Cermati Strategi Investasi Saham Ini Selagi Pasar Bullish

IHSG tengah menunjukkan tren bullish memasuki Oktober 2021. Bagaimana strategi yang tepat mendulang cuan bagi para investor?

Pandu Gumilar & Dwi Nicken Tari

13 Okt 2021 - 17.31
A-
A+
Cermati Strategi Investasi Saham Ini Selagi Pasar Bullish

Karyawan melintas di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menggunakan ponsel di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (6/10/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis, JAKARTA — Kondisi pergerakan pasar saham yang kini mulai meninggalkan area konsolidatif dan memasuki fase bullish berpotensi menarik minat lebih banyak investor untuk mulai masuk ke pasar. Namun, sebelum terburu-buru masuk, investor perlu memahami strategi yang tepat.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Rabu (13/10), untuk pertama kalinya ditutup di level 6.500-an, setelah selama beberapa hari terakhir hanya sempat menyentuh level tersebut sebelum akhirnya kembali turun.

IHSG tepatnya naik 0,78% hari ini ke level 6.536,90. Sejatinya, IHSG sempat bergerak lebih tinggi dari itu pada hari ini, yakni menyentuh level 6.600,52 sesaat setelah pembukaan perdagangan. Namun, sepanjang hari IHSG melemah kembali, kendati tidak sampai masuk ke zona merah.

Seiring dengan kenaikan IHSG ini, total nilai kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia pun kini menembus Rp8.000 triliun, tepatnya Rp8.043,66 triliun. Sepanjang tahun ini, IHSG telah meningkat 9,33% year-to-date (YtD).

Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menyebutkan pada kuartal IV/2021 IHSG akan cenderung bergerak bullish. Salah satu sentimen pendukungnya ialah proses pemulihan ekonomi di Indonesia yang terus berjalan hingga kini.

"Sentimen ini juga didukung oleh tren serupa pada pasar global yang ditambah dengan konsistensi catatan net buy investor asing di Indonesia yang terjadi pada akhir tahun," jelasnya saat dihubungi Bisnis belum lama ini.

Alfred juga memperkirakan window dressing akan kembali terjadi di tahun ini. Hal tersebut seiring dengan masih banyaknya saham-saham blue chip yang harga sahamnya di bawah performa pasar. Window dressing tersebut utamanya akan terjadi pada bulan Desember.

Menurut Alfred, sentimen window dressing memang kerap terjadi pada bulan tersebut yang berimbas pada kenaikan IHSG. "Dalam 20 tahun terakhir di Desember, IHSG mengalami return positif seiring dengan munculnya window dressing," jelasnya.

Di tengah tren pasar yang tengah bullish ini, investor tetap perlu berhati-hati saat memasuki pasar, sebab koreksi dan profit taking sewaktu-waktu bisa terjadi.

Analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan para investor dapat mulai membeli ketika suatu saham tengah terkoreksi. Akan tetapi, investor diharapkan dapat memperhatikan indikator moving average (MA) periode 20 hari sebelum melakukan aksi beli.

“Investor bisa menggunakan indikator MA periode 20. Jadi, kalau saham tersebut sedang pull back tapi masih di atas MA20 investor bisa buy on weakness,” katanya kepada Bisnis pada Rabu (13/10).

Indikator MA adalah pergerakan rata-rata dari sebuah saham dalam waktu rentang tertentu. Sementara 20 menunjukkan rentang waktu tersebut yakni 20 hari kebelakang. Sehingga investor diharapkan mencermati pergerakan saham tertentu dalam 20 hari kebelakang sebelum membeli.

Selain 20, investor juga dapat mencermati rentang waktu yang lazim dipakai untuk menganalisis. Misalnyal 5 hari, 20 hari, 50 hari, 60 hari, atau 120 hari. William pun mengingatkan agar investor jangan diburu nafsu ketika ingin mengolek saham tertentu.

Chart naik tapi jangan sembarangan beli untuk menghindari ‘nyangkut’,” imbuhnya.

William juga menambahkan strategi itu bisa dipakai untuk membeli saham-saham blue chip maupun kategori di bawahnya. Saat ini, menurutnya di luar pergerakan saham jumbo yang menarik disimak adalah laju saham DILD, INOV, dan ASRI.

William memberikan target bagi DILD pada rentang Rp200 hingga Rp240, INOV Rp250 hingga Rp280 dan ASRI Rp204 hingga Rp207.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana sependapat bahwa investor dapat memasang strategi buy on weaknees (BoW) ketika IHSG sedang bullish seperti sekarang. Akan tetapi, Wawan lebih merekomendasikan saham-saham big caps karena menjadi favorit investor asing.

