Ini Alasan Reksa Dana Pasar Uang Masih Menarik untuk Dikoleksi

Kinerja reksa dana sejak awal tahun masih berada dalam tren turun. Jumlah masyarakat yang menanamkan dananya pada reksa dana pun makin berkurang. Padahal ada satu jenis reksa dana yang masih bisa menghasilkan keuntungan, yaitu reksa dana pasar uang.

10 Mei 2021 - 13.50
A-
A+
Ini Alasan Reksa Dana Pasar Uang Masih Menarik untuk Dikoleksi

Ilustrasi, reksa dana./Bisnis - Himawan L Nugraha

Bisnis, JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung menyebabkan kinerja reksa dan atak lagi monce. Beberapa jenis reksa dana pun mengalami penurunan imbal hasil.

Meski  begitu, masih ada satu jenis reksa dana yang mampu mencatatkan kenaikkan imbal hasil. Jenis reksa dana tersebut ialah reksa dana pasar uang.

Infovesta Utama pun mencatat reksa dana pasar uang pada akhir April 2021 masih mencatatkan imbal hasil positif 0,06 persen. Jika dihitung secara year to date, imbal hasil reksa dana pasar uang juga mencatat kenaikkan dengan 1,2 persen.

Sedangkan reksa dana lainnya mengalami koreksi. Seperti reksa dana campuran yang imbal hasilnya turun 0,14 persen.

Kemudian, imbal hasil reksa dana pendapatan tetap yang minus 0,1 persen. Selanjutnya, reksa dana saham yang turun sebesar 0,9 persen. Penurunan reksa dana saham terjadi seiring koreksi IHSG sebesar 0,35 persen.

Adapun kinerja reksa dana saham, pendapatan tetap, dan campuran sejak awal tahun (ytd) juga turun, masing-masing 3,72 persen, 0,9 persen, dan 1,2 persen.

 

Ilustrasi, reksa dana. Bisnis - Himawan L Nugraha

 

Dengan kinerja seperti itu, reksa dana pasar uang diproyeksi bakal lebih diminati oleh investor. Apalagi pasar akan cenderung sangat volatil pada tahun ini, baik saham maupun obligasi.

Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana, karekteristik investor di Indonesia lebih menyukai produk-produk investasi minim risiko seperti reksa dana pasar uang. Dia pun menyarankan investor memiliki investasi pada reksa dana pasar uang sebesar 30% agar lebih aman.

Adapun dana kelolaan reksa dana pasar uang pun tumbuh 235,72 persen dari akhir 2015 sebesar Rp 28,19 triliun menjadi Rp 94,64 triliun pada akhir 2020. "Karena deposito turun terus, maka alternatif investasi yang berkinerja lebih tinggi dan likuiditas terjamin adalah pasar uang," ujar Wawan kepada Bisnis, Kamis (22/4/2021).

Meksi begitu, dia memproyeksi kinerja reksa dan pasar uang tak akan seciamik tahun-tahun sebelumnya. Hal itu terjadi karena suku bunga acuan yang lebih rendah. Saat ini, suku bunga acuan Bank Indoensia ada di level 3,5 persen.

Dia pun memproyeksi imbal hasil reksa dana pasar uang di akhir tahun ini berada di level 3 hingga 3,5 persen. Meski terbilang rendah, imbal hasil tersebut masih lebih menarik dibandingkan dengan deposito perbankan.

"Lebih tinggi dari deposito dengan likuiditas yang setara tabungan jadi untuk parkir dana sangat menarik, atau untuk hedging investasi yang aman pasar," kata dia.

 

Minat Investor Terhadap Reksa Dana Makin Kecil

Di sisi lain, imbal hasil reksa dana yang cenderung negatif menyebabkan investor tak lagi melirik. Hal itu tercermin dari dana kelolaan atau asset under management (AUM) industri reksa dana yang mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana kelolaan seluruh industri reksa dana per 31 Maret 2021 mencapai Rp 564,87 triliun. Nilai tersebut turun tipis 1,34 persen dibandingkan posisi akhir 2020 sebesar Rp 573,54 triliun.

Equity Fund Manager Avrist Asset Management (Avrist AM) Billy Nugraha menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan dana kelolaan reksa dana terus menyusut. Salah satunya yaitu pasar saham yang mengalami masa-masa sideways yang cukup lebar.

Selain itu, terjadi pelemahan ekonomi global, perang dagang Amerika Serikat (AS) - China, dan beberapa kasus asuransi dan manajer investasi.

Ditambah dengan adanya pandemi corona membuat risiko volatilitas produk reksa dana semakin besar. Hal itu dibarengi dengan potensi imbal hasil yang cenderung negatif.

Alhasil, minat investor khususnya investor kakap untuk menempatkan dana pada produk reksa dana semakin turun. Terutama penepatan investasi pada reksa dana saham.

"Ditambah kondisi dalam negeri terkait kasus-kasus kerugian investor institusi dalam pemebpatan di reksa dana saham menambah kehati-hatian investor. Tentu akan menyebabkan penurunan unit dan AUM," kata Billy.

Direktur Utama Danareksa Investment Management Marsangap P Tamba juga menyebut dana kelola cenderung turun karena kinerja IHSG yang terkoreksi dan pandemi Covid-19. Meski begitu, dia yakin minat investor terhadap reksa dana masih ada. 

Namun, investor cenderung wait and see dan beralih ke instrumen investasi berisiko lebih rendah. "Sembari menunggu proses pemulihan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan vaksinasi untuk meredam penularan Covid-19," ujarnya.

 

(Reporter : Lorenzo Anugrah Mahardhika & Dhiany Nadya Utami)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.