tarik-menarik soal perlu tidaknya kebijakan ini diperpanjang pun makin kuat. Bagaimana jalan tengah yang semestinya ditempuh pemerintah?

Iim Fathimah Timorria

6 Sep 2021 - 20.36
A-
A+
Bom Waktu Moratorium Perluasan Lahan Sawit

Kebun Sawit. /dok. Sinar Mas Agribusiness

Bisnis, JAKARTA — Menjelang masa berakhirnya moratorium perluasan perkebunan kelapa sawit pada 19 September 2021, pelaku industri berkeras selama ini tidak ada penambahan izin pembukaan lahan baru. Faktanya, dalam 3 tahun terakhir lahan sawit terus melebar.

Untuk diketahui, moratorium tersebut termaktub dalam Instruksi Presiden No. 8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.

Lewat aturan yang berlaku selama 3 tahun ini, Presiden Joko Widodo menginstruksikan pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk mengevaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit dan meningkatkan produktivitas perkebunan.

Selain itu, pemerintah diminta untuk menunda pemberian izin pelepasan atau tukar-menukar kawasan hutan dengan perkebunan kelapa sawit.

Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan selama 3 tahun implementasi beleid tersebut, penambahan area perkebunan hanya terbatas pada eksekusi terhadap izin yang dikeluarkan sebelum moratorium terbit.

“Anggota Gapki tetap peduli terhadap peningkatan produktivitas dan Gapki juga terus membantu pemerintah dalam percepatan peremajaan sawit rakyat karena hal ini juga akan meningkatkan produktivitas sawit rakyat,” ujarnya, Senin (6/9/2021).

Bagaimanapun, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), luas perkebunan besar sawit Indonesia kelapa sawit mencakup area seluas 8,56 juta hektare (ha) pada 2019. Luas ini bertambah menjadi 8,85 juta ha pada 2020.

Eddy mengatakan data BPS tersebut belum tentu merefleksikan terjadinya perluasan lahan yang dilakukan oleh korporasi.

“Yang sudah pasti dapat dikontrol untuk moratorium adalah perusahaan. Untuk perkebunan rakyat bisa jadi masih ada pembukaan lahan baru, ini yang perlu dicek kembali. Untuk perusahaan memang tidak ada izin baru, hanya ada menyelesaikan izin yang sudah ada,” paparnya.

Selama masa moratorium, kenaikan produksi minyak sawit Indonesia juga diklaim cenderung terbatas.

Data Gapki menunjukkan produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan minyak kernel atau palm kernel oil (PKO) berjumlah 47,38 juta ton pada 2018 dan menjadi 51,82 juta ton pada 2019. Produksi sempat turun tipis menjadi 51,58 juta ton pada 2020.

Namun, dengan produksi yang melampaui 50 juta ton, Indonesia masih memegang posisi sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia.

Akan tetapi, Indexmundi menyebutkan rerata produktivitas minyak sawit Indonesia berada di angka 2,30% per tahun, lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia yang rata-rata produksinya mencapai 6,49% per tahun atau Thailand yang menyentuh 29,17% per tahun.

“Di internal perusahaan masing-masing, peningkatan produktivitas ditempuh dengan peremajaan tanaman tua, pemupukan, dan lainnya. Untuk investasi baru sama sekali tidak ada,” kata Eddy.

Dari sisi ekspor, volume pengiriman minyak sawit dan turunannya pada 2020 terkoreksi mengikuti kondisi produksi, yakni dari 37,38 juta ton pada 2019 menjadi 34,00 juta ton.

Asosiasi memprediksi ekspor bisa menyentuh 37,5 juta ton dengan produksi total di angka 53,93 juta ton.

“Tahun lalu turun karena kondisi pandemi di negara-negara importir. Namun, dari sisi nilai ada kenaikan dari US$20,20 miliar menjadi US$22,97 miliar karena harga CPO,” kata Eddy.

Petani membawa kelapa sawit hasil panen harian di perkebunan milik PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk, di kawasan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Rabu (11/5). Bisnis/Nurul Hidayat

DESAKAN KELANJUTAN

Sisi lain, Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto menilai jumlah izin perkebunan sawit di Indonesia sudah banyak dengan luas area tutupan sawit mencapai 16,38 juta hektare.

Dengan cakupan luas tersebut, Indonesia masih menikmati surplus pasokan mendekati 5 juta ton setiap tahunnya.

“Kalau pemerintah memutuskan untuk tidak memperpanjang akan berbahaya bagi sawit Indonesia. Produksi kita selama moratorium sudah surplus. Jika ditambah dengan peningkatan produktivitas dan pemberian izin perkebunan baru, akan kontradiktif dengan program peremajaan sawit rakyat,” kata dia, Senin (6/9/2021).

Darto mengemukakan pasokan sawit yang surplus terlalu besar bisa berdampak negatif pada rantai pasok. Harga sawit berisiko turun dan serapan produksi perkebunan rakyat bisa tidak optimal.

Selain itu, dia menyebutkan bahwa kehadiran moratorium sejatinya menjadi momentum bagi Indonesia untuk menepis stigma negatif yang kerap melekat pada komoditas perkebunan tersebut.

Komitmen menunda izin perkebunan baru, kata Darto, merupakan bukti bahwa pemerintah serius menyelesaikan masalah deforestasi.

“Poinnya, komitmen keberlanjutan, perbaiki kemitraan petani rakyat dan perusahaan, dan perbaiki stigma buruk sawit. Pelaku usaha dan pemerintah harus mengubah pandangan bahwa ekonomi sawit semata-mata dicapai melalui pembukaan lahan dan lebih utama dari alam. Pandangan ini perlu diubah,” katanya.

