Bisnis Marketplace Kalah Saing, Rahasia Anjloknya Saham BUKA

Strategi Bukalapak yang kini tampaknya lebih mendorong bisnis online-to-offline (O2O) ketimbang bisnis marketplace kurang disukai oleh banyak pelaku pasar. Hal ini disinyalir menjadi alasan di balik anjloknya saham perseroan.

Pandu Gumilar

2 Des 2021 - 19.26
A-
A+
Bisnis Marketplace Kalah Saing, Rahasia Anjloknya Saham BUKA

Ilustrasi Bukalapak, salah satu marketplace di Indonesia

Bisnis, JAKARTA – Kalahnya kontribusi segmen marketplace terhadap pendapatan PT Bukalapak.com Tbk. per 30 September 2021 dibanding segmen bisnis online-to-offline (O2O) menjadi salah satu penyebab utama tekanan jual investor terhadap saham emiten berkode BUKA tersebut.

Pada kuartal III/2021, emiten teknologi itu membukukan pendapatan dari segmen marketplace sebesar Rp780,41 miliar. Jumlah itu naik 5,17 persen dibandingkan dengan tahun lalu Rp742 miliar.

Meskipun tumbuh, tapi masih kalah jauh dari segmen mitra yang meningkat 322,83 persen. Lini bisnis tersebut membukukan pendapatan sebesar Rp496,70 miliar.

Total processing value (TPV) Mitra pada periode 9 bulan bertambah sebesar 179 persen menjadi Rp40,0 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kontribusi Mitra terhadap TPV perseroan meningkat dari 33 persen pada kuartal III/2020 menjadi 51 persen pada periode yang sama tahun ini.

Manajemen mengatakan semua itu berkat berkembangnya variasi produk dan jasa yang ditawarkan oleh Bukalapak kepada para Mitra. Pada akhir September 2021, jumlah Mitra yang telah terdaftar mencapai 10,4 juta, meningkat dari 6,9 juta pada akhir Desember 2020.

Meski demikian, total beban penjualan dan pemasaran yang dikeluarkan oleh BUKA untuk segmen Mitra juga mengalami peningkatan sebesar 80,29 persen. Total pengeluaran mencapai Rp523,46 miliar dari tahun sebelumnya Rp290,33 miliar.

Hal tersebut membuat biaya ekspansi atau penambahan mitra menjadi tinggi. Sejalan dengan itu, kontribusi Mitra Bukalapak terhadap pendapatan perseroan meningkat dari 19 persen pada kuartal III/2020 menjadi 43 persen pada periode yang sama tahun ini.

Di sisi lain, pelemahan kinerja segmen marketplace justru membuat analis menjadi gusar terhadap bisnis utama perseroan.

Analis Sucor Sekuritas Paulus Jimmy mengatakan pihaknya dalam waktu dekat akan merevisi target harga yang sebelumnya dipatok Rp1.435 per saham.

“Kami akan memangkas target harga, untuk saat ini kami masih sesuaikan,” katanya kepada Bisnis pada Kamis (2/12).

Menurutnya, salah satu penyebab revisi target adalah kinerja bisnis marketplace yang di luar ekspektasi. Menurutnya, lini bisnis utama Bukalapak itu cenderung melambat bahkan tidak mengalami perkembangan.

Padahal secara industri, lanjutnya, bisnis e-commerce masih mengalami pertumbuhan. “Hasil mereka kurang baik kan kemarin bisa dibilang agak mengecewakan bagi yang marketplace, meskipun segmen Mitra tumbuh dengan baik,” katanya.

Selain itu, awalnya Sucor mengasumsikan TPV segmen marketplace BUKA juga akan mengalami pertumbuhan signifikan. Namun, perkiraan tersebut meleset sehingga target harga perlu dihitung kembali.

BUKA, lanjutnya, berkemungkinan sengaja tidak mengejar kompetisi pada segmen marketplace. Alih-alih melakukan promosi pada segmen e-commerce, perseroan justru menghabiskan dana untuk meningkatkan kapabilitas dan profitabilitas segmen Mitra.

Dia bahkan meyakini pada tahun depan, segmen Mitra berpotensi mengungguli torehan bisnis marketplace. “Secara kontribusi TPV dari Mitra di kuartal III saja sudah tinggi. Pada 2022 kontribusi TPV Mitra bisa melebihi marketplace kalau ritmenya masih begini,” katanya.

