Pilah-Pilih Pembeli BBM Subsidi, Keputusan Pemerintah Dinanti

Sejak awal 2022, rencana pembatasan pembelian Pertalite dan Solar subsidi kian kencang dihembuskan, salah satunya dengan menggunakan aplikasi MyPertamina. Namun, hingga kini tak kunjung ada kejelasan.

Ibeth Nurbaiti

20 Feb 2023 - 10.35
A-
A+
Pilah-Pilih Pembeli BBM Subsidi, Keputusan Pemerintah Dinanti

Petugas mencatat plat nomer kendaraan sebelim mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar ke kendaraan kepelanggan disalahsatu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (20/1/2023). Pertamina Patra Niaga menjelaskan, sedikitnya 71 kabupaten/kota se-Indonesia yang telah memberlakukan pemakaian QR Code sampai dengan hari ini guna penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran dan menghindari penyalagunaan. Bisnis/Paulus Tandi Bone

Bisnis, JAKARTA — Banyaknya wacana yang telah 'dilemparkan' terkait dengan rencana pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar telah memicu terjadinya kesimpangsiuran yang tak kunjung reda.

Tak hanya bagi masyarakat, berbagai wacana soal pembatasan pembelian Pertalite dan Solar bersubsidi menimbulkan keresahan bagi pelaku usaha stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

Sejak awal 2022, rencana pembatasan pembelian Pertalite dan Solar subsidi kian kencang dihembuskan, salah satunya dengan menggunakan aplikasi MyPertamina. Namun, hingga kini tak kunjung ada kejelasan.

Baca juga: Rencana BBM Campur Metanol Mencuat, Erick Siapkan Bioetanol

Kendati sempat memicu kekisruhan, PT Pertamina (Persero) pun hanya bisa sebatas melakukan uji coba wilayah pembatasan pembelian Solar subsidi dengan menggunakan aplikasi MyPertamina atau QR Code. 

Namun, lagi-lagi inisiatif yang dilakukan Pertamina hanya sebatas uji coba, bukan suatu kebijakan yang sudah jelas karena memang payung hukumnya juga belum ada.

Baca juga: Persaingan Ketat Badan Usaha Berebut Pasar BBM Tanah Air

Hingga kini, pemerintah belum juga merilis revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM yang akan menjadi acuan bagi Pertamina untuk melakukan pembatasan pengguna BBM bersubsidi.

Pelanggan mengakses aplikasi MyPertamina di Jakarta, Minggu (29/1/2023). PT Pertamina (Persero) mewajibkan penggunaan QR Code melalui MyPertamina untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis solar subsidi di wilayah DKI Jakarta dan beberapa daerah lainnya per 26 Januari 2023. Bisnis/Fanny Kusumawardhani


Padahal, revisi itu nantinya akan memuat aturan teknis terbaru mengenai ketentuan kelompok masyarakat yang berhak untuk menggunakan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. 

Selama ini pemerintah hanya mengatur pendistribusian untuk Solar subsidi, sedangkan Pertalite dilepas ke mekanisme pasar layaknya BBM nonsubsidi lainnya. Itu sebabnya, butuh payung hukum jika Pertamina akan melakukan pembatasan.

Saat ini, ihwal kejelasan penggunaan aplikasi MyPertamina masih belum selesai, tetapi muncul lagi wacana pembatasan akses pembelian BBM subsidi berdasarkan kategori usaha dan spesifikasi kendaraan.

Baca juga: Fakta Penyalahgunaan BBM Subsidi, Modus Helikopter Terbongkar

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan kelompok usaha yang berhak mengonsumsi Solar subsidi adalah industri kecil, usaha perikanan, pertanian, transportasi darat, transportasi laut, transportasi perkeretaapian, dan pelayanan umum. Usulan tersebut berbeda dari yang saat ini diatur dalam Perpres No. 191/2014, yakni usaha mikro, perikanan, pertanian, transportasi, dan pelayanan umum.

Sementara itu, kelompok usaha yang diusulkan berhak mengonsumsi Pertalite adalah industri kecil, usaha perikanan, pertanian, transportasi, dan pelayanan umum.

Di sisi lain, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas mengajukan sejumlah kriteria kendaraan yang bakal dibatasi aksesnya untuk membeli Solar subsidi dan Pertalite.

Lantas, seperti apa sebenarnya rencana pembatasan konsumsi BBM subsidi tersebut?

Yang jelas, menurut Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana), pelaku usaha SPBU tentunya akan menjalankan apapun keputusan yang akan diambil pemerintah terkait dengan pembatasan tersebut.

“Prinsipnya kami tidak mungkin tidak melaksanakan Perpres yang ada, kalau memang sudah jelas tinggal aplikasi di lapangan,” kata Ketua Hiswana Migas DPD III Juan Tarigan, Selasa (14/2/2023).

Hanya saja, imbuhnya, pemerintah semestinya dapat segera memberi keputusan pasti ihwal revisi Perpres 191/2014 tersebut sehingga pengusaha pun dapat dapat mengukur dampaknya bagi kelanjutan bisnis SPBU.

Baca juga: Persaingan Ketat Badan Usaha Berebut Pasar BBM Tanah Air

Menurut Juan, manuver pemerintah untuk berkomitmen membatasi penyaluran BBM bersubsidi, seperti Pertalite dan Solar sudah dapat dipastikan akan ikut mengoreksi realisasi penjualan dan pendapatan dari pelaku usaha SPBU dalam jangka panjang karena secara langsung mengoreksi kapasitas penjualan. 

“Contohnya, semua masih bisa beli Pertalite saat ini, sekarang kuota 10. Saat Perpres direvisi kuotanya jadi 8, berarti kan ada pengurangan penjualan,” ujarnya.