Mengutip data Gapki, stok akhir sawit memperlihatkan kenaikan dalam beberapa tahun terakhir. Stok akhir berjumlah 3,26 juta ton dan pada 2019 menjadi 4,59 juta ton. Stok akhir minyak sawit menyentuh 4,86 juta ton pada 2020.

Ekonom pertanian dari IPB University Bayu Krisnamurthi mengatakan keputusan mengenai kebijakan moratorium sawit perlu dilihat secara komprehensif, mengingat moratorium terhadap izin perkebunan kelapa sawit telah berjalan sejak 2011.

“Pertimbangan yang terpenting adalah apakah perangkat untuk mencegah deforestasi yang tidak bertanggung jawab sudah diterapkan dengan sebaik-baiknya. Jika diperpanjang, maka kondisi yang sudah terjadi 10 tahun terakhir akan berlanjut,” katanya.

Tanpa adanya izin pembukaan lahan baru, Bayu mengemukakan industri sawit di dalam negeri tetap berkembang. Hal ini tecermin dari terus membaiknya produksi dan pasar yang terus berkembang.

Adapun, Sawit Watch menilai moratorium sawit perlu diperpanjang dan diperkuat mengingat belum terurainya sejumlah permasalahan di industri dan perkebunan sawit.

Deputi Direktur Sawit Watch Achmad Surambo mengatakan bahwa sejak terbit 3 tahun lalu, hasil signifikan yang dihasilkan dari moratorium sawit adalah ketetapan soal luas area tutupan sawit sesar 16,38 juta hektare (ha).

Sementara itu, aspek-aspek lain belum menunjukkan kemajuan signifikan.

“Latar belakang hadirnya Inpres ini adalah untuk perbaikan tata kelola, mulai dari evaluasi izin sampai penyelesaian masalah perkebunan di kawasan hutan. Namun, dalam 3 tahun ini kami tidak mengetahui perkembangannya,” kata Achmad, Senin (6/9/2021).

Inpres No. 8/2018 sejatinya memuat instruksi kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk melaporkan perkembangan pelaksanaan instruksi setiap 6 bulan atau pada saat yang dibutuhkan.

Meski demikian, Achmad menyatakan gaung dari laporan tersebut nyaris tak terdengar.

“Kami berasumsi yang dihasilkan hanya soal ketetapan luas tutupan kebun sawit. Sementara perkebunan sawit dalam kawasan hutan dan peningkatan produktivitas belum selesai,” katanya.

Achmad mengutarakan penyelesaian masalah-masalah tersebut berisiko makin rumit seiring dengan hadirnya Undang-Undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Menurutnya, UU Cipta Kerja belum menyinggung aspek penegakkan hukum untuk lahan perkebunan yang ada di kawasan hutan.

Di Undang-Undang Cipta Kerja, kata Achmad, model perbaikan ditempuh dengan ‘pemutihan’ perkebunan sawit dengan hukuman administrasi dan denda.

Hal ini berbeda dengan regulasi pendahulu yang tetap menggunakan aspek pemilihan kawasan yang diputihkan dan penegakkan hukum sebagai pertimbangan.

Karena itu, sekalipun moratorium diperpanjang, Achmad menilai Inpres perlu diikuti dengan aturan pendukung, misalnya dengan petunjuk pelaksanaan dan teknis yang menjadi acuan pelaksanaan instruksi. Dengan demikian, target-target dapat dicapai dengan basis yang jelas.

“Ada instruksi untuk menaikkan produktivitas, tetapi berapa targetnya? Ini tidak diperjelas. Selain itu anggaran juga tidak diatur dan ini turut memengaruhi,” kata dia.

TUNJUKKAN HASIL

Terpisah, Kementerian Pertanian melaporkan sejumlah langkah telah diambil untuk menindaklanjuti kebijakan moratorium sawit yang tertuang dalam Inpres No. 8/2018.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian Dedi Junaedi mengatakan pemerintah telah memiliki data tutupan luas perkebunan sawit nasional yang diperinci secara tematik berdasarkan kepemilikan lahan, yakni perkebunan milik BUMN, perkebunan besar swasta, dan perkebunan rakyat.

Luas tutupan lahan itu juga mencakup detail mengenai usia tanaman.

“Kami juga melakukan pendataan kebun rakyat melalui Surat Tanda Daftar Budidaya yang masih terus berproses sejak 2019,” paparnya, Senin (6/9/2021).

Kementerian Pertanian mendata pula perizinan perkebunan secara daring dengan sistem Siperibun dan menerbitkan pedoman tentang fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sebesar 20% dari luas hak guna usaha (HGU) perusahaan melalui Permentan No. 18/2021.

Dedi menjelaskan juga soal program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang ditujukan untuk peningkatan produktivitas sawit di perkebunan rakyat.

Per Maret 2021, pemerintah telah menyalurkan dana sebesar Rp5,3 triliun untuk peremajaan 200.200 hektare perkebunan rakyat.

“Percepatan sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan Indonesia dengan ISPO juga ditempuh melalui Permentan No. 38/2020,” kata Dedi.

Dedi menjelaskan Kementerian Pertanian telah memperoleh tembusan dari beberapa provinsi mengenai perusahaan-perusahaan sawit yang dicabut Izin Usaha Perkebunannya (IUP) karena tidak mematuhi ketentuan yang diatur dalam Permentan No. 98/2013 tentang Izin Usaha Perkebunan.

“Mengenai kelanjutan dari Inpres 8 th 2018 bukan menjadi kewenangan Kementerian Pertanian karena bersifat lintas Kementerian/Instansi Pusat dan daerah,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.