Langkah Preventif Jelang Moment of Truth

Memasuki perhitungan satu minggu sejak berakhirnya libur Lebaran 2021, semua menantikan kepastian ada tidaknya gelombang kedua kasus Covid-19 yang terjadi akibat kerumunan massa.

24 Mei 2021 - 14.22
A-
A+
Langkah Preventif Jelang Moment of Truth

Aprilian Hermawan/Sketsa-Bisnis

Memasuki perhitungan satu minggu sejak berakhirnya libur Lebaran 2021, semua menantikan kepastian ada tidaknya gelombang kedua kasus Covid-19 yang terjadi akibat kerumunan massa.

Wanti-wanti risiko kenaikan kasus positif sebelumnya sudah disampaikan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dalam rapat koordinasi penanganan virus Corona yang digelar virtual pada Minggu (16/5).

Catatan dari rapat itu adalah perlunya pemantauan dari seluruh pihak atas kondisi kesehatan dari masyarakat yang memaksakan mudik.

Semua pihak yang dimaksud Satgas itu termasuk pemerintah daerah untuk melaporkan situasi di lapangan agar risiko kasus dapat dikendalikan dengan baik. Imbauan ini terkait dengan masa inkubasi Covid-19 pasca-Lebaran guna menghindari risiko penularan.

Secara umum, masa inkubasi dimulai ketika seseorang terinfeksi virus hingga akhirnya muncul gejala. Masa inkubasi menjadi salah satu titik kritis penularan karena seseorang yang terinfeksi tetap bisa menularkan virus Corona meski belum atau tidak muncul gejala. Adapun perkiraan masa inkubasi Covid-19 yaitu selama 3 hari hingga 14 hari.

Dengan begitu, paling tidak 2 pekan sejak berakhirnya masa liburan Lebaran 17 Mei 2021 menjadi moment of truth penentu ada tidaknya kluster baru yang muncul. Masa 14 hari ini menjadi titik krusial keberhasilan upaya mitigasi risiko.

Bahkan boleh jadi perhitungan itu lebih cepat dari waktu berakhirnya masa liburan karena banyak masyarkat yang sudah curi start mudik jauh-jauh hari kendati pemerintah resmi melarang. Atau bisa jadi juga ledakan gelombang diketahui lebih lama dari perkiraan bila ternyata data yang dilaporkan tidak sesuai kenyataan.

Kekhawatiran akan terjadinya kluster baru libur Lebaran ini bukan tanpa dasar. Betapa tidak. Selang 2 hari setelah Hari Raya Idulfitri beredar foto dan video di beberapa kawasan wisata kerumunan masyarakat yang menikmati suasana liburan.

Tampak sangat jelas betapa besar animo masyarakat yang menyerbu objek wisata di masa libur Lebaran tahun ini. Kendatipun masih dalam suasana pandemi, keinginan warga untuk berlibur ke pantai seolah begitu bergelora tak terbendung.

Berbondong-bondong ribuan warga bermain air di pantai hingga menyuguhkan pemandangan betapa padatnya kerumunan massa itu. Ironisnya dari foto dan video tersebut banyak wisatawan yang tak memakai masker.

Menurut catatan Taman Impian Jaya Ancol, pada hari kedua Lebaran jumlah wisatawan yang mengunjungi tempat itu mencapai 39.000 orang. Suasana padatnya massa ini membuat kawasan Ancol menjadi perbincangan hangat di jagat maya. Akibat lonjakan pengunjung tersebut bahkan pihak manajemen Ancol sempat memutuskan untuk tutup sementara.

Tak ayal para netizen menulis kekhawatiran akan terjadinya ledakan kasus Covid-19 akibat kerumunan di Ancol. Bahkan ada yang secara kreatif mengunggah foto kolase dengan menyandingkan kondisi serupa di India saat festival kendi atau Kumbh Mela di Sungai Gangga.

Pesan yang ingin disampaikan, kerumunan di India dan Indonesia seakan tak ada bedanya. Sama-sama ugal-ugalan dan sembrono.

Seperti diketahui, belum lama ini warga di India merayakan festival dengan mandi massal di Sungai Gangga. Ratusan ribu orang yang mengikuti perhelatan itu seakan begitu percaya diri untuk berinteraksi meskipun tidak bermasker dan menerapkan protokol kesehatan.

Alhasil, sejak 12 April 2021, India mampu menggeser posisi Brasil sebagai negara dengan jumlah kasus infeksi virus Corona tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Pada hari itu per Senin (12/4), Kementerian Kesehatan India melaporkan rekor mencapai 168.912 kasus infeksi Covid-19 dalam sehari. Suatu angka yang fantastis.

Secara gamblang Badan Kesehatan Dunia bahkan menyebutkan lonjakan kasus Covid-19 di India terjadi karena kegagalan pemerintah dalam memperhatikan pembatasan pergerakan dan interaksi sosial. Padahal, pada awal pandemi Negeri Bollywood ini sempat menjadi negara yang dibanggakan WHO karena dengan jumlah penduduk hampir 1,4 miliar jiwa itu relatif mampu menahan ledakan kasus penularan Covid-19.

