Bulan Madu Ekspor CPO Mendekati Usai

Target ekspor CPO 2021 dipatok 35 juta ton atau naik dari realisasi tahun lalu sejumlah 34 juta ton. Hanya saja, realisasi ekspor tahun ini diperkirakan meleset dari target, berbanding lurus dengan potensi turunnya volume produksi CPO pada puncak panen sebanyak 1,5 juta ton.

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi

30 Okt 2021 - 14.37
A-
A+
Bulan Madu Ekspor CPO Mendekati Usai

Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Bisnis, JAKARTA — Ekspor minyak kelapa sawit dan produk turunannya diproyeksikan terkontraksi pada akhir tahun ini, sejalan dengan produksi crude palm oil atau CPO yang diestimasikan hanya mencapai 1,5 juta ton pada kuartal IV/2021.

Bagaimanapun, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan potensi penurunan ekspor CPO hingga akhir tahun nanti dapat diimbangi oleh tren kenaikan permintaan besi dan nikel di pasar dunia.

“Siklus panen sawit ada hubungan dengan iklim, jadi seandainya adanya pengurangan ekspor, [industri sawit nasional] masih bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga ketahanan pangan aman,” kata Benny saat dihubungi, Jumat (30/10/2021).

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki)  pun memprediksi target ekspor CPO tahun ini bakal turun dibandingkan dengan tahun lalu akibat turunnya produksi pada puncak panen dua bulan terakhir.

Ketua Umum Gapki Joko Supriyono mengatakan asosiasi mematok target ekspor hingga akhir tahun ini mencapai 35 juta ton atau ditingkatkan dari torehan tahun lalu yang mencapai 34 juta ton.

Hanya saja, target ekspor tahun ini diperkirakan merosot dari target yang ditetapkan lantaran potensi turunnya volume produksi CPO pada puncak panen sebanyak 1,5 juta ton. 

“Target ekspornya 49 juta ton. Kami khawatir jangan-jangan tidak tercapai. Kalau produksi bulan September sampai Oktober [puncak panen]  itu turun atau mendatar berarti ya kita ekspor sama dengan tahun lalu atau turun sedikit,” kata Joko. 

Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Di sisi lain, Joko mengatakan, realisasi ekspor CPO pada paruh pertama tahun ini relatif baik jika dibandingkan dengan tahun lalu. Dia menambahkan, hingga Agustus 2021, torehan ekspor CPO sudah naik sebesar 6% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. 

Joko menambahkan turunnya target ekspor CPO tahun ini juga disebabkan karena fokus utama komoditas strategis itu bakal diarahkan terlebih dahulu untuk memenuhi pasokan kebutuhan industri hilir sawit di dalam negeri. 

“Kalau produksi turun kan biasanya diutamakan dalam negeri dahulu, pasti itu untuk kebutuhan pangan karena sifatnya mandatori, baru ekspor. Kalau tidak ada barang, apa yang mau diekspor?” kata dia. 

Berdasarkan laporan yang diterima Gapki, potensi anjloknya produksi CPO pada saat panen puncak itu disebabkan karena tidak optimalnya masa tanam pada 2019.

Saat itu petani memilih untuk tidak memberi pupuk karena harga komoditas yang murah. Selain itu juga terjadi musim kemarau yang berkepanjangan. 

“Kalau kering itu pengaruhnya sampai 2 tahun, lalu awal tahun ini ada La Nina yang juga katanya berpengaruh. Tetapi kalau tahun berikutnya juga turun berarti ada faktor fundamental lain yang sedang kami amati,” tuturnya. 

Berdasarkan data milik Gapki, total produksi industri minyak sawit hingga Agustus 2021 mencapai 33,57 juta ton.

Perinciannya, produksi CPO menyentuh di angka 30,676 juta ton sementara crude palm kernel oil (CPKO) mencapai 2,89 juta ton. Di sisi lain, total konsumsi dari bahan baku itu mencapai 12,25 juta dan torehan ekspor mencapai 22,79 juta ton. 

PEREMAJAAN LAHAN

Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga meminta pemerintah untuk mengoptimalkan program peremajaan tanaman kelapa sawit atau replanting menyusul laporan proyeksi penurunan produksi CPO pada paruh kedua tahun ini. 

“Ini kalau begini terus kita akan mengalami kesulitan, maka yang paling perlu dilakukan itu replanting untuk penanaman pohon-pohon yang tidak produktif yang tua itu agar segera dilakukan karena sekarang jalannya lamban,” kata Sahat. 

