Insentif PPnBM Mobil Usai, Perlu Dipermanenkan?

Hal yang seharusnya didorong saat ini yakni insentif berbasis emisi, yang dinilai akan lebih menarik investasi dan sesuai dengan misi pemerintah untuk mengembangkan kendaraan bermotor berbasis baterai.

Reni Lestari

2 Jan 2022 - 15.30
A-
A+
Insentif PPnBM Mobil Usai, Perlu Dipermanenkan?

Bisnis, JAKARTA — Insentif pajak penjualan atas barang mewah atau PPnBM 0 persen yang sudah berakhir per 31 Desember 2021 dinilai sudah cukup mendongkrak kinerja industri otomotif. Menjadikan insentif ini sebagai kebijakan permanen pun dinilai tidaklah urgen. 

Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute For Development of Economics Andry Satrio Nugroho mengatakan tidak ada urgensi kebijakan ini untuk diperpanjang atau dijadikan permanen. 

Menurutnya, pemberian insentif mempertimbangkan lesunya ekonomi karena pandemi, dan untuk menarik investasi baru.

"Jika tidak ada dua hal itu, insentif perlu dipertimbangkan kembali [untuk diperpanjang]. Apalagi industri otomotif sudah mulai bergerak tumbuh setidaknya sejak semester kedua 2021," kata Andry, akhir pekan. 

Menurut catatan Kementerian Perindustrian, penjualan mobil pada Maret—November 2021 tercatat sebanyak 428.947 unit atau meningkat 126,6 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya 189.364 unit.

Indikator lain, produksi mobil sepanjang tahun ini sudah melampaui target 850 ribu unit. Sampai dengan Oktober 2021, produksi mencapai 890.000 unit atau meningkat 62,4 persen dari periode yang sama 2020.

Dari sisi kinerja ekspor, selama Januari—Oktober 2021 tercatat sebanyak 235.000 unit kendaraan completely built-up (CBU) dengan nilai sebesar Rp43 triliun, 79 ribu set completely knock-down (CKD) dengan nilai sebesar Rp1 triliun, dan 72 juta unit komponen dengan nilai sebesar Rp24 triliun.

Andry melanjutkan, hal yang harus didorong saat ini yakni insentif berbasis emisi. Hal itu dinilai akan lebih menarik investasi dan sesuai dengan misi pemerintah untuk mengembangkan kendaraan bermotor berbasis baterai.

"PPnBM berbasis emisi sudah tepat, tentu akan menghadirkan investasi baru, untuk industri yang baru," ujarnya.

Selain itu, Andry juga melihat daya beli masyarakat sudah mulai pulih. Menurutnya, merebaknya Covid-19 varian Omicron ke depan belum akan kembali menyebabkan pembatasan ketat, meski harus tetap diantisipasi.

Dengan demikian, dia menggarisbawahi, di sisi suplai dari industri sudah bertumbuh, demikian pula dengan sisi permintaan dari masyarakat yang ditandai membaiknya daya beli.

"Jadi saya rasa tidak ada lagi urgensi untuk memberikan PPnBM 0 persen, kecuali insentif tersebut berbasis rendah emisi," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan tengah mengusulkan untuk mengganti insentif diskon PPnBM dengan memunculkan kategori mobil rakyat.

Mobil dengan harga di bawah Rp250 juta, mesin maksimal 1.500 cc dan local purcahse 80 persen, dikategorikan mobil rakyat, tidak masuk barang mewah sehingga tak dikenakan PPnBM. Usulan ini sudah dilayangkan ke Kementerian Keuangan dan tengah dalam pembahasan.

"Kami mau memisahkan satu jenis kendaraan ini, tidak masuk kategori barang mewah, tidak masuk rezim PPnBM, tax-nya 0 persen," kata Agus.

Senada, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) Kemenperin Taufik Bawazier berharap kebijakan ini akan terus dilanjutkan pada 2022 mengingat dampaknya yang masif terhadap pertumbuhan industri dan ekonomi nasional.

"Terbukti bahwa penjualan Maret-November meningkat 126 persen, ekspor lebih dari 80 negara. Mudah-mudahan akan terus dilanjutkan, sebagai kado 2022," kata Taufik.

