Kala DPR Serukan Penyetopan Penjualan Unit-linked

Gelombang keluhan atas produk unit-linked mendorong DPR menyuarakan wacana penyetopan penjualan produk proteksi yang dikaitkan dengan investasi itu. Simak penjelasannya.

Aziz Rahardyan

6 Des 2021 - 20.56
A-
A+
Kala DPR Serukan Penyetopan Penjualan Unit-linked

Gelombang keluhan atas produk unit-linked mendorong DPR menyuarakan wacana penyetopan penjualan produk proteksi yang dikaitkan dengan investasi itu. (Bisnis/Nurul Hidayat)

Bisnis, JAKARTA— Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyerukan penyetopan penjualan unit-linked guna menyelesaikan keluhan pemegang polis.  

Dalam rapat dengar pendapat, Komisi XI DPR RI membuka wacana terkait moratorium penjualan produk asuransi dikaitkan investasi (Paydi) alias unit-linked seiring maraknya keluhan pemegang polis soal pelanggaran etika dan kesalahan penjualan dari para agen.

Dalam kesempatan itu, turut hadir Komunitas Korban Asuransi Unit-linked dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Gedung Nusantara I DPR RI, Senin (6/12/2021). 

Para anggota yang merupakan korban kesalahan penjualan produk unit-linked besutan AXA Mandiri, AIA, dan Prudential ini celah skema penjualan produk dari para agen di lapangan yang merugikan konsumen. Terutama, soal penyembunyian fakta terkait skema produk dan biaya-biaya tersembunyi, bahkan yang terparah berkaitan kasus pemalsuan tanda tangan nasabah. 

Anggota Komisi XI DPR Fraksi Demokrat Vera Febyanthy mengungkapkan kekecewaan terhadap divisi Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK karena dinilai telah lalai dalam pengawasan tata kelola perusahaan asuransi di lapangan. 

Dia menyebut penyelesaian masalah ini tak bisa menanti hingga OJK merevisi aturan terkait dengan unit-linked. Oleh karena itu, dia menyarankan moratorium penjualan agar tak ada konsumen yang bertambah.

"Kita bisa melakukan moratorium, karena sudah ada pengalaman juga sebelumnya ada produk keuangan lain yang bermasalah dan bisa kita hentikan penjualannya," ujarnya. 

Anggota Komisi XI DPR Fraksi Golkar Puteri Anetta Komarudin sepakat bahwa harus ada tindakan yang nyata untuk menindaklanjuti kasus unit-linked. Pasalnya, keluhan soal unit-linked tercatat 593 pengaduan pada tahun ini atau naik dari realisasi pada 2019 dengan 360 pengaduan.

"Jadi kalau bisa produk ini ada moratorium dahulu, seperti saat ini di industri fintech peer-to-peer lending yang terdampak kasus pinjol (pinjaman online ilegal)," jelasnya. 

Adapun, Putri menyoroti kualitas agen asuransi di Tanah Air yang menurut aduan masyarakat menjadi sumber utama terjadinya masalah atau dispute. Menurutnya, pengawasan OJK dan asosiasi asuransi jiwa harus lebih ketat. 

"Kami perlu melihat agen asuransi sekarang ini bagaimana standarnya karena kalau cuma sekadar ada aturan baru tetapi tidak diterapkan di lapangan, banyak pelanggaran, dan tidak ada pengawasan, hasilnya akan sama saja," tambahnya. 

Sementara itu, beberapa anggota Komisi XI DPR RI lain menyoroti soal buruknya kinerja OJK dalam menerima aduan masyarakat, terutama kantor cabang OJK di daerah-daerah. 

Sebagian turut mendesak agar OJK mengkaji ulang penyelenggaraan produk asuransi unit-linked. Komisi XI DPR RI juga menekankan pentingnya pembentukan lembaga penjamin polis. 

Beberapa anggota juga sepakat akan menindaklanjuti keluhan nasabah dengan membuat panitia kerja khusus untuk membedah industri asuransi di Tanah Air, lewat memanggil asosiasi terkait dan para pelaku industri, dari mulai milik BUMN sampai perusahaan asuransi swasta. 

OJK mengaku bakal meminta pertanggungjawaban beberapa perusahaan asuransi jiwa yang dinilai telah melanggar etika dan ketentuan penjualan produk unit-linked

Hal ini diungkap Anggota Dewan Komisioner OJK sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi Idris.

"Ketiga perusahaan terkait secara umum termasuk yang golongan sehat, RBC (risk-based capital) di atas 120 persen, rasio kecukupan investasi dan rasio likuiditas juga baik tetapi barangkali yang perlu diperbaiki adalah bagaimana melakukan penjualan dan menertibkan oknum-oknum agen," jelasnya. 

Riswinandi menjelaskan bahwa pihaknya telah memanggil ketiga perusahaan asuransi untuk menindaklanjuti, mengklarifikasi, dan menyelesaikan masalahnya dengan para nasabah. OJK berharap besar masalah terkait ketiga perusahaan tidak sampai mengganggu reputasi industri asuransi secara umum. 

Menanggapi hal ini, Riswinandi menyebut OJK sudah menerima masukan terkait dan bakal melakukan revisi aturan main penjualan produk asuransi unit-linked, seiring memperketat beberapa aspek yang sebelumnya belum tercantum dalam peraturan terkait yang terbit sejak 2006.

Riswinandi mengungkap bahwa aturan main baru yang akan dimuat dalam Peraturan OJK tersebut sudah dalam tahap harmonisasi dan diharapkan terbit pada akhir Desember 2021.

"Terkait masalah yang disebabkan agen, ini akan menjadi masukan buat kami untuk mendalami kepada para perusahaan asuransi. Kami juga akan berkoordinasi dengan asosiasi [AAJI] karena mereka berperan besar berkaitan pembinaan para agen," tambahnya. 

Beberapa hal yang tengah menjadi sorotan OJK, antara lain soal perekaman penjelasan agen soal instrumen dan jenis investasi terkait produk, biayanya, dan pemberitahuan hasil investasi secara transparan setiap hari. 

OJK juga akan membatasi siapa saja yang boleh membeli produk unit-linked, mengawasi welcome call atau pengenalan awal produk, serta melarang perusahaan asuransi menginvestasikan pada instrumen di luar negeri dengan harapan mudah dipelajari oleh para calon pemegang polis.

Turut hadir, Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara yang mengakui bahwa kewajiban perekaman merupakan yang paling utama karena terkadang masalah tidak bisa diselesaikan karena kedua pihak, yaitu perusahaan dan nasabah tidak memiliki bukti kuat. 

Dia menyebut tak semua kasus terjadi akibat kesalahan penjual karena ada pula kasus yang terjadi karena konsumen tak memahami produk. Oleh karena itu, selain rekaman, bahan promosi harus menggunakan bahasa yang sederhana dan lengkap serta dijelaskan secara utuh.

"Kalau ada perekaman, ini bisa menjadi bukti siapa yang salah.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Duwi Setiya Ariyant*
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.