Bisnis, JAKARTA — Di tengah kondisi industri pariwisata yang tertatih untuk pulih, kalangan perbankan justru gamang menyalurkan bantuan modal usaha atau kredit kepada pengusaha di sektor turisme.
Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication PT Bank Central Asia Tbk. Hera F. Haryn mengatakan perusahaan sedang berupaya mempertahankan tingkat pertumbuhan kredit yang sehat seiring dengan kondisi permintaan pasar, sembari menjaga kualitas pinjaman yang disalurkan.
“Perseroan mencermati bahwa sektor ini [pariwisata] merupakan salah satu sektor yang paling terdampak oleh pandemi sehingga membutuhkan waktu pemulihan yang relatif lebih lama,” kata Hera melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Rabu (22/9/2021) petang.
Berdasarkan catatan perseroan, penyaluran kredit kepada sektor pariwisata dan restoran terkoreksi sekitar 3,7% pada tahun berjalan jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu.
“BCA selalu berpegang pada prinsip kehati-hatian melalui penerapan manajemen risiko yang disiplin,” katanya.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani tak menampik banyak pengusaha pariwisata kesulitan untuk menghidupkan kembali bisnisnya akibat kurang modal usaha dan tingginya beban perusahaan selama tiga semester tidak beroperasi.
“Kami sulit di modal kerja karena sudah banyak hotel-hotel yang tutup terutama seperti di Bali. Modal kerja itu dipakai untuk memperbaiki semua peralatan, mesin dan perawatan gedung,” katanya.
Permasalahannya, Hariyadi menuturkan, kalangan perbankan enggan memberi modal kerja kepada perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata.
Alasannya, bank sudah menganggap sektor pariwisata dan ekonomi kreatif berisiko alias terdampak serius akibat pandemi Covid-19.
“Pemerintah harus turun tangan karena program-program penjamin korporasi tidak jalan. Si penjamin berhitung risiko, semua dianggap berisiko jadi tidak ada yang mau diesekusi. Kalau destinasi wisata mau jalan, harus ada intervensi,” kata dia.
Tak hanya itu, dia mengatakan pelaku usaha mencatatkan beban perusahaan yang terbilang tinggi seperti utang-utang ke bank, pemasok, pajak, dan masalah ketenagakerjaan. Menurutnya, pemerintah mesti mengintervensi proses restrukturisasi utang yang sedang berjalan.
“Sekarang prosesnya bunga ditumpuk di belakang. Itu kemungkinan besar pasti ada masalah karena bank mau secepatnya untuk dikembalikan. Intinya beban di pariwisata besar sekali atas biaya yang terjadi ini,” ujarnya.