Indonesia Berambisi Jadi Hub Tekfin Asean, Seberapa Realistis?

Dengan pasar yang luas, Indonesia unggul dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lain di berbagai vertikal tekfin. Misalnya, di vertikal pembayaran, pinjaman atau kredit, pialang sekuritas digital, perbankan digital, asuransi digital, dan lain sebagainya. 

Leo Dwi Jatmiko

7 Des 2021 - 18.40
A-
A+
Indonesia Berambisi Jadi Hub Tekfin Asean, Seberapa Realistis?

Ilustrasi pinjaman online. Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis, JAKARTA — Indonesia berambisi menjadi hub industri teknologi finansial di Asia Tenggara. Misi tersebut termaktub di dalam peta jalan digital 2021—2023 yang tengah dimatangkan pemerintah.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan pemerintah menyiapkan empat pilar utama dalam peta jalan tersebut yaitu infrastruktur digital, pemerintahan digital, ekonomi digital, dan masyarakat digital. 

Peta jalan tersebut juga mencakup 100 inisiatif utama pada 10 sektor prioritas nasional, termasuk di dalamnya sektor jasa keuangan. 

“Beberapa inisiatif di sektor jasa keuangan di antaranya membangun Indonesia menjadi fintech hub Asia Tenggara,” kata Johnny dalam acara Bisnis Indonesia Financial Award (BIFA) 2021, Selasa (7/12/2021). 

(BACA JUGA: Harbolnas 12.12 Potensi Raup Rp13 Triliun, E-wallet Berebut Cuan)

Pemerintah optimistis sektor keuangan digital dapat menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia untuk dapat tumbuh di atas 5 persen pada 2022.

Terlebih, sekitar 16,4 juta atau 26 persen dari total usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia juga telah terhubung dengan digital. 

Layar menampilkan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate memberikan sambutan saat acara Bisnis Indonesia Financial Awards 2021 di Jakarta, Selasa (7/12/2021). Acara tersebut merupakan bentuk penghargaan individu dan perusahaan finansial yang berhasil mencatatkan kinerja cemerlang dan efisiensi tinggi serta konsisten berada dalam koridor praktik berbisnis yang baik. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Secara valuasi, menurut Google dan Temasek, nilai ekonomi digital Indonesia pada 2021 diperkirakan sekitar Rp1.000 triliun. Valuasi tersebut diperkirakan tumbuh menjadi Rp14.000 triliun pada 2030.

“Suatu valuasi yang cukup menjanjikan,” kata Johnny. 

(BACA JUGA: Pendanaan Startup Kuartal IV/2021 Kembali Dihegemoni Tekfin)

Dia menambahkan beragam bentuk layanan yang ditawarkan sektor digital pun turut mendorong penghiliran ekonomi digital yang inklusif dan memberdayakan. 

Sektor teknologi finansial (tekfin) bidang penyaluran kredit/pinjaman daring, misalnya, per Oktober 2021 telah mencakup 104 entitas penyelenggara tekfin, yang menyalurkan dana kredit sekitar Rp13,6 triliun kepada 12,9 juta peminjam di Indonesia. 

Selain itu, hingga kuartal III/2021, nilai transaksi elektronik mencapai Rp209,8 triliun, naik 45 persen secara tahunan. Kemudian, nilai transaksi bank digital mencapai 28,7 triliun, tumbuh 46,7 persen secara tahunan. 

“Utilisasi teknologi digital di sektor keuangan saat ini telah merambah salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia, yakni para pelaku usaha kecil, mikro dan menengah,” kata Johnny.

Co Founder & Chief Executive Officer PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia Ivan Nikolas Tambunan menilai Indonesia sudah berada dalam jalur yang tepat untuk menjadi hub tekfin di Asia Tenggara. 

Dengan pasar yang luas, Indonesia unggul dibandingkan dengan negara-negara lain di berbagai vertikal tekfin. Misalnya, di vertikal pembayaran (payment), pinjaman (lending), pialang sekuritas digital, perbankan digital, asuransi digital, dan lain sebagainya. 

“Saya rasa saat ini [Indonesia] yang terdepan, dan kita terus harus jadi yang terdepan di berbagai vertikal tekfin,” kata Ivan kepada Bisnis, Selasa (7/12/2021). 

Dia juga mengatakan Akseleran siap untuk terus berinovasi dan mengembangkan produknya, serta terus terbuka untuk berkolaborasi dengan mitra-mitra yang ada, baik di dalam maupun luar negeri untuk mendukung cita-cita Indonesia tersebut. 

Dalam Laporan e-Conomy SEA, Google, Temasek, dan Bain & Company, Indonesia diestimasikan menjadi pasar ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, dengan potensi pasar mencapai US$124 miliar atau sekitar Rp1.762 triliun. 

Sektor dagang-el, layanan keuangan digital, media daring, transportasi daring, dan perjalanan menjadi sektor-sektor penopang pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. 

Bagaimanapun, untuk mencapai asa menjadi hub tekfin regional, Ivan menggarisbawahi Indonesia masih dihadapkan pada tantangan  keterbatasan sumber daya manusia (SDM) khusus teknologi informasi, infrastruktur digital, pangkalan data, dan serat optik. 

