Free

Industri Butuh Insentif Bantalan untuk Terapkan UMP 2022

Kebijakan afirmasi dalam penerapan upah minimum provinsi atau UMP 2022 dapat menghindarkan industri dalam negeri dari potensi pemutusan hubungan kerja atau PHK akibat naiknya biaya produksi.

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi

26 Okt 2021 - 13.56
A-
A+
Industri Butuh Insentif Bantalan untuk Terapkan UMP 2022

Pekerja menunjukkan uang Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran yang diterimanya di pabrik rokok PT Djarum, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (12/5/2020). /ANTARA FOTO-Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA — Rencana kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2022 dinilai harus diiringi dengan kebijakan afirmatif bagi perusahaan yang belum pulih dari dampak pandemi tahun ini. 

Ekonom Universitas Indonesia (UI) sekaligus Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi berpendapat kebijakan afirmatif itu memberi relaksasi bagi perusahaan yang masih terkendala arus kas akibat pandemi.

Dengan kata lain, perusahaan yang memperoleh relaksasi dapat  menunda pemberlakuan kenaikan UMP tahun depan. 

Menurutnya, langkah itu juga dapat menjaga tren pemulihan ekonomi nasional seiring dengan membaiknya indeks manajer pembelian manufaktur dalam negeri. 

“Harus ada afirmasi, industri mana yang sudah pulih, mana yang belum. Sebab, kalau [kenaikan UMP] ini diwajibkan semua, maka akan meningkatkan ongkos produksi mereka pada masa pemulihan,” kata Faisal, Senin (25/10/2021). 

Dengan demikian, dia mengatakan, kebijakan afirmatif itu dapat menghindarkan industri dalam negeri dari potensi pemutusan hubungan kerja atau PHK akibat naiknya biaya produksi.

“Kalau momentum pemulihan ini tidak bisa dijaga, mereka akan menghasilkan PHK yang jauh lebih besar,” kata dia. 

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri sebelumnya mengatakan, sesuai arahan Menaker Ida Fauziyah, masih ada dialog-dialog yang harus dilakukan pemerintah terkait penetapan UMP tahun depan.

Langkah itu diambil untuk menciptakan sistem pengupahan yang berkeadilan bagi pekerja dengan memperhatikan kemampuan perusahaan yang menyediakan lapangan pekerja.

"Penetapan upah minimum tidak dapat memuaskan seluruh pihak, mengingat energi seluruh anak bangsa telah terkuras untuk penanganan Coronavirus Disease 2019 [Covid-19]. Namun, lebih baik daripada 2021," tuturnya.

Jelang penetapan UM 2022, Kementerian Ketenagakerjaan menggelar perbincangan bersama Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) dan Badan Pekerja Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (BP LKS Tripnas) di Jakarta. Dalam pertemuan ini sepakat untuk mendorong penetapan Upah Minimum yang sesuai dengan ketentuan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. 

DI BAWAH LAYAK

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan hingga saat ini masih banyak pekerja atau buruh yang masih menerima gaji di bawah UMP.

Penyebabnya, kata Timboel, sebagian pengusaha tidak patuh atas ketentuan yang telah ditetapkan ihwal UMP tersebut. 

Timboel mengatakan pelanggaran pembayaran UMP selama ini tidak mendapat penegakan hukum yang tegas dari pemerintah pusat hingga provinsi.

Faktanya, pembayaran upah di bawah standar UMP itu masuk ke dalam ranah pidana dan perdata dengan ancaman kurungan selama satu hingga 4 tahun.

Timboel meminta pengawasan ketenagakerjaan dari pemerintah itu mesti ditingkatkan menyusul penetapan UMP tahun depan yang mulai mengikuti amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.  

“Kementerian Ketenagakerjaan dan Pemerintah Provinsi tidak mampu menyelesaikan masalah klasik yang terus terjadi ini, dan cenderung membiarkan hal ini terus terjadi dan diduga menjadi lahan para pengawas ketenagakerjaan untuk berkolusi dengan pengusaha,” kata Timboel. 

