Asing Borong Saham ARTO

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun tipis 0,07% atau 4,66 poin menuju level 6.581,79 pada akhir perdagangan Jumat (5/11). Sepanjang hari kemarin, IHSG bergerak di rentang 6.550,53 hingga 6.608,09.

Bisnis Indonesia Resources Center

5 Nov 2021 - 17.51
A-
A+
Asing Borong Saham ARTO

Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Jakarta, beberapa waktu lalu. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis, JAKARTA—Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun tipis 0,07% atau 4,66 poin menuju level 6.581,79 pada akhir perdagangan Jumat (5/11). Sepanjang hari kemarin, IHSG bergerak di rentang 6.550,53 hingga 6.608,09.

Kapitalisasi pasar bursa parkir di angka Rp8.108,18 triliun. Investor asing membukukan aksi beli bersih atau net buy sebesar Rp1,10 triliun di seluruh pasar. Sektor yang memberatkan laju indeks komposit yakni sektor energi dan properti yang keduanya terkoreksi 0,98%.

Tampak di seluruh pasar, saham PT Bank Jago Tbk. (ARTO) marak diborong investor asing dengan net buy mencapai Rp1,09 triliun. Namun hal ini belum mampu mendongkrak harga saham ARTO, saham ARTO justru melemah 0,16% atau 25 poin ke level 15.175.

Selanjutnya saham PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) juga dibeli investor asing dengan net buy Rp156,87 miliar, disusul saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) senilai Rp137,36 miliar dan saham PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN) senilai Rp48,3 miliar.

IHSG melemah tipis pasca rilis data pertumbuhan ekonomi triwulan III/2021 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang ternyata di bawah ekspektasi pasar. Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan III/2021 mencapai Rp4.325,4 triliun atau atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.815,9 triliun.

Ekonomi Indonesia triwulan III/2021 jika dibandingkan dengan triwulan III/2020 mengalami pertumbuhan sebesar 3,51% (yoy). Tercatat dari sisi produksi, Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 14,06%.

Dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 29,16%. Perlambatan pertumbuhan terutama dipicu oleh adanya pengetatan aktivitas masyarakat akibat serangan gelombang kedua Covid-19 di bulan Juli-Agustus lalu. Hal tersebut tercermin dari penurunan mobilitas publik di berbagai tempat.

Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2021 sebesar US$145,5 miliar, menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir September 2021 sebesar US$146,9 miliar.

Indeks Bisnis-27

Indeks Bisnis-27 ditutup menguat tipis pada perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (5/11) sebesar 0,06%.

Mengutip Bursa Efek Indonesia (BEI), Indeks Bisnis-27 menguat ke level 512,39 atau naik 0,3 poin dibandingkan dengan level penutupan hari sebelumnya pada 512,08. Sepanjang perdagangan, indeks bergerak di rentang 507,87 hingga 513,85.

Dari seluruh konstituen Indeks Bisnis-27, terdapat 7 saham menguat, 15 saham melemah dan 5 saham diperdagangkan stagnan.

Saham PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR) memimpin penguatan dengan naik 4,35% atau 50 poin ke level 1.200. Selanjutnya, saham PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) yang menguat 3,74% atau 35 poin menuju 970 dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) yang juga terapresiasi 2,86% atau 55 poin menjadi 1.975.

Di sisi lain, saham emiten petrokimia PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA) memimpin pelemahan dengan koreksi 2,05% atau 150 poin ke level 7.175. Selanjutnya, ada saham emiten energi PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) yang melemah 1,79% tertahan di level 1.645 dan saham PT Wijaya Karya Tbk. (WIKA) yang juga turun 1,15% ke level 1.285.

Keuangan

Pada penutupan perdagangan Jumat (5/11) indeks sektor keuangan melemah 0,07% ke level 1.534,19.

Saham yang memberati di antaranya PT Bank Dinar Indonesia Tbk. (DNAR) merosot 4,55% ke level Rp252, diikuti PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNII) melorot 3,35% ke level Rp346 dan PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) drop 1,82% ke level Rp216.