Sementara itu, harga saham BUKA ditutup pada level Rp500 per saham pada Kamis (12/11) atau turun 1,96 persen. Harga itu semakin menjauh dibandingkan dengan harga penawaran pendana saham atau initial public offering (IPO) di level Rp850 per saham.

Head of Investment Research Infovesta Wawan Hendrayana mengatakan harga terkini telah mencerminkan fundamental perseroan. Pasalnya, emiten teknologi itu masih membukukan rugi bersih hingga sekarang.

Menurutnya, bila menggunakan valuasi sektor fintek maka yang dikejar adalah pertumbuhan jumlah pengguna dan volume transaksi. “Jadi, sepanjang dua hal ini tidak menunjukan growth yang siginifikan, maka menunggu BUKA menjadi profitable membutuhkan waktu yang panjang,” katanya kepada Bisnis.

Wawan menambahkan jika model bisnis marketplace yang dilakoni oleh Bukalapak bergantung pada transaksi pengguna dengan mitra. Terlebih, BUKA sudah menjadi perusahaan publik tentunya kinerja fundamental dan prospek ke depan akan dibandingkan dengan emiten lain.

“Sementara untuk jumlah pengguna dan transaksi perlu dibandingkan dengan perusahaan sejenis,” katanya.

POTENSI NAIK

Analis RHB Sekuritas Michael Setjoadi mengatakan terdapat potensi saham emiten teknologi itu naik hingga level Rp1.300 dalam 12 bulan ke depan. Pasalnya perseroan mampu menurunkan kerugian bersih pada periode kuartal III/2021.

Kerugian bersih berada di level Rp1,1 triliun turun dibandingkan dengan tahun lalu Rp1,4 triliun.  Menurutnya, Bukalapak telah memperkirakan topline 2021 sebesar Rp1,9 triliun hingga Rp2 triliun. Dengan demikian, EBITDA berpotensi menjadi positif pada 2023.

Dia pun membeberkan bahwa Bukalapak sedang menjajaki kemitraan dengan pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) lainnya seperti restoran, bengkel mobil, toko bahan bangunan, barbershop, dan lain-lain.

“Mereka pun telah meluncurkan sejumlah penawaran produk untuk mendukung hal tersebut, misalnya BukaSend, BukuMitra, dan QRIS. Penerimaannya positif, dengan layanan ini berhasil memperkuat pertumbuhan,” katanya.

BUKA berniat meluncurkan produk lain, misalnya produk segar, e-wallet, dan topup. Menurutnya strategi itu akan membantu mendorong pertumbuhannya, ke depan.

“Apalagi perusahaan berencana untuk meluncurkan lebih banyak toko khusus dengan berkolaborasi dengan sejumlah mitra terkemuka di bidangnya. BUKA meyakinkan bahwa skema kemitraannya akan menjadi non-eksklusif, memungkinkan perusahaan untuk bermitra dengan banyak perusahaan,” sebutnya.

ALOKASI DANA IPO

Sementara itu, Bukalapak berencana mengubah penggunaan dana penawaran umum pada 23 Desember mendatang. Perseroan akan melakukan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) untuk beberapa mata rapat.

Di antaranya adalah perubahan penggunaan dana hasil IPO. BUKA akan mengubah mayoritas peruntukkan dana hasil IPO untuk modal kerja yang sebelumnya 66 persen.

Jumlah itu setara dengan Rp14,45 triliun dari total hasil perolehan dana yang mencapai Rp21,9 triliun. Emiten teknologi itu akan meminta persetujuan pemegang saham untuk memperkecil alokasi modal kerja menjadi 33 persen.

Dengan demikian, dana hasil penawaran umum yang akan digunakan untuk modal kerja adalah Rp7,22 triliun. Adapun, sekitar 34 persen akan tetap digunakan untuk modal kerja entitas anak.

Di sisi lain, Jimmy menyayangkan kurang agresifnya Bukalapak dalam menggunakan dana hasil IPO. “Dana dari IPO sampai sekarang masih duduk manis di balance sheet, padahal kita berharap dana ini digunakan untuk ekspansi,” katanya.

Salah satu sumber Bisnis menyebutkan perseroan akan melakukan aksi korporasi pada akhir tahun ini. Perseroan, lanjutnya, akan melakukan aksi tersebut menggunakan fasilitas pinjaman dari Bank DBS sebesar Rp2 trilun.

Pasalnya, meski telah mengantongi dana jumbo dari hasil IPO, uang tersebut tidak bisa dipakai untuk merealisasikan aksi korporasi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.