Pertamax Campur Bioetanol Berpotensi Kerek Harga BBM Nonsubsidi

Berdasarkan hasil ujicoba pada 2018 lalu menunjukkan bahwa harga BBM campuran bioetanol sedikit lebih mahal di atas harga BBM nonsubsidi.

Ibeth Nurbaiti

1 Mar 2023 - 08.44
A-
A+
Pertamax Campur Bioetanol Berpotensi Kerek Harga BBM Nonsubsidi

Petugas mencatat plat nomer kendaraan sebelim mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar ke kendaraan kepelanggan disalahsatu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (20/1/2023). Bisnis/Paulus Tandi Bone

Bisnis, JAKARTA — Mencuatnya rencana pemerintah mencampur bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dengan bahan bakar nabati (BBN) bioetanol diproyeksi bakal berpengaruh terhadap harga komoditas tersebut.

Hal itu sejalan dengan peningkatan kualitas BBM nonsubsidi beroktan (Research Octane Number/RON) 92 yang diyakini juga ikut terkerek dengan pencampuran bioetanol. Naiknya kadar oktan tersebut tentunya membuat kualitas BBM Pertamax menjadi lebih baik.

Baca juga: Pemerintah Atur Strategi Amankan Pasokan Energi

Untuk diketahui, makin tinggi kadar oktan BBM maka akan makin bagus pula kualitasnya, selain dapat dipastikan lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan BBM yang berkadar oktan lebih rendah.

Pencampuran BBM dengan bioetanol juga menjadi salah satu solusi strategis untuk meningkatkan ketahanan energi nasional di tengah terus meningkatnya impor BBM. Namun, tak bisa dimungkiri bahwa hasil ujicoba pada 2018 lalu menunjukkan harga BBM campuran bioetanol sedikit lebih mahal di atas harga BBM nonsubsidi.

Baca juga: Pemetaan Arah Subsidi BBM Kian Sulit, ‘Tersandera’ Tahun Politik

Sejalan dengan itu, PT Pertamina (Persero) pun turut mempelajari potensi kenaikan harga Pertamax hasil bauran dengan BBN bioetanol.

“Yang jelas setelah dicampur dia [Pertamax] bisa naik di atas RON 92. Itu yang akan dibicarakan berapa jualnya dari mereka, kami sebagai offtaker-nya, bagaimana kalau dicampur jadi berapa harga Pertamax,” kata Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, Selasa (28/2/2023). 


Per 1 Maret 2023, Pertamina kembali melakukan penyesuaian harga Pertamax dari sebelumnya Rp12.800 per liter yang berlaku sejak 3 Januari 2023. Dengan penyesuaian tersebut, harga Pertamax di DKI Jakarta misalnya, naik menjadi Rp13.300 per liter.

Sebagai gambaran, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggaet tim riset Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk menyusun peta jalan strategis demi percepatan implementasi bioetanol di Indonesia. Langkah itu juga didukung oleh US Grains Council (USGC). 

Baca juga: Pilah-Pilih Pembeli BBM Subsidi, Keputusan Pemerintah Dinanti

Bioetanol diyakini dapat digunakan untuk untuk mengurangi potensi emisi gas rumah kaca hingga 3 persen termasuk CO2, NOx, dan Partikel PM2.5, sesuai dengan target nol emisi karbon (net zero emission/NZE) Indonesia pada 2060 mendatang. 

Selain itu, penggunaan bioetanol juga akan meningkatkan bauran energi terbarukan Indonesia yang ditargetkan mencapai 23 persen pada 2025.

Menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, pemilihan Pertamax sebagai BBM yang akan dicampur dengan bioetanol dengan pertimbangan harga pembentuk Pertamax berada di level yang sama dengan bioetanol. 

Baca juga: Rencana BBM Campur Metanol Mencuat, Erick Siapkan Bioetanol

“Kalau [bioetanol] dicampur di Pertalite, kan secara harga, Pertalite lebih murah. Kan Pertalite itu harganya Rp10.000, kalau bioetanol itu di angka Rp12.000 sampai Rp13.000,” kata Dadan saat ditemui di Kementerian ESDM, Senin (20/2/2023).  


Itu sebanya, rencana awal pencampuran 5 persen bioetanol dengan BBM RON 90 yang disubsidi tersebut, urung dilakukan. “Jadi kalau dicampur Pertalite, berarti nanti ada komponen harga tambahan yang harus dicari cara penyelesaiannya. Sehingga sekarang kami melihatnya ke Pertamax,” tuturnya.

Dia mengharapkan pencampuran bioetanol dengan Pertamax itu sekaligus dapat mempercepat implementasi program bauran E5. Nantinya, porsi Pertamax akan mencapai 95 persen pada tahap implementasi awal E5 yang ditargetkan efektif pada semester I/2023, sehingga implementasinya bisa lebih cepat.

Baca juga: Mencegah Komitmen Pendanaan Hijau Gagal Menetas

Penyaluran perdana bensin Pertamax campuran bioetanol tersebut rencananya akan berlangsung di pom bensin khusus di Kawasan Surabaya yang berdekatan dengan produsen bioetanol.

Seperti yang pernah disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir, distribusi bioetanol membutuhkan proses logistik yang cenderung kompleks dibandingkan dengan bahan bakar berbasis fosil. Alasannya, bioetanol cepat busuk lantaran berasal dari batangan tebu. 

“Bahan bakar ini tidak bisa terlalu jauh dari pom bensinya atau lokasi pengisiannya karena itu bisa busuk,” kata Erick saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Senin (13/2/2023). 

Terkait dengan ketersediaan bioetanol, Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Edi Wibowo sebelumnya mengungkapkan bahwa total produksi bioetanol fuel grade saat ini baru mencapai 40.000 kiloliter per tahun. 

Angka ini jauh di bawah kebutuhan bioetanol yang mencapai 696.000 kl per tahun untuk pengimplementasian tahap awal di daerah Jawa Timur dan Jakarta. “Pasokan yang tersedia dari PT Enero dan PT Molindo sebagai produsen bioetanol fuel grade baru dapat memasok sekitar 5,7 persen saja kebutuhan Jawa Timur dan Jakarta. Artinya, dari sisi suplai harus ditingkatkan,” kata Edi. (Nyoman Ary Wahyudi/Widya Islamiati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.