Pasal yang Jerat Bahar bin Smith Pernah Digugat di MK

Penahanan terhadap Bahar dilakukan setelah dia resmi ditetapkan sebagai tersangka. Polisi menyebut telah mengantongi cukup bukti untuk menjerat Bahar. Dari pasal yang dijeratkan kepada Bahar terdapat pasal yang pernah digugat di MK.

Saeno

4 Jan 2022 - 13.30
A-
A+
Pasal yang Jerat Bahar bin Smith Pernah Digugat di MK

Bahar bin Smith dijerat dengan pasal yang pernah digugat di Mahkamah Konstitusi/Antra-Yulius Satria Wijaya

Bisnis, JAKARTA - Polisi akhirnya melakukan penahanan terhadap Bahar Bin Smith alias Habib Bahar pada Senin (3/1/2022) malam. Penahanan Bahar dilakukan setelah dia resmi ditetapkan sebagai tersangka. Polisi menyebut telah mengantongi cukup bukti untuk menjerat Bahar. 

Bahar dijerat dengan Pasal 14 ayat 1 dan 2 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 KUHP, dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 KUHP, dan atau Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45a UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) jo Pasal 55 KUHP.

Adapun isi pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:

Pasal 14 ayat 1 dan 2 UU Nomor 1 Tahun 1946

Pasal (1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun. 

Pasal 55 KUHP

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: 

mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Pasal 28 ayat (2) UU ITE

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).” 

Pasal 45A ayat (2) UU ITE

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1. 000.O00. 000,00 (satu miliar rupiah).” 

Jika merujuk pada pasal 45 A ayat (2) UU ITE, Bahar terancam pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1. 000.O00. 000,00 (satu miliar rupiah).”  

Pernah Digugat di MK

Dari semua pasal yang dijeratkan kepada Bahar, terdaat pasal yang pernah digugat di Mahkamah Konstitusi. Pasal tersebut adalah Pasal Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008. Kedua pasal itu dibandingkan dengan ketentuan padaPasal 28E ayat (3) 28F UUD NRI Tahun 1945   

Gugatan uji materil atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 19 tahun 2016 Perubahan atas (UU ITE) diajukan 

Habiburokhman,S.H., M.H..sebagai pemohon pertama dan Asma Dewi selaku pemohon kedua.

Adapun, yang menjadi pihak termohon adalah  DPR RI dan Pemerinta RI Cq Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Komunikasi dan Informatika.

Obyek permohonan dari gugatan uji materi tersebut adalah Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terhadap ketentuan Pasal 28E ayat (3) 28F UUD NRI Tahun 1945

Menurut pemohon Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE adalah perkarayang harus diuji. Pemohon mendalilkan bahwa berbeda dengan istilah suku, agama dan ras dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE yang makna dan batasannya, istilah “Antargolongan” mengandung ketidak jelasan apa makna dan batasannya.

Pemohon juga menyebutkan bahwa dalam hukum pidana sudah dikenal istilah golongan yang dalam pasal 156 KUHP

Dalam petitumnya, pemohon memohon kepada Majelis Hakim agar: 

1. Mengabulkan seluruh permohonan pengujian undang-undang yang diajukan oleh Para Pemohon; 

2. Menyatakan ketentuan frasa “dan antargolongan” dalam Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum. 

3. Menyatakan ketentuan frasa “dan antargolongan” dalam Pasal 45A ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia.  

Sementara itu, DPR sebagai pihak termohon dalam tanggapannya memohon agar Ketua Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusan sebagai berikut: 

1) Menyatakan bahwa Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) sehingga permohonan a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard); 

2) Menolak permohonan a quo untuk seluruhnya atau setidak-setidaknya permohonan a quo tidak dapat diterima; 

3) Menerima keterangan DPR RI secara keseluruhan; 

4) Menyatakan ketentuan frasa “dan antargolongan” dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan 

5) Menyatakan ketentuan frasa “dan antargolongan” dalam Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. 

Setelah menimbang sejumlah hal, majelis Hakim Konstitusi yang menangani perkara nomor 76_PUU-XV_2017 itu dalam amar putusannya menyatakan  Menolak Permohonan Para Pemohon untuk Seluruhnya.

Putusan itu diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada Selasa, 27 Maret 2017 oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu:

  1. Anwar Usman selaku Ketua merangkap anggot
  2. Arief Hidayat sebagai anggota 
  3. Suhartoyo sebagai anggota 
  4. Manahan MP Sitompul sebagai anggota 
  5. Saldi Isra sebagai anggota 
  6. Maria Farida Indrati sebagai anggota 
  7. I Dewa Gede Palguna sebagai anggota 
  8. Aswanto sebagai anggota 
  9. Wahiduddin Adams sebagai anggota 

Sebelumnya, Bahar diperiksa selama hampir 11 jam di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jabar sejak Senin pukul 12.30 WIB. 

Sementara itu, pengumuman Bahar sebagai tersangka itu dilakukan tim penyidik pada Senin (3/1) malam, pukul 23.30 WIB. 

Selain Bahar, pria pengunggah video ceramah yang berinisial TR pun turut ditetapkan sebagai tersangka. TR diterapkan dengan pasal yang sama. 

Arief menjelaskan proses hukum terhadap Bahar itu berdasarkan adanya laporan kepolisian bernomor B 6354/12/2021 SPKT PMJ 2021. Bahar dilaporkan oleh seseorang berinisial TNA akibat adanya dugaan penyebaran informasi bohong saat mengisi ceramah di Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Jabar pada 11 Desember 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Saeno

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.