India sebelumnya memang dianggap berani mengambil langkah tegas, mulai dari keputusan lockdown, pengawasan ketat, melacak kontak, melatih tenaga medis, meningkatkan kapasitas tes, menyiapkan fasilitas kesehatan, hingga gencarnya sosialisasi kepada masyarakat.

Bahkan para polisi dibekali cara ‘brutal’ yang efektif dalam mencegah warga untuk keluar rumah, yaitu memukuli para pelanggar lockdown dengan tongkat kayu.

Akan tetapi prestasi yang dicapai sebelumnya seakan sirna dalam sekejap. Saat ini, total kasus Covid-19 di India telah menembus angka 26 juta kasus dengan jumlah total kematian akibat Corona mencapai 291.365 orang hingga Jumat (21/5).

Pemerintah India kini menengarai kebangkitan Covid-19 ini karena keengganan masyarakat untuk memakai masker dan tidak mengikuti aturan jarak sosial. Itulah mengapa polisi India sejak pertengahan Mei kembali menjalankan cara tegas dengan mementungi warga yang keluyuran untuk meredam gelombang kedua yang lebih mematikan.

***

Kembali ke Tanah Air. Jika ditarik ke belakang, peristiwa kerumunan massa sebenarnya tidak hanya terjadi pada saat libur Lebaran. Lonjakan signifikan kerumunan bahkan sudah terjadi pada saat puasa Ramadan, seperti halnya di Pasar Tanah Abang dan berbagai pasar di kota-kota besar lain.

Saat itu, kecemasan warganet sudah menyeruak terkait fakta membludaknya pengunjung di berbagai pasar.

Pada awal Mei lalu, sempat viral video lautan manusia yang memadati kompleks perbelanjaan terbesar di Tanah Abang. Dengan kondisi itu, pelaksanaan protokol kesehatan Covid-19 tentu terabaikan. Warga bersesakan mulai dari pintu masuk hingga lorong-lorong kios. Belum lagi banyaknya warga yang masih tak tertib mengenakan masker.

Banyak terlihat beberapa warga tanpa merasa bersalah memakai masker di dagu meskipun berada di tengah-tengah kerumunan. Ada pula teriakan-teriakan petugas hingga pedagang agar warga menerapkan jaga jarak, tetapi itu seakan tak dihiraukan.

Berdasarkan catatan Pemprov DKI Jakarta total pengunjung Pasar Tanah Abang dalam sehari saat itu bisa mencapai 100.000 orang atau nyaris 200% dari kapasitas pengunjung. Adapun di hari-hari sebelumnya jumlah pengunjung hanya berkisar 35.000 orang per hari.

Bagaimanapun, fenomena ini telah mewarnai peristiwa yang terjadi di Tanah Air sebelum libur Lebaran. Begitu pula dengan keputusan pemerintah yang tetap membuka destinasi wisata di tengah kebijakan larangan mudik.

Meskipun pemerintah telah melarang mudik karena masih tingginya angka penularan dan kematian akibat Covid-19, sikap ambigu yang membolehkan tempat wisata buka adalah sebuah kenyataan. Padahal bila merujuk fakta sebelumnya saat libur panjang Natal dan Tahun Baru, peristiwa itu berhasil memicu lonjakan kasus Covid-19.

Kembali kepada realita saat ini bahwa libur Lebaran 2021 telah usai. Demikian pula beberapa peristiwa kerumunan massa sudah terjadi dan tak terbantahkan. Lalu, apa yang harus dilakukan pemerintah agar Indonesia tidak mengikuti jejak India yang kini limbung dihantam gelombang kedua kasus positif Covid-19?

Screening arus balik pemaksa mudik agaknya menjadi kata kunci untuk dapat menekan risiko kenaikan kasus sekaligus memitigasi penyebaran penularan yang massif. Tes antigen bagi masyarakat, khususnya kepada para pengguna kendaraan roda dua yang sukses membobol penyekatan kendati belum memiliki bukti bebas Covid-19, perlu digencarkan.

Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama secara serius guna memastikan akurasi fakta di lapangan, bahkan hingga ke tingkat RT. Dengan demikian, bila benar libur Lebaran 2021 telah membentuk kluster baru Corona, pemerintah dapat secara cepat mengintersepsi gelombang bola salju agar tidak semakin besar, lalu menggelinding tak terkendali.

Dengan demikian, kepastian tindakan isolasi dan karantina mandiri menjadi hal yang esensial. Apalagi B.1.1.7, B.1.617, dan B.1.351, trio varian baru virus Corona yang masing-masing berasal dari Inggris, India, dan Afrika Selatan, sudah terkonfirmasi masuk Indonesia.

Jangan sampai harapan perekonomian Indonesia yang digadang-gadang dapat tumbuh 7% pada kuartal II/2021 kembali sirna dikalahkan oleh second wave.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.