Aset Lahan Pemprov DKI Jakarta Berisiko Dikuasai Swasta

Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengindentifikasi terdapat 16 aset milik Pemprov DKI Jakarta dengan luas total lebih dari 188 hektare yang berisiko dikuasi oleh swasta.

28 Mei 2021 - 08.53
A-
A+
Aset Lahan Pemprov DKI Jakarta Berisiko Dikuasai Swasta

Gedung DPRD DKI/dkijakartaprov.go.id

Bisnis, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta membentuk panitia khusus Tata Kelola Aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengamankan aset tanah milik pemerintah lebih dari 188 hektare yang berisiko dikuasai oleh swasta.

Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengindentifikasi terdapat 16 aset milik Pemprov DKI Jakarta dengan luas total lebih dari 188 hektare yang berisiko dikuasi oleh swasta.

Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta dari fraksi Gerindra S. Andyka mengatakan selama ini pengelolaan aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terbilang karut marut.

Bahkan, menurut Andyka, ada potensi kerugian berupa kehilangan kepemilikan aset dan juga minusnya pendapatan daerah dari pengelolaan aset yang dikuasasi pihak ketiga.

“Ada 16 aset potensi hilang di mana suratnya hak guna bangunan [HGB] di atas hak pengelolaan [HPL]. Kemudian surat dan fisiknya tidak ada di bawah penguasaan pemerintah. Ini memang harus dirapikan, harus dikejar supaya terang benderang,” ujar Andyka kepada Bisnis, Kamis (27/5).

Adapun Komisi C yang membidangi urusan pengelolaan aset daerah telah bersurat kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi terkait penetapan kelengkapan Pansus Tata Kelola Aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Saat ini, Komisi C tengah menanti surat keputusan penetapan pimpinan dan anggota Pansus Tata Kelola Aset dari ketua dewan yang direncanakan terbit Juni 2021.

“Setelah terbentuknya Pansus Tata Kelola Aset ini akan bekerja 6 bulan pertama kemudian ada opsi diperpanjang 6 bulan kedua untuk dapat menyelesaikan karut marut permasalahan aset di DKI Jakarta,” kata Andyka.

Ihwal minusnya pendapatan daerah dari karut marut tata kelola aset itu dapat ditelusuri dari sejumlah pemanfaatan aset yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga atau swasta yang tidak disertai dengan perjanjian kerja sama atau PKS.

“Ada potensi kerugian pendapatan dari pemanfaatan aset yang tidak maksimal. Berapa besarnya? Tidak tahu. Tentu ini hasil audit dari BPK yang lebih mengetahui kami hanya mendorong agar ada upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk menimalisir tingkat kerugian yang dialami Pemprov DKI,” kata dia.

Fenomena pemanfaatan aset tanpa PKS itu, menurut Andyka, akibat pengelolaan dan pencatatan aset daerah tidak dilakukan secara terpusat pada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta.

Saat ini, pencatatan aset di ibu kota masih dilakukan secara terpisah antara satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan unit kerja perangkat daerah (UKPD) sehingga jika belum satu pintu, PKS yang belum diserahkan ke BPAD akhirnya bisa dilakukan oleh SKPD dan UKPD. “Di sinilah potensi kerugiannya,” kata dia.

Hasil audit BPK menyatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berisiko kehilangan aset tanah atas lahan yang dikuasasi oleh swasta atau pihak ketiga.

Berdasarkan berita acara wawancara BPK bersama dengan mantan Kepala BPAD DKI Jakarta Pujiono pada 10 April 2020 terdapat sembilan sertifikat asli HPL yang tidak diketahui keberadaannya alias hilang, enam sertifikat salinan dan satu sertifikat salinan atas nama PPer. (Lihat infografik)

“Dari hasil analisis atas dokumen Sertifikat HPL [SHPL] dan daftar HPL yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa 16 dokumen SHPL asli tidak berada dalam penguasaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” tulis Kepala Perwakilan BPK DKI Pemut Aryo Wibowo dalam laporan BPK Tahun 2020 yang dilihat Bisnis, Selasa (25/5).

Sembilan HPL dengan keterangan “tidak ada sertifikat” diketahui dari hasil identifikasi BPAD terhadap dokumen sertifikat HGB di atas HPL yang tersimpan di Gedung Dokumen Aset Pulomas. Namun, keberadaan fisik dokumen SHPL tersebut belum ditemukan dan masih dalam proses penelusuran.

“Untuk SHPL No. 2/MDS seluas 14.790 meter persegi dinyatakan hilang saat dalam penguasaan PT DP,” ujar Pemut.

Pada 1 November 2001, PT DP telah membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa perseroan akan mengurus dan menyelesaikan penerbitan salinan sertifikat atas HPL No. 2/MDS yang hilang dalam waktu kurang lebih 6 bulan.

Selanjutnya BPAD telah mengirimkan surat konfirmasi No. 2730/-076.21 tanggal 9 September 2019 kepada Direktur Utama PT DP yang meminta agar PT DP segera menginformasikan keberadaan dokumen SHPL No. 2 MDS dan menyerahkannya kepada BPAD, namun sampai dengan saat ini surat tersebut belum mendapatkan tanggapan.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyajikan saldo aset tetap dan akumulasi penyusutan dalam neraca per 31 Desember 2019 masing-masing senilai Rp460,3 triliun dan Rp56 triliun.

Adapun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyajikan saldo aset tetap tanah per 31 Desember 2019 pada neraca senilai Rp343,9 triliun.

BPAD DKI Jakarta sepakat dengan hasil audit BPK terkait penatausahaan aset tanah bersertifikat HPL yang belum memadai. Atas temuan itu, BPAD berkomitmen untuk memperbaiki penantausahaan HPL dan penyajiannya dalam laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (Nyoman Ary Wahyudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.