Insentif Fiskal Bukan Satu-Satunya Penarik Investasi Hulu Migas

Untuk menggenjot investasi di industri hulu migas tentu membutuhkan dukungan atau insentif fiskal. Akan tetapi, ini bukan satu-satunya faktor. Kepastian kontrak akan menjadi sangat penting, efisiensi, dan teknologi juga sangat penting. Transparansi tata pemerintahan yang baik juga sangat penting.

Aprianus Doni Tolok & Muhammad Ridwan

30 Nov 2021 - 16.54
A-
A+
Insentif Fiskal Bukan Satu-Satunya Penarik Investasi Hulu Migas

Petugas memeriksa jaringan pipa gas alam cair saat proses penyaluran ke kapal LNG Aquarius di kilang PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah, Sabtu (22/10). Kilang LNG Donggi Senoro dengan nilai investasi US$2,8 miliar tersebut telah berhasil memasuki tahap operasional sejak Juni 2015 dan menjadi proyek pertama di Indonesia yang menggunakan skema bisnis hilir dengan memisahkan produksi gas di hulu dan pengolahan LNG di hilir. JIBI/Bisnis/Dwi Prasetya

Bisnis, BALI — Kebijakan fiskal melalui pajak dan subsidi menjadi salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan iklim investasi dan produksi di industri hulu minyak dan gas bumi. Namun, dukungan atau insentif fiskal bukan satu-satunya faktor penarik investasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah selalu berupaya mendorong peningkatan investasi, serta produksi migas dalam rangka menjaga ketahanan energi.

“Saya ingin tekankan bahwa menggenjot investasi di industri hulu migas tentu membutuhkan dukungan atau insentif fiskal. Akan tetapi, ini bukan satu-satunya faktor. Kepastian kontrak akan menjadi sangat penting, efisiensi, dan teknologi juga sangat penting. Transparansi tata pemerintahan yang baik juga sangat penting,” jelasnya dalam acara The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021 (IOG 2021), Selasa (30/11/2021).

Menurut Menkeu, pemerintah dalam hal ini sudah menerapkan beberapa mata rantai dalam kebijakan tersebut.

Lebih lanjut, beberapa kebijakan yang ada yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79/2010 sebagaimana diubah menjadi PP Nomor 27/2017 terkait dengan kontrak bagi hasil cost recovery dan PP Nomor 53/2017 terkait dengan kontrak bagi hasil gross split.

Dia menjelaskan bahwa kebijakan tersebut memberikan pilihan bagi investor dalam mengembangkan investasi di Indonesia sesuai dengan risikonya.

Kendati demikian, Menkeu menegaskan bahwa sumber daya alam yang diambil dari bumi guna meningkatkan perekonomian Indonesia dapat diartikan sebagai utang kepada generasi berikutnya.

Walhasil, pengelolaan dan pembangunan kerangka kebijakan yang kredibel dan kuat sangat dibutuhkan.

“Menkeu akan mendukung dan bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar kita dapat membentuk kerangka kebijakan yang sehat, akuntabel, serta bertanggung jawab. Tidak hanya untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi berikutnya,” kata Menkeu.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal menilai Indonesia masih belum menarik sebagai tempat berinvestasi bagi perusahaan migas raksasa. Iklim investasi yang kurang mendukung ditenggarai sebagai penyebab sulitnya investor masuk.

Menurut dia, untuk menarik kembali perusahaan migas yang telah keluar dari Indonesia akan menjadi cukup sulit, terlebih ditemukannya cadangan-cadangan besar baru di daerah Mediterania dan Guyana.

Meskipun Indonesia menawarkan lapangan-lapangan minyak skala besar, imbuhnya, kemudahan investasi akan menjadi pertimbangan lain bagi perusahaan besar.

"Selain dari sisi fiskalnya mungkin, lebih ke kepastian hukum, isu nasionalisasi, lokasi cadangan yang makin sulit, dari onshore ke offshore, dari barat ke timur di mana infrastruktur belum memadai, dan isu-isu nonteknis lainnya," katanya kepada Bisnis, Senin (29/11/2021).

Adapun, pemerintah telah memulai lelang tahap II/2021 dengan menawarkan 8 wilayah kerja (WK) yang terdiri atas 1 WK eksploitasi melalui mekanisme penawaran langsung, 3 WK eksplorasi melalui mekanisme penawaran langsung, dan 4 WK eksplorasi melalui mekanisme lelang reguler.

Untuk WK eksploitasi yaitu adalah WK Bertak Pijar Puyuh, 3 WK eksplorasi yakni WK North Ketapang, WK Agung I dan WK Agung II, sedangkan WK eksplorasi yang ditawarkan adalah WK West Palmerah, WK Paus, KW Maratua II, WK Karaeng.

Dalam lelang WK migas tahap II 2021, pemerintah telah memberikan sejumlah kebijakan yang dinilai akan memperbaiki iklim investasi di sektor migas.

Pemerintah telah memperbaiki profit split kontraktor dengan mempertimbangkan faktor risiko wilayah kerja, bonus tanda tangan terbuka untuk ditawar, FTP menjadi 10% shareable, penerapan harga DMO 100% selama kontrak.

Moshe menilai insentif yang diberikan pemerintah tidak serta merta akan menarik minat investor untuk mengikuti lelang. Pasalnya, perusahaan migas memiliki kriteria yang berbeda-beda dalam memilih portofolio bisnisnya.

"Kami melihat bahwa pemerintah sudah berusaha untuk memberikan berbagai insentif, tetapi apakah itu cukup menarik bagi investor, ya sekali lagi, kita lihat saja. Saran saya adalah pemerintah harus sering melakukan benchmarking terhadap negara-negara lainnya, kita bersaing di arena global untuk menarik investasi," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti*

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.