“Regulasi juga harus mendukung inovasi, tetapi tetap juga menjaga perlindungan konsumen dan stabilitas keuangan nasional. Selain itu regulasi juga harus proinvestor,” kata Ivan.

Lain sisi, impian pemerintah untuk membawa Indonesia sebagai Hub teknologi finansial (tekfin) di Asia Tenggara baru dapat terwujud jika pemerintah dan segena pemangku kepentingan saling bekerja sama. 

CEO dan Co Founder Dana Vince Iswara mengatakan sistem pembayaran dan sektor jasa keuangan adalah mesin bagi pertumbuhan ekonomi nasional. 

Keduanya saling terkait dan berkontribusi positif terhadap laju inklusi dan literasi keuangan. Tekfin berada dalam kedua ekosistem tersebut lewat kanal digital. 

“Dalam semangat kolaborasi di masa seperti ini, kita tidak bisa hanya melihat dari sisi pelaku fintech saja, namun harus dilihat secara menyeluruh ekosistemnya,” kata Vince saat dihubungi Bisnis.

Dia berpendapat regulator sistem pembayaran dan sektor jasa keuangan terus menciptakan berbagai kebijakan dan peraturan untuk memacu industri tekfin tumbuh berkembang. 

Pemerintah juga terus memacu infrastruktur digital untuk mengakselerasi penetrasi internet di seluruh Indonesia. 

“Kedua hal ini adalah modal bagi industri tekfin untuk berkompetisi dan melayani kebutuhan-kebutuhan transaksi masyarakat,” kata Vince. 

Lebih lanjut, dia menilai para pelaku tekfin juga harus giat melaksanakan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat berbagai platform digital, khususnya buatan putra-putra daerah. 

Dengan arah dukungan kebijakan yang tepat, infrastruktur memadai, juga aspek sosialisasi dan edukasi untuk memastikan perlindungan konsumen, Indonesia akan makin dekat dengan cita-cita menjadi hub tekfin di Asia Tenggara. 

“Saya yakin kita semua dapat mencapai target tersebut,” kata Vince. 

FAKTOR KEAMANAN

Di lain sisi, faktor keamanan juga menjadi tantangan terberat bagi Indonesia jika ingin menyandang status hub tekfin Asia Tenggara. Secara fisik dan digital, keamanan Indonesia masih sangat rentan. 

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura berpendapat pemerintah harus memastikan transaksi digital di Indonesia aman. Secara infrastruktur, data yang tersimpan juga dapat dijaga. 

“Infrastruktur diperbaiki dahulu seperti kualitas jaringan internet, keamanan digital, dan pangkalan data. Jika tiga itu belum selesai, tidak bisa jadi hub,” kata Tesar, Selasa (7/12/2021). 

Secara garis besar, Tesar menilai peluang Indonesia untuk menjadi hub tekfin Asia Tenggara sangat besar. Terlebih, jumlah pengguna internet di Indonesia—yang mencapai 202,6 juta pengguna—merupakan yang terbanyak di kawasan.

Dengan potensi tersebut, Tesar menekankan Indonesia tidak boleh hanya menjadi pasar. Posisi Indonesia yang akan menjadi hub tekfin Asia Tenggara harus memberi keuntungan sebesar-besarnya bagi pemain dalam negeri. 

“Mungkin saja kita jadi hub karena pasar kita besar,” kata Tesar. 

Meski masih memiliki banyak kekurangan sebelum bisa menjadi hub tekfin Asean, Indonesia dinilai sebagai negara yang paling siap untuk membangun infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi. Sumber daya energi di Tanah Air pun dinilai sudah memadai.

Untuk menjadi hub, Indonesia membutuhkan pangkalan data yang mengonsumsi energi cukup besar. Negara Asia Tenggara lainnya belum tentu dapat menyiapkan energi dalam jumlah besar. 

Dalam kaitan itu, Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Anang Latif mengatakan menjadi hub tekfin Asia Tenggara bukanlah hal yang mustahil bagi Indonesia. 

“Negara tetangga kita tidak bisa membangun banyak pangkalan data karena keterbatasan listrik. Kita tahu pangkalan data butuh listrik,” kata Anang, Selasa (7/12/2021). 

Dia mengatakan saat ini pemerintah tengah berupaya untuk membangun pangkalan data nasional dengan kapasitas yang luar biasa.  Pangkalan data tersebut akan dilengkapi dengan jaringan Palapa Ring yang telah terintegrasi. 

Dengan integrasi infrastruktur, maka ekonomi digital tidak hanya berputar di Pulau Jawa atau daerah perkotaan, juga sampai ke desa-desa bahkan hingga ke daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). 

“Tentunya dengan infrastruktur yang selesai menjadi salah satu syarat Indonesia untuk menjadi hub [tekfin] di Asia Tenggara,” kata Anang. 

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia (IDPRO) Teddy Sukardi mengatakan selain sumber energi fosil, Indonesia juga memiliki sumber energi baru dan terbarukan (EBT) yang melimpah. 

Sumber EBT ini dapat digunakan untuk membangun lebih banyak pangkalan data. 

“Seperti di Sumba, Nusa Tenggara Timur, anginnya konstan sehingga ideal untuk pangkalan data ramah lingkungan. Itu suatu alternatif dan potensial untuk EBT,” kata Teddy.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.