Harga CPO Makin Bergejolak, Evaluasi HET Minyak Goreng Dinanti

Pelaku industri olahan CPO menilai HET minyak goreng kemasan yang saat ini dipatok Rp11.000 per liter tidak lagi mencerminkan biaya produksi yang mesti dikeluarkan oleh pelaku usaha minyak sawit tersebut, sehingga perlu segera dievaluasi kembali.

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi

21 Okt 2021 - 14.12
A-
A+
Harga CPO Makin Bergejolak, Evaluasi HET Minyak Goreng Dinanti

Petani memetik tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa Pasi Kumbang, Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Kamis (11/6/2020). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Bisnis, JAKARTA — Pemerintah diminta untuk berhati-hati menentukan rumusan penetapan harga eceran tertinggi atau HET minyak goreng, sejalan dengan lonjakan harga minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di pasar internasional.

Perhitungan HET minyak gorang yang tidak bijak dinilai berpotensi menimbulkan gejolak harga yang serius di masyarakat.

Di sisi lain, pelaku industri olahan CPO menilai HET minyak goreng kemasan yang saat ini dipatok Rp11.000 per liter tidak lagi mencerminkan biaya produksi yang mesti dikeluarkan oleh pelaku usaha minyak sawit tersebut, sehingga perlu segera dievaluasi kembali.

Ekonom pertanian dari IPB University Bayu Krisnamurthi mengatakan HET minyak goreng perlu dicermati secara hati-hati dan seimbang, termasuk dengan memperhatikan kepentingan konsumen.

Namun demikian, dia tidak menampik bahwa tren kenaikan harga CPO dunia turut mengerek bahan baku pembuatan minyak goreng. Artinya, biaya produksi industri hilir atau olahan CPO tersebut mengalami peningkatan yang signifikan.

“Memang harga minyak goreng dalam negeri akan menghadapi tekanan kenaikan bahan baku yang sama. Di sini perlu dilihat secara bijak dan seimbang,” katanya melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Rabu (20/10/2021).

Pada sejumlah perusahaan terintegrasi, kata dia, relatif dapat bertahan karena marjin yang tidak optimal dari penjualan dalam negeri ditutupi peningkatan dari sisi ekspor. “Namun bagi perusahaan-perusahaan minyak goreng yang tidak terintegrasi, hal ini tentu akan menyulitkan,” ujarnya.

Untuk diketahui, harga CPO berjangka berhasil mencatat rekor tertinggi sepanjang sejarah seiring dengan kekhawatiran pasar terhadap penurunan produksi dalam beberapa pekan ke depan.

Berdasarkan data dari Bursa Malaysia pada Kamis (21/10/2021), harga CPO kontrak Januari 2022 berada di level setelmen 5.071 ringgit per ton. Level harga tersebut tercapai pada perdagangan Rabu kemarin dan masih bertahan hingga hari ini.

Salah seorang trader David Ng, dikutip dari The Edge Markets, menyebutkan bahwa kenaikan harga pada minyak biji kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) dan minyak mentah juga menopang kenaikan harga CPO.

Sementara itu, Co Founder Palm Oil Analytics Sathia Varqa mengatakan kenaikan harga CPO ini kembali menyentuh level tertinggi yang ketujuh kalinya pada 2021, yang ditopang oleh kenaikan harga minyak biji-bijian, kanola, dan minyak mentah.

Di sisi lain, Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatera Utara (Sumut) Darma Sucipto mengungkapkan kenaikan harga jual CPO merupakan dampak masih tingginya permintaan di pasar internasional, di tengah adanya kekhawatiran produksi komoditas ini turun. 

"Kalau permintaan terus naik, maka harga CPO akan bakal naik terus dan itu membuat harga CPO pada September bisa menjadi tertinggi di tahun 2021," kata Darma, Minggu (12/9/2021). 

"Harga CPO di September yang rata-rata sebesar Rp12.594 per kg itu, di atas harga rata-rata bulan Agustus yang masih Rp12.515 per kg," ujar Darma.

Pada Januari-Juli, harga CPO masih berada di kisaran Rp9 ribuan hingga Rp11 ribuan per kg, dan pada Agustus sudah bisa rata-rata Rp12.515, dan naik lagi di September menjadi Rp12.594 per kg.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebelumnya berencana untuk memasukkan biaya input harga CPO di pasar global, sebagai salah satu variabel penentu besaran harga minyak goreng di dalam negeri.

Rencana itu mencuat setelah sejumlah industri hilir atau olahan CPO seperti Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) meminta Kemendag menyesuaikan harga minyak goreng di tingkat konsumen.

Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag Isy Karim mengatakan kementeriannya masih berupaya untuk melakukan evaluasi terhadap HET tersebut yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.

“Perhitungan harga acuan ke depan diformulasikan dengan memasukkan biaya input harga CPO dunia sebagai salah satu variabel penentu besaran harga minyak goreng sehingga harga acuan nantinya akan fleksibel mengikuti harga bahan baku,” kata Isy Karim melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Rabu (20/10/2021).

Berdasarkan catatan Kemendag pekan ini, harga eceran nasional untuk minyak goreng sebesar Rp14,800 per liter atau naik 4,96% jika dibandingkan bulan lalu. Selain itu harga minyak goreng kemasan berada di harga Rp16,700 per liter atau naik 2,45% dari bulan lalu.

Ihwal kenaikan harga itu, dia menerangkan, tren itu mengikuti harga bahan baku yakni CPO di pasar internasional yang mengalami kenaikan mencapai 9,66% secara bulanan atau month-to-month.

“Untuk itu, guna menstabilkan harga minyak goreng di dalam negeri kami akan terus berkoordinasi dengan asosiasi produsen minyak goreng agar tetap menjaga pasokan minyak goreng dalam rangka stabilisasi harga,” kata dia.

Adapun stok minyak goreng per 15 Oktober 2021 mencapai 628.300 ton yang dimiliki oleh produsen anggota GIMNI, sementara stok minyak goreng milik Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) sebesar 405,09 ton. Dengan demikian, total stok minyak goreng nasional mencapai 628,70 ribu ton dengan ketahanan mencapai 1,49 bulan.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Bernard Riedo berharap agar langkah peninjauan kembali HET minyak goreng kemasan dapat memberi kewajaran harga bagi produsen. 

“Agar HET bisa mencerminkan harga bahan baku minyak goreng dan mekanisme lebih fleksibel mengikuti harga pasar, sehingga HET bisa naik atau pun bisa turun menyesuaikan kondisi tersebut,” kata Bernard melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Rabu (20/10/2021). (Lorenzo Anugrah Mahardika)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti*

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.