“Investor bisa memanfaatkan buy on weakness bila ada koreksi. Saat ini minat investor terutama asing masih pada blue chip,” katanya kepada Bisnis pada Rabu (13/10).

Buy on weakness atau BoW menjadi istilah yang cukup populer bagi praktisi pasar modal. Arti buy on weakness adalah membeli saham di harga rendah, tetapi berprospek mengalami kenaikan kembali dalam jangka pendek.

Ini adalah salah satu strategi dalam perdagangan di bursa saham, di mana investor membeli saham pada saat harganya mencapai level support dan cenderung aman untuk dibeli. Pengertian lainnya adalah beli di saat harga sahamnya sedang “diskon”.

Namun, tidak semua saham yang tengah turun layak dibeli dan dilabeli buy on weakness. Di sinilah peran analisis fundamental dan teknikal bekerja untuk bisa menarik kesimpulan apakah suatu saham itu layak BoW atau tidak.

Wawan menyarankan BoW khusus untuk emiten berkapitalisasi pasar besar, sebab secara fundamental cenderung lebih kuat. Sementara itu, untuk saham-saham kategori kedua dan ketiga bisa menjadi diversifikasi bagi para investor.

Selain itu, investor jangka pendek bisa mempertimbangkan aksi profit taking pada bulan Desember ketika momentum windows dressing.

BUTUH KATALIS

Lebih lanjut, Wawan mengatakan IHSG tengah membutuhkan katalis positif berikutnya untuk bisa mendaki level yang lebih tinggi dari 6.500. Dalam waktu dekat, lanjutnya, indeks gabungan justru rawan terkoreksi.

“Saya prediksi akan ada konsolidasi dulu untuk IHSG bisa melaju lagi,” katanya.

Meski demikian, Wawan masih optimistis IHSG berpeluang untuk terus menguat ditopang oleh pergerakan saham-saham berkapitalisasi jumbo.

Dari sisi ekonomi makro, lanjutnya, pemerintah sepertinya tidak akan memperketat kembali PPKM. Hal itu dapat berimbas positif bagi operasional emiten-emiten blue chip. Wawan menilai bila level PPKM terus diturunkan oleh pemerintah akan membuat proyeksi pendapatan meningkat hingga akhir tahun.

“Untuk akhir tahun ini masih didukung pergerakan saham blue chip. Koreksi mungkin terjadi karena profit taking, tapi support IHSG masih akan kuat di level 6.300,” imbuhnya.

Dari beberapa saham blue chip, Wawan memilih empat emiten sebagai favorit utama, yakni PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dengan target Rp8.000 per saham, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) Rp4.750 per saham, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) Rp9.500 per saham, dan PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) Rp5.500 per saham.

Khusus bagi BBCA, Wawan berpendapat usai aksi stock split saham perseroan minim potensi terkoreksi. Pasalnya, dia menilai investor lokal dan asing masih mengidolai BBCA sebagai primadona.

“[BBCA] sebagai saham dengan kapitalisasi terbesar di bursa dan prospek perbankan pada masa pemulihan [ekonomi] sangat menarik,” imbuhnya.

Sementara itu, Senior Technical Analyst Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengatakan laju IHSG berpotensi masih akan berlanjut. Oleh karena itu, dia menyarankan kepada investor untuk menetapkan momentum yang tepat untuk melepas.

Salah satu caranya adalah dengan memperhatikan pergerakan IHSG atau portofolio.

“Selama IHSG belum ditutup di bawah level low dari previous candle atau hari sebelumnya, belum mendesak untuk jual. Apalagi, jika  harga masih bergerak di atas MA10, pegang saja terus,” katanya pada Rabu (13/10).

Menurutnya, level IHSG yang terparkir di level 6.505 sama dengan level tertinggi sebelumnya pada Januari lalu. Liza berpendapat konsolidasi yang lebih halus akan menjaga support terdekat yaitu sekitar 6.360 sampai dengan 6.400 tidak akan tertembus.

Liza menambahkan saat ini berdasarkan indikator MA10 IHSG sedang beranjak naik dan berpotensi membentuk suatu bantalan.

“Perlu kami ingatkan sekali lagi let your profit run namun jangan lupa terapkan trailing stop di kala IHSG maupun posisi-posisi saham dalam portfolio Anda mendekati area resistance,” katanya.

Di sisi lain, Liza menyoroti indeks LQ45 yang telah mencapai target kenaikan pada level 955. Dari sisi teknikal hasil dari pola Falling Wedge turun yang telah terpatahkan. Menurutnya walau RSI telah memasuki area overbought, volume masih mampu terdeteksi meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.