Pada Jumat (5/11) Badan Pusat Statistik mengumumkan pertumbuhan ekonomi atau PDB RI pada kuartal II/2021 sebesar 3,51% (yoy). Angka ini menurun dibandingkan kuartal II/2021 yang tumbuh sebesar 7,07%.

Penyebab perlambatan ini adalah diberlakukannya PPKM di beberapa wilayah pada saat gelombang kedua Covid-19 meledak.  Sementara itu, kinerja penjualan eceran juga cenderung turun sejalan dengan penerapan PPKM level 4 di Juli hingga Agustus 2021.

Dari sisi pengeluaran, perdagangan baik impor dan ekspor mendominasi pertumbuhan RI dengan persentase masing-masing sebesar 30,11% dan 29,16%.

Properti dan Real Estat

Indeks sektor properti dan real estat menurun 1,01% ke level 867,70 pada penutupan perdagangan Jumat (5/11).

Penurunan ini diberati oleh saham PT Bima Sakti Pertiwi Tbk. (PAMG) melemah 4,17% ke level Rp92, disusul PT Bhuwatala Indah Permai Tbk. (BIPP) merosot 3,64% ke level Rp53 dan PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) jatuh 2,11% ke level Rp930.

Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai insentif PPN masih mengalami kendala terutama pada sosialisasinya yang singkat sehingga masyarakat banyak yang belum memanfaatkannya. 

Tren penjualan properti diklaim meningkat meski pada masa pendemi, khususnya penjualan rumah dengan harga Rp1 miliar ke bawah. Menurut Apersi waktu yang tersisa 2 bulan, pemanfaatan insentif saat ini tidak akan maksimal meski ada tren kenaikan permintaan perumahan dari generasi milenial yang mau memanfaatkan fasilitas.

Teknologi

Kinerja indeks sektor teknologi pada Jumat (5/11) terpantau berada di zona hijau dengan pertumbuhan 0,36% ke level 9.357,60.

Penguatan ini didorong oleh PT Cashlez Worldwide Indonesia Tbk. (CASH) melonjak 9,52% ke level Rp322, diikuti PT Metrodata Electronics Tbk. (MTDL) terangkat 6,10% ke level Rp3.650 dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) tumbuh 2,86% ke level Rp1.975.

Saham-saham sektor teknologi semakin gencar melakukan aksi korporasi untuk memperkuat kinerja fundamental.

Pada kuartal III/2021, saham MTDL mencatatkan kinerja positif dengan membukukan penjualan Rp12,1 triliun atau meningkat 20,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian ini dicapai berkat kontribusi kedua unit bisnis MTDL, yaitu unit bisnis distribusi dan unit bisnis solusi dan konsultasi.

Kemudian EMTK sebagai pemegang saham Grab Teknologi Indonesia (GTI) dan Bukalapak, akan mengakuisisi PT Bank Fama Internasional atau mencaplok 93% saham bank ini. Akuisisi ini bertujuan meningkatkan literasi keuangan dan akses perbankan pada sektor UMKM.

Infrastruktur

Pergerakan indeks sektor infrastruktur ditutup tumbuh 0,36% ke level 982,46 pada Jumat (5/11).

Pertumbuhan ini didorong saham PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk. (DGIK) menanjak 11,19% ke level Rp149, disusul emiten tower yaitu PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR) terangkat 4,35% ke level Rp1.200 dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) naik 1,09% ke level Rp2.780.

Dua emiten menara telekomunikasi, PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) melanjutkan aksi korporasi pada kuartal IV/2021.

Pada awal November 2021, TOWR mengonsolidasikan 252 menara di bawah anak usahanya, PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo). Akuisisi itu diproyeksikan mendongkrak jumlah menara Protelindo menjadi 28.000 unit dan 52.000 penyewa.

Pangsa pasarnya di sektor menara Indonesia diestimasi naik dari 24% menjadi sekitar 30%. TBIG juga gencar mendulang pendanaan dari pasar modal. Pada akhir Oktober 2021, TBIG menetapkan kupon final 2,80% per tahun atas penawaran obligasi global senilai US$400 juta bertenor 5,5 tahun.

Transportasi dan Logistik

Indeks sektor transportasi dan logistik tergerus 0,42% ke level 1.258,04 pada Jumat (5/11).

