Lonjakan Harga Minyak Goreng Bakal Awet Hingga Semester II/2022

Kementerian Perdagangan memprediksi harga minyak goreng bakal tetap mengalami kenaikan selama harga CPO sebagai bahan baku terkerek naik di pasar global.

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi

27 Okt 2021 - 20.08
A-
A+
Lonjakan Harga Minyak Goreng Bakal Awet Hingga Semester II/2022

Produk minyak goreng dengan merek dagang filma. Minyak goreng merupakan salah satu produk dari PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk./smart-tbk.com

Bisnis, JAKARTA — Harga minyak goreng di dalam negeri diproyeksikan terus naik hingga paruh kedua 2022, sejalan dengan tren kenaikan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) hingga saat itu. 

Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan Isy Karim menerangkan harga minyak goreng itu bakal tetap mengalami kenaikan selama harga CPO sebagai bahan baku terkerek naik di pasar global.

Bahkan, harga minyak goreng itu diprediksi tidak lantas normal kendati harga CPO dunia berangsur turun. 

“Meski harga internasional turun, dampak penurunan harga terhadap harga minyak goreng di dalam negeri belum dapat menyamai harga minyak goreng di bulan sebelumnya,” kata Isy Karim saat dihubungi, Rabu (27/10/2021).

Selain kenaikan harga CPO global yang mencapai US$1,400 per MT, Isy Karim menambahkan, melonjaknya harga minyak goreng juga disebabkan karena dampak dari penerapan program B 30.

Di sisi lain, terdapat penurunan panen sawit mencapai 10 persen pada target produksi semester dua tahun ini. 

“Sehingga pasokan bahan baku menjadi terbatas dan terbagi antara industri minyak goreng dan biodiesel,” kata dia. 

Kenaikan harga minyak goreng itu bakal memberi dampak langsung pada inflasi nasional. Rilis BPS menunjukkan selama tahun 2020, minyak goreng memberi andil inflasi sebesar 0,10%.  

Selama bulan Agustus dan September 2021, minyak goreng berturut-turut memberi andil inflasi masing-masing sebesar 0,02%. 

“Kami akan mengupayakan komunikasi dengan asosiasi pelaku usaha kelapa sawit agar tetap menjaga pasokan bahan baku CPO untuk industri minyak goreng. Diharapkan harga minyak goreng di dalam negeri dapat segera kembali turun,” kata dia. 

Berdasarkan data dari sejumlah asosiasi perkelapasawitan, total produksi CPO pada tahun lalu mencapai 51,58 juta ton. Sebanyak 34 juta ton (66%) diekspor dan 17,34 juta ton (34%) terserap di dalam negeri.

Dari volume yang diekspor, pengapalan dalam bentuk CPO dan crude palm kernel oil (CPKO) sejumlah 9 juta ton (26,47%), sedangkan produk olahan dan makanan sebesar 21,10 juta ton (62,05%) serta oleokimia sebesar 3,87 juta ton (11,38%).

TERKENDALI

Dari sisi pelaku industri, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) memastikan pasokan minyak goreng dalam negeri terkendali seiring dengan penurunan produksi CPO pada semester kedua tahun ini. 

Ketua Umum GIMNI Bernard Riedo mengatakan asosiasinya telah bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan untuk memastikan pasokan minyak goreng tetap terjaga semasa siklus komoditas (supercycle) dunia.

Bernard mengatakan ketersediaan pasokan itu juga bakal menjaga tren kenaikan harga minyak goreng di tingkat konsumen beberapa waktu terakhir. 

“Sebagai asosiasi produsen minyak goreng bekerjasama dengan pemerintah untuk memastikan pasokan minyak goreng tetap terjaga dan tersedia,” kata Bernard, Rabu (27/10/2021). 

Ihwal kenaikan harga minyak goreng, Bernard yakin komoditas strategis itu tidak bakal naik signifikan kendati CPO mengalami permintaan yang tinggi di pasar dunia. Justru, dia memprediksi, harga minyak goreng dalam negeri bakal berangsur turun pada akhir tahun ini. 

“Harga diprediksi mulai tren penurunan di akhir tahun, karena beberapa negara destinasi ekspor masuk musim dingin dan biasanya pemakaian minyak sawit berkurang,” kata dia. 

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, harga eceran nasional untuk minyak curah berada di posisi Rp15,100 per liter atau naik 6,34% jika dibandingkan bulan lalu. Sementara itu, harga minyak goreng kemasan naik 3,66% dari bulan lalu menjadi RP17,000 per liter. 

Adapun, ketersediaan minyak goreng per 25 Oktober 2021 mencapai 628.640 ton dengan ketahanan 1,49 bulan. Perinciannya, stok minyak goreng yang dimiliki oleh produsen anggota GIMNI sebesar 628,300 ton dan Perum Bulog sebesar 340,14 ton.

Terpisah, Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) melaporkan adanya penurunan produksi CPO pada semester kedua tahun ini mencapai 10% dari target awal yang ditetapkan. 

Wakil Ketua Umum III Gapki Togar Sitanggang mengatakan penurunan produksi itu bakal berdampak langsung pada kinerja ekspor dan pasokan bahan baku untuk produk hilir dalam negeri. 

“Kalau ekspor tetap tinggi sementara produksi kurang maka pasokan dalam negeri bisa sedikit,” kata Togar, Rabu (27/10/2021). 

Adapun, Togar menuturkan, turunnya target produksi pada paruh kedua tahun ini disebabkan karena proses tanam pada 2019 tidak optimal. Saat itu, dia mengatakan, pelaku usaha kelapa sawit dihadapkan pada kondisi musim kering dan pupuk yang relatif sedikit. 

“Pupuk pada 2019 dan sebelumnya karena harga rendah, memilih untuk tidak memupuk waktu itu,” kata dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.