Sahat menerangkan optimasi peremajaan tanaman kelapa sawit itu dapat dilakukan dengan menata kembali sertifikat kebun sawit di kawasan hutan kepada petani. Dengan sertifikat itu, petani dinilai dapat menerima kemudahan akses dana untuk melakukan peremajaan sawit. 

“Sebelum ada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] mereka sudah cocok tanam di sawit kenapa bisa jadi kawasan hutan? Sekarang dilepas saja kebun-kebun sawit yang dikatakan dalam kawasan hutan itu ditata kembali,” kata dia.

Berdasarkan data milik DMSI, luas kebun sawit rakyat mencapai 6,72 juta hektare. Sementara itu, 75% dari luas lahan itu perlu dilakukan peremajaan tanaman kelapa sawit.

Adapun, produksi rata-rata seluruh kebun hanya mencapai 9,2 ton tandan buah sawit (TBS) per hektare setiap tahunnya. 

“[Lahan] yang masuk kategori hutan berikan sertifikat, supaya replanting untuk meningkatkan produktivitas dari 9,2 ton per hektar tiap tahun menjadi 22 ton. Jadi bayangkan berapa banyak itu, kan rakyat jadi makmur,” kata dia.

PEMERINTAH OPTIMISTIS

Di sisi lain, Kementerian Perdagangan optimistis kinerja ekspor CPO hingga akhir 2021 tetap akan moncer secara nilai, meski pelaku industri pesimistis ekspor secara volume dapat ditingkatkan pada kuartal IV tahun ini.

Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan Asep Asmara berasalan optimisme itu ditopang oleh sentimen harga CPO di pasar internasional masih menunjukkan tren yang tinggi untuk waktu yang lama.

“Sehingga diperkirakan nilai ekspor CPO dan produk turunannya sampai akhir 2021 akan naik cukup signifikan mengingat masih ada sisa waktu 4 bulan yang belum tercatat,” kata Asep. 

Berdasarkan data yang diolah otoritas perdagangan, volume ekspor CPO dan produk hilirnya mencapai 27,42 juta ton atau naik sebesar 12,54% selama Januari hingga Agustus 2021 dibanding tahun lalu pada periode yang sama sebesar 24,36 juta ton.

Di sisi lain, nilai ekspor selama Januari hingga Agustus 2021 sebesar US$22,31 miliar atau mengalami kenaikan yang signifikan sebesar 75,65% dibandingkan dengan tahun lalu yang berada di ankga US$12,70 miliar. 

“Nilai ekspor CPO dan produk turunannya untuk Periode Januari hingga Agustus 2021 sebesar US$22,311 miliar telah melampaui nilai ekspor pada tahun 2020 secara keseluruhan [Januari—Desember] sejumlah US$21,635 miliar,” kata dia. 

Dengan demikian, dia menegaskan, nilai ekspor CPO dan produk hilirnya bakal tetap mengalami kenaikan yang signifikan.

Alasannya,  harga CPO di pasar internasional itu ikut menggerek nilai ekspor dalam negeri kendati volume produk yang relatif turun jika dibandingkan dengan tahun lalu. 

“Namun, untuk volume ekspor CPO dan produk turunannya untuk periode Januari hingga Agustus 2021 sebesar 27,42 juta ton masih jauh dibandingkan dengan ekspor 2020 secara keseluruhan [Januari sampai Desember] yang mencapai 38,935 juta ton,” tuturnya. 

Ekonom Universitas Indonesia (UI) sekaligus Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi memprediksi harga CPO bakal kembali mengalami kenaikan seiring turunnya produksi dalam negeri pada paruh kedua tahun ini. 

Fithra beralasan kenaikan harga itu nantinya bakal ditentukan oleh menurunnya pasokan CPO di tengah meningkatnya permintaan global atas komoditas itu menjelang awal 2022. 

“Jalurnya ada dua, kontraksi suplai atau meningkatnya demand global. Semuanya akan memicu pertumbuhan harga komoditas CPO,” kata Fithra. 

Pendapat itu, menurut dia, turut didukung oleh turunnya produksi CPO di Malaysia sebagai salah satu produsen terbesar untuk pasar global. 

Dengan demikian, dia memastikan, realisasi nilai ekspor untuk CPO bakal tetap menorehkan hasil yang positif kendati dibarengi penurunan produksi dalam negeri.

Alasannya, turunnya pasokan itu diimbangi dengan kenaikan harga yang masih berlanjut di pasar internasional. 

“Ada kompensasi, volume yang turun ini akan bisa diimbangi dengan potensi kenaikan harga,” kata dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.