Manipulasi Impor Baja Gerogoti Upaya Penghiliran Mineral

Dalam kurun 5 tahun terakhir, volume impor baja paduan meroket. Hal ini dapat menjadi indikasi maraknya praktik pengalihan kode HS dan tidak hanya dilakukan oleh satu negara eksportir tertentu saja.

Reni Lestari

7 Des 2021 - 15.48
A-
A+
Manipulasi Impor Baja Gerogoti Upaya Penghiliran Mineral

Roll forming adalah proses pengrolan dingin dengan tujuan pembentukan suatu profil baja (lapis paduan zinc atau zinc & aluminium atau zinc, aluminium, dan magnesium) menjadi produk akhir seperti atap gelombang, genteng metal, rangka atap, rangka plafon dan dinding. /ARFI

Bisnis, JAKARTA — Upaya penghiliran mineral di dalam negeri terus terganjal isu lonjakan impor baja dalam beberapa tahun terakhir.

Ketua Umum The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim mengatakan situasi tersebut diperparah dengan praktik circumvention atau manipulasi kode HS oleh para importir baja.

Circumvention adalah praktik pengalihan kode HS dari baja karbon ke baja paduan. Caranya adalah dengan menambah sedikit unsur paduan seperti boron atau kromium ke dalam baja sehingga produk tersebut dapat dikategorikan sebagai baja paduan.

Produk baja paduan ini pada saat diimpor ke Indonesia tidak membayar bea masuk most favorable nations (MFN) karena tarifnya 0 persen dan tidak membayar bea masuk tambahan, jika ada.

Menurut Silmy, praktik ini tidak hanya merugikan industri baja nasional, tetapi juga negara lantaran importir tidak menyetor pajak.

"Praktik circumvention ini semakin disukai oleh produsen baja di China karena adanya kebijakan tax rebate, di mana untuk ekspor baja paduan diberikan tax rebate sebesar 9—13 persen," ujar Silmy saat dihubungi, belum lama ini.

Presiden Joko Widodo menandatangani baja produk terbaru saat meresmikan pabrik Hot Strip Mill 2 PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Kota Cilegon, Banten, Selasa (21/9/2021). Pabrik ini memiliki kapasitas produksi hot rolled coil (HRC) sebesar 1,5 juta ton per tahun dan merupakan pabrik pertama di Indonesia yang mampu menghasilkan HRC kualitas premium./ANTARA FOTO/Biro Pers Media Setpres-Agus Suparto

Dia pun mengatakan, dalam kurun 5 tahun terakhir, volume impor baja paduan meroket. Hal ini dapat menjadi indikasi maraknya praktik pengalihan kode HS dan tidak hanya dilakukan oleh satu negara eksportir tertentu saja.

Indikasi praktik penipuan tersebut dilihat dari harga baja paduan impor yang lebih murah dari baja karbon.

Seharusnya, yang terjadi adalah sebaliknya, karena baja paduan digunakan oleh industri yang membutuhkan baja khusus seperti industri otomotif dan komponennya, industri mould and dies, dan industri alat besar dan komponennya.

"Kami saat ini tidak takut bersaing dengan produk impor asalkan bersaing secara adil," ujar Silmy.

Serbuan baja impor dan praktik pengalihan HS tersebut diduga menjadi biang keladi rendahnya utilisasi produksi industri baja nasional.

Menurut catatan IISIA, utilisasi rata-rata saat ini masih di angka 52 persen. Hal itu pun merembet ke kemampuan serapan bahan baku dari industri hulu pertambangan yang masih rendah.

Menurut Silmy, jika impor dikendalikan dan peningkatan penggunaan baja dalam negeri dilakukan untuk semua proyek infrastruktur, maka kondisi utilisasi produsen dalam negeri dapat mencapai good utilization sebesar 80 persen seperti utilisasi pabrik baja di negara lain.

TANTANGAN DOMESTIK

Institute For Development of Economics and Finance (Indef) sepakat bahwa isu derasnya impor produk baja merupakan tantangan berat bagi penghiliran mineral di dalam negeri.

Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan baja impor telah lama menjadi beban bagi industri domestik.

Hal itu sejalan dengan derasnya ekspor komoditas nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi) sebagai bahan baku baja.

Meski pembangunan smelter nikel digenjot, tetapi nilai tambah di dalam negeri tak bisa dimaksimalkan karena sebagian besar hasil pemurniannya berupa NPI dan FeNi masih diekspor.

Meski demikian, pemerintah belum lama ini mewacanakan untuk menutup keran ekspor produk olahan nikel sebesar 30 persen hingga 40 persen demi keamanan cadangan dan menggenjot nilai tambah.

"Utilisasi produksinya masih rendah karena kompetisi dengan baja impor yang cukup tinggi. Kenapa baja impor [harganya] rendah, karena mereka mendapat fasilitasi di negara asalnya. Jadi ini yang menjadi benturan kepada industri baja domestik," kata Andry, Selasa (7/12/2021).

Dia melanjutkan, ketika utilisasi di industri intermediate rendah, maka bahan baku hasil pemurnian smelter menjadi tidak terserap di dalam negeri. Alhasil, ekspor menjadi pilihan utama.

Kondisi derasnya baja impor, di sisi lain, turut didukung kemudahan untuk memasuki pasar Indonesia. Bahkan tarifnya bisa mencapai 0 persen. Hal itu menjadi tantangan serius bagi daya saing produk baja dalam negeri.

Selain itu, praktik mengalihkan kode HS untuk menghindari bea masuk juga masih marak dilakukan para importir.

Tidak hanya membahayakan daya saing industri dalam negeri, konsumen juga dirugikan dengan produk berkualitas rendah meski harganya lebih murah.

"Pada akhirnya industri di dalam negeri sulit bersaing dengan baja impor dan merembet ke belakang, bahan baku dari baja tidak terserap oleh industri," ujarnya.

Dalam hal ini pemerintah perlu menyusun regulasi untuk melindungi pasar dalam negeri, seperti bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard.

Praktik pengalihan kode HS untuk menghindari bea masuk juga harus diinvestigasi, dan jika perlu melibatkan Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).  

Bagaimanapun, lanjut Andry, jika tak ada perlakuan istimewa untuk industri dalam negeri, maka akan sulit untuk meningkatkan daya saing.

Dia bahkan menilai pemerintah juga perlu mendorong insentif seperti tarif listrik industri yang lebih murah.

"Tekanan-tekanan ini perlu dikurangi. Selain itu, dari sisi perlindungan di dalam negeri untuk baja impor, juga perlu dikedepankan," ujar Andry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.