Saham-saham yang melemah antara lain PT Temas Tbk. (TMAS) ambles 6,06% ke level Rp372, lalu PT Maming Enam Sembilan Mineral Tbk. (AKSI) menurun 5,24% ke level Rp470 dan PT Hasnur Internasional Shipping Tbk. (HAIS) jatuh 3,51% ke level Rp220.

Pada Jumat (5/11) emiten pelayaran kompak ambruk, HAIS dijual asing hingga Rp190,50 juta. Walaupun dari sisi kinerja saham menurun, namun dalam sisi fundamental diproyeksikan akan membaik.

Meningkatnya kinerja ekspor yang mencapai 57,64% (yoy) diprediksi akan mampu memulihkan sektor logistik nasional. Tidak hanya itu, peningkatan serupa juga terjadi pada nilai impor yang naik 40,31% hingga September 2021.

Berdasarkan data BPS, nilai ekspor meningkat berturut-turut antara Mei hingga Agustus 2021 walaupun turun pada September 2021 sebesar 3,84% (mtm). Pada periode itu, nilai impor juga turun sebesar 2,67%.

Energi

Pada penutupan perdagangan Jumat (5/11) indeks sektor energi berada di zona merah, turun ke level 996,19 atau melemah 1,02%.

Pelemahan sektoral dipimpin oleh PT Wintermar Offshore Marine Tbk (WINS) yang anjlok 6,47% ke level Rp159, Lalu saham PT Sumber Energi Andalan Tbk. (ITMA) merosot 6,19% ke level Rp530 dan saham PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) drop 4,97% ke level Rp765.

Pelemahan tersebut karena kembali merosotnya harga komoditas batu bara  di pasar ICE Newcastle (Australia) ke level US$154,75/ton atau turun 1,62%. Pelemahan tersebut karena dikabarkan sumber energi ini bakal ditinggalkan oleh beberapa negara.

Dalam konferensi perubahan iklim yang berlangsung di Glasgow (Skotlandia), menyatakan bahwa sejumlah negara akan mempertebal komitmen untuk menyelamatkan bumi dan meninggalkan energi fosil yang kotor secara bertahap.

Program transisi dari batu bara itu disebut Accelerating Coal Transistion (ACT) yang digagas oleh Climate Investment Funds (CIF). Target ACT adalah beralih dari batu bara dan membatasi kenaikan iklim dunia maksimal 1,5 derajat celcius pada 2030.    

Barang Konsumen Primer

Pada perdagangan Jumat (5/11), indeks sektor barang konsumen primer ditutup melemah 0,04% di level 689,84.

Saham yang mendorong pelemahan ialah PT Falmaco Nonwoven Industri Tbk. (FLMC) anjlok 9,34% ke level Rp330, Kemudian diikuti saham PT Sekar Laut Tbk. (SKLT) merosot 5,53% ke level Rp2.220 dan saham PT Malindo Feedmill Tbk. (MAIN) drop 4,11% ke level Rp700.

Pelemahan tersebut seiring dengan rilisnya data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatatkan konsumsi rumah tangga pada kuartal III/2021 mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 1,03% yoy jika dibandingkan dengan kuartal II/2021, yaitu sebesar 5,96% yoy.

Pertumbuhan dibentuk oleh sejumlah komponen yaitu penjualan eceran untuk komoditas makanan, minuman, dan tembakau tumbuh sebesar 5,79%. Angka pertumbuhan tersebut tumbuh menguat dibandingkan dengan kuartal III/2020.

Sedangkan untuk komoditas sandang, suku cadang dan aksesoris, serta peralatan informasi dan telekomunikasi itu mengalami kontraksi masing-masing sebesar 14,27%, 9,29%, dan 32,38%.

Barang Konsumen Non-Primer

Pada penutupan perdagangan Jumat (5/11), indeks sektor barang konsumen non-primer ditutup melemah 0,25% ke level 860,73.