Adapun, menurut catatan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, insentif fiskal PPnBM sepanjang tahun ini menelan anggaran Rp6,58 triliun dari alokasi awal Rp3,46 triliun. Sampai akhir 2021, realisasi sudah 100 persen. 


PENGUSAHA MENDUKUNG

Dari sisi pelaku usaha, industri kecil dan menengah (IKM) komponen otomotif mendukung usulan Kementerian Perindustrian untuk menghapus PPnBM bagi mobil tertentu.

Perkumpulan Industri Kecil dan Menengah Komponen Otomotif (PIKKO) mencatat ada kenaikan penjualan rata-rata 10 persen sejak kebijakan diskon PPnBM diterapkan sejak Maret 2021.

Wan Fauzi, Ketua Dewan Pengawas PIKKO mengatakan kenaikan permintaan pada Januari 2022 akan kembali meningkat di kisaran 10 persen sampai 20 persen.

"Perkiraan dari sekarang, [permintaan Januari 2022] bertambah 10 persen sampai 20 persen. [Penjualan] yang naik kebanyak di kelas-kelas itu [yang mendapatkan diskon PPnBM]. Kalau kelas mobil mahal tidak banyak naiknya," kata Fauzi.

Dia juga mengatakan kinerja penjualan sepanjang tahun ini sudah mengalami peningkatan dibandingkan dengan 2020. Jika pada 2020 penjualan terkoreksi sampai 50 persen, maka pada 2021 angkanya berada di kisaran 80 persen dari sebelum pandemi.

Dia memperkirakan pada 2022 kinerja penjualan akan mencapai 90 persen dari kondisi sebelum pandemi karena masih ada beban harga material yang tinggi.

"Saya pikir kalau Kemenperin minta diperpanjang ya benar, itu untuk peningkatan [penjualan] kami juga, supaya bisa normal lagi," ujarnya.

Sebelumnya, Kemenperin mencatat rata-rata utilisasi industri komponen otomotif berada di angka 70 persen pada September 2021, ditengarai sebagai dampak kebijakan diskon PPnBM. Adapun pertumbuhan industri komponen tercatat 44 persen sampai September 2021.

Menurut catatan Kemenperin, insentif PPnBM telah memberdayakan 319 perusahaan industri komponen tier 1. Hal itu juga mendorong peningkatan kinerja komponen di tier 2 dan 3 yang sebagian besarnya merupakan IKM.

Sejalan dengan hal itu, Fauzi juga memperkirakan rata-rata utilisasi IKM komponen otomotif sebesar 70 persen pada 2021. Pada 2022, utilisasi diharapkan dapat mencapai 80 persen.

"[Utilisasi] 80 persen itu sudah bagus. Secara umum tahun ini masih 70 persen untuk IKM komponen," ujarnya.

Adapun, Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) memberikan sejumlah catatan mengenai usulan penghapusan PPnBM mobil secara permanen.

Meski menyatakan dukungannya, Ketua Umum APBI Azis Pane tak ingin terlalu optimistis kebijakan itu bakal mengerek penjualan ban dalam waktu dekat.

"Bagus sekali, artinya bisa meningkat penjualan kami ke OEM (original equipment manufacturer). Tetapi itu terbatas, memang kalau mobil itu murah, semua orang bisa beli mobil?" kata Azis.

Kebijakan diskon PPnBM yang diterapkan sejak Maret 2021 dinilai belum dirasakan secara signifikan oleh pengusaha ban. Pasalnya, hal ini terkait dengan usia penggunaan ban yang maksimum mencapai 2—3 tahun.

Hal lain yang menjadi catatan Azis yakni rasio kepemilikan mobil di Indonesia yang masih rendah. Menurut catatan Kementerian Perindustrian, rasio kepemilikan mobil di Indonesia baru mencapai 99 unit per 1.000 orang.  

Azis mengaku ragu angka rasio tersebut dapat meningkat dalam waktu dekat sehingga memberikan dampak berganda untuk industri ban.

"Kami memang setuju karena itu meningkatkan akses ke mobil. Kalau seandainya jalan diperbaiki, rakyat beli mobil, saya beli ada, perlu 10 pabrik ban lagi di Indonesia lho," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike Dita Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.