Tak bisa dimungkiri, pengaturan pembelian Pertalite dan Solar subsidi memang harus disegerakan mengingat tren pertumbuhan konsumsi komoditas subsidi tersebut terus meningkat.


Berdasarkan catatan BPH Migas, hingga 12 Februari 2023, realisasi penyaluran Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar sudah mencapai 1,71 juta kiloliter (kl) atau sekitar 10 persen dari total kuota yang diberikan tahun ini sebesar 17,50 juta kl.

Sementara itu, realisasi penyaluran Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite sudah mencapai 3,44 juta kl atau 11 persen dari keseluruhan kuota tahun ini yang ditetapkan di level 32,56 juta kl. 

“Jika tidak dilakukan revisi Perpres 191/2014, berpotensi terjadinya over kuota JBT [Jenis BBM Tertentu] Solar dan JBKP Pertalite, sehingga diperlukan pengaturan konsumen pengguna,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (14/2/2023).  

Hanya saja, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas Abdul Halim dalam diskusi publik bertajuk Urgensi Reformasi Subsidi Energi menilai revisi aturan terkait dengan penyaluran BBM bersubsidi cenderung sulit terlaksana pada tahun politik menjelang Pemilu dan Pilpres 2024. 

Kementerian ESDM, imbuhnya, memang sudah mengajukan revisi lampiran perpres tersebut yang diharapkan dapat membuat penyaluran BBM subsidi menjadi lebih tepat sasaran. Hanya saja, keputusan akhir tetap berada di tangan pimpinan tertinggi negara. 

“Tahun ini ada tahun politik, paling susah buat memberikan keputusan. Kita semua paham lah, bisa ‘digodok’ ke mana-mana,” ujar Abdul, Selasa (14/2/2023).

Sejauh ini terdapat dua opsi pemberlakuan perubahan kebijakan penyaluran subsidi BBM, yakni mulai 1 Maret 2023 atau sebelum memasuki bulan suci Ramadan. Lalu, mulai 1 Mei 2021 atau setelah masa libur Lebaran.

Menurut dia, penentuan waktu itu akan berpengaruh terhadap volume konsumsi maupun beban anggaran BBM bersubsidi.

Berdasarkan hitung-hitungan BPH Migas bersama dengan Kementerian ESDM, skenario pertumbuhan tertinggi konsumsi Solar subsidi pada tahun ini diproyeksikan mencapai 10 persen dari realisasi konsumsi tahun sebelumnya di level 18,08 juta kl. 

Tingginya skenario pertumbuhan konsumsi BBM JBT itu tidak diikuti dengan penambahan alokasi kuota untuk tahun ini. Kuota Solar untuk tahun ini diberikan sebesar 17,5 juta kl atau turun 4,47 persen dari alokasi 2022 di level 18,32 juta kl.

“Sudah kuotanya turun kemudian kita juga menghadapi pertumbuhan dari realisasi tahun kemarin,” kata Saleh saat dihubungi Bisnis, Selasa (14/2/2023).

Situasi itu, kata Saleh, turut menimbulkan kekhawatiran berlebihnya konsumsi Solar sebagai penggerak niaga dan industri di dalam negeri tahun ini. Apalagi, dia menambahkan, geliat ekonomi belakangan makin sibuk di tengah pembukaan aktivitas sosial masyarakat. 


Sementara itu, alokasi kuota Pertalite yang ditambah cukup dapat mengimbangi perkiraan pertumbuhan konsumsi tahun ini. “Untuk Pertalite itu kan kita cukup bersyukur kuota tahun ini juga naik dibanding tahun kemarin, beda dengan Solar,” tuturnya.

Di sisi lain, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 diperkirakan dapat melebar hingga 3,09 persen atau melampaui batas yang ditetapkan di level 2,84 persen apabila kuota Solar subsidi dan Pertalite jebol seperti tahun lalu.

Baca juga: Daftar Alokasi Biodiesel B35, Pertamina Menguasai Pasokan 2023

Berdasarkan simulasi yang dibuat Institute for Development of Economics and Finance (Indef), kuota Pertalite dan Solar yang masing-masing mengalami kelebihan konsumsi di posisi 27,8 persen dan 12,8 persen akan membuat alokasi subsidi ditambah hingga Rp51,9 triliun. 

Asumsinya, rerata harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) tetap sama dengan ketetapan APBN 2023 di level US$90 per barel, sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS stagnan Rp14.800. 

“Kalau kuotanya bertambah seperti tahun lalu, ini berisiko untuk menambah subsidi dan kompensasi sebesar Rp51,9 triliun,” kata Kepala Pusat Pangan, Energi dan Pembangunan Berkelanjutan Indef Abra Talattov saat diskusi daring, Selasa (14/2/2023). 

Pada simulasi yang lebih konservatif dengan posisi over kuota BBM dan LPG bersubsidi di level masing-masing 10 persen dan 12,5 persen, posisi defisit APBN terhadap produk domestik bruto (PDB) berada di kisaran 2,84 persen dan 2,97 persen. 


Untuk skenario over kuota BBM dan LPG bersubsidi di level 10 persen, pemerintah mesti menambahkan alokasi subsidi hingga Rp27 triliun. Sementara itu, untuk simulasi kelebihan konsumsi hingga 12,5 persen, tambahan subsidi dan kompensasi yang mesti disiapkan di angka Rp33,7 triliun. 

“Ini menjadi alarm kita bersama meskipun ICP dan kurs masih sesuai dengan APBN tetapi terjadi lonjakan kuota ini belum tentu APBN kita bisa meredam,” kata Abra. (Nyoman Ary Wahyudi/Wibi Pangestu Pratama)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.