Pelemahan sektor ini dipimpin oleh saham PT Gaya Abadi Sempurna Tbk. (SLIS) anjlok 6,72% ke level Rp2.360, diikuti saham PT Garuda Metalindo Tbk. (BOLT) ambles 6,57% ke level Rp640 dan saham PT Pakuan Tbk. (UANG) drop 6,15% ke level Rp915.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) RI pada kuartal III/2021 sebesar 3,51% yoy. Angka ini melambat dibandingkan kuartal II/2021 yang tumbuh sebesar 7,07%.

Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 22,23%. Sementara itu, dari sisi produksi, pertumbuhan terbesar terjadi pada Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 9,81%.

Adapun  sektor yang terkontraksi adalah sektor makanan minuman sebesar 0,13% dan jasa pendidikan 4,42% serta administrasi pemerintah 9,96%.

Kesehatan

Pada Jumat (5/11) indeks sektor kesehatan ditutup menguat 0,18% ke level 1.415,45.

Penguatan sektor ini dipimpin oleh PT Merck Tbk. (MERK) naik 2,02% ke level Rp3.540, lalu diikuti PT Metro Health Care (CARE) tumbuh 1,75% ke level Rp466 dan PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. (MIKA) menguat 1,35% ke level Rp2.260.

Di tengah situasi pandemi yang masih bergerak fluktuatif, sektor di bidang farmasi kembali menorehkan kinerja ciamik pada kuartal lll/2021 ini. Hal tersebut terjadi pada emiten pengelola RS dan farmasi.

Pendapatan serta laba emiten farmasi yang juga bagian dari sektor layanan kesehatan mampu tumbuh signifikan yang didorong oleh kondisi pandemi yang meningkatkan penjualan obat dan alat diagnostik.

Berdasarkan data BEI pada laporan keuangan kuartal lll/2021, emiten RS yakni MIKA berhasil mencetak pendapatan bersih sebesar Rp3,4 triliun naik 47,12% dibandingkan dengan Rp2,31 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Seiring kenaikan pendapatan, laba bersih perseroan pada tahun berjalan naik 77,13% menjadi Rp1 triliun hingga kuartal III/2021 dibandingkan dengan Rp570,13 miliar per kuartal III tahun lalu.

Barang Baku

Indeks sektor barang baku pada penutupan perdagangan Jumat (5/11) ditutup di zona merah dengan pelemahan 0,16% ke level 1.206,70.

Pelemahan sektor ini didorong oleh saham PT Kapuas Prima Coal Tbk. (ZINC) anjlok 5,30% ke level Rp125. Diikuti saham PT Gunung Raja Paksi Tbk. (GGRP) ambles 5,30% ke level Rp625 dan saham PT Sriwahana Tbk. (SWAT) merosot 3,83% ke level Rp176.

Harga nikel dunia tercatat sebesar US$19.224/ton atau melemah 0,20%. Pelemahan tersebut dikarenakan harga batu bara yang turun telah menekan biaya produksi nikel olahan Nickel Pig Iron (NPI), sehingga berpengaruh terhadap harga jual yang murah.

Selain itu, pasokan nikel olahan sulfat di pasar bertahap mulai pulih dan mencapai level surplus diperkirakan akan menekan harga nikel. Dari sisi permintaan, konsumsi dari industri baja anti karat diperkirakan masih lemah juga jadi pemberat laju nikel ke depan.

Perindustrian

Pada penutupan perdagangan Jumat (5/11), sektor perindustrian ditutup melemah 0,18% ke posisi 1.059,81.

Beberapa saham yang terpantau mengalami pelemahan ialah saham PT Multipolar Tbk (MLPL) drop 4,98% ke level Rp382. lalu PT Arkha Jayanti Persada Tbk. (ARKA) merosot 4,48% ke level Rp64 dan  PT Singaraja Putra Tbk. (SINI) turun 4,08% ke level Rp282.

Sejumlah subsektor industri pengolahan tercatat mengalami kontraksi pada kuartal III/2021, meski industri pengolahan menjadi salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi pada periode ini.

Menurut data BPS, salah satu yang mengalami kontraksi adalah industri karet dan barang dari karet yang mengalami penurunan industri pengolahan 2,80% yoy.

Subsektor lain yang juga mengalami kontraksi adalah industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 3,34% yoy, industri kertas dan barang dari kertas turun 5,37% , dan industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Aprilian Hermawan

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.