Menurut Timboel, besaran kenaikan UMP tahun depan tidak mengandung masalah yang serius. Alasannya, pekerja yang baru terserap ke dalam pasar tenaga kerja relatif kecil jika dibandingkan jumlah pekerja dengan masa bakti lebih dari satu tahun.

Adapun, besaran UMP diamanatkan untuk memberi jaring pengaman sosial bagi pekerja baru dengan pengalaman kurang dari satu tahun.  

Dengan demikian, pekerja dengan masa bakti lebih dari satu tahun mesti mendapat pembayaran di atas UMP. Hanya saja, dia mengatakan, pekerja dengan status itu masih mendapatkan pembayaran di bawah UMP. 

“Kalau kita lihat di lapangan masih banyak pekerja yang dibayar UMP, itu tidak susah-susah ditemukan di daerah yang dekat istana saja, yang deket Kebon Sirih di Jakarta masih ada yang dibawah Rp3 juta, padahal UMP di sini [DKI Jakarta] Rp4,2 juta,” kata dia. 

Sejumlah pekerja pabrik rokok menghitung uang Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran saat pembagian di Kudus, Jawa Tengah, Selasa (21/5/2019)./ANTARA-Yusuf Nugroho

Di sisi lain, Dewan Pengupahan Nasional atau Depenas memberi tenggat bagi Kemenaker untuk mengumumkan besaran UMP 2022 paling lambat 10 November 2021. 

Wakil Ketua Depenas Adi Mahfud mengatakan Kemenaker masih meminta sejumlah data detail dari Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung besaran UMP tahun depan itu.

Data detail itu di antaranya seperti tingkat konsumsi rata-rata rumah tangga dan data konsumsi pekerja di rumah tangga. 

“Rilis BPS tanggal 15 kemarin itu karena suatu hal kami masih menunggu indikator yang dijadikan sebagai penghitung UMP, begitu kemarin sepakat kelengkapan data itu akan dikirim dari BPS ke Kemenaker maksimum tanggal 5 November, ketetapannya kami mewanti-wanti di bawah tanggal 10 November,” kata Adi. 

Kendati demikian, Adi enggan untuk menerangkan isi pembahasan teranyar soal ketetapan kenaikan UMP tahun depan itu. Dia beralasan dirinya dibatasi oleh kode etik untuk membeberkan isi pembahasan yang masih berkembang bersama Kemenaker dan pemangku kepentingan lainnya. 

“Kami mengacu pada data BPS, itu jadi acuan untuk menghitung UMP Provinsi, Kabupaten, Kota. Kami tidak memungkinkan untuk menyebut angka itu,” tuturnya. 

Persentase kenaikan upah minimum berpotensi lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, seiring dengan diterapkannya metode kalkulasi baru perhitungan upah minimum.

Penetapan upah minimum 2022 bakal mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 tentang Pengupahan yang menggantikan PP No. 78/2015.

KONSISTENSI

Dari sisi pelaku usaha, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta kenaikan UMP tahun depan konsisten mengikuti formulasi yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Kadin Sarman Simanjorang mengatakan pengusaha relatif mampu menyesuaikan kenaikan UMP apabila berasal dari formulasi yang ada pada PP Nomor 36 Tahun 2021 tersebut. 

“Adanya isu yang menyatakan UMP akan ada kenaikan dari tahun lalu sejauh rumusnya dan dasarnya jelas sesuai PP Nomor 36 tahun 2021, pengusaha akan dapat menyesuaikan sesuai kemampuan,” kata Sarman. 

Sarman mengakui kenaikan UMP tahun depan turut menjadi perhatian pelaku usaha di tengah momentum pemulihan ekonomi nasional seiring tren pelandaian kurva pandemi di Tanah Air. 

“Serikat pekerja atau buruh jangan sampai menuntut berlebihan di luar kemampuan dunia usaha. Dalam kondisi seperti ini saling pengertian sangat dibutuhkan, jangan sampai pelaku usaha tertekan akibat permintaan kenaikan UMP yang berlebihan,” kata dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.