PANIC BUYING, Berburu Susu Sapi Berbentuk Naga di Kaleng Beruang

Banyak hal yang bisa membuat warga panik melakukan pembelian, mulai dari ucapan pakar, penyataan pejabat, hingga penyebaran di media sosial.

Saeno
6 Jul 2021 - 09.27
A-
A+
PANIC BUYING, Berburu Susu Sapi Berbentuk Naga di Kaleng Beruang

Aktivitas konsumen di sebuah pertokoan/Antara

Bisnis, JAKARTA - Seekor naga putih meliuk-liuk, bergerak lincah, lantas menukik masuk ke dalam lubang kaleng bergambar beruang. Itulah cuplikan iklan susu sapi merek beruang alias bear brand. Iklan yang dibuat tahun 2015 itu meninggalkan kesan yang kuat pada masyarakat. Hal itu menambah kuat daya ingat publik atas produk yang  lebih dikenal sebagai susu beruang daripada susu sapi.

Kehadiran susu ini memang fenomenal. Ia, entah siapa yang memulai, dikaitkan dengan kemampuan menyembuhkan. Jauh sebelum wabah Covid-19 hadir, susu beruang sudah menjadi semacam "official drink" atau minuman wajib bagi penderita typhus.

Kini ketika pemerintah menetapkan PPKM Darurat, susu beruang diburu publik yang melakukan aksi borong. Kejadian itu seperti mengulang saat Indonesia pertama kali mengkonfirmasi kasus positif Covid-19 pada 2 Maret 2020. Saat itu, masker, hand sanitization menjadi target yang diburu publik. Hasilnya, harga pun melambung gila-gilaan.

Pertanyaan dasarnya, mengapa panic buying bisa terjadi?

Situs web corporatefinanceinstitute.com menyebutkan fenomena panic buying sering kali muncul karena harapan untuk bisa memenuhi kebutuhan seseorang. Konsumen khawatir akan ada kekurangan pasokan, yang membuat mereka membeli barang dalam jumlah besar.

Pembelian massal kemudian menyebabkan kekurangan aktual yang tidak akan terjadi kecuali karea pembelian oleh konsumen yang panik.

Situs ini juga mencatat panic buying terjadi di awal pandemi Covid-19 pada tahun 2020. Konsumen tiba-tiba membeli barang-barang rumah tangga dalam jumlah besar, seperti tisue toilet, masker pelindung, pembersih tangan, dan perlengkapan kebersihan.

Di tahun ini, khusus di Indonesia, selain Ivermectin yang tiba-tiba melonjak, harga susu beruang (yang sebetulnya susu sapi) mengalami lonjakan dalam penjualan melalui e-commerce.

Kabar Kemanjuran

Hanya dalam satu jam, 300 kaleng susu beruang terjual di Suryamart Sragen. Kabar lonjakan pembelian susu kaleng di Sragen itu tentu saja mengagetkan. Tapi itulah yang terjadi di Suryamart Kalijambe, Sragen, Jawa Tengah.

Farid Suryawan, 42, warga Desa Jetis Karangpung RT 007, Kalijambe, Sragen, yang juga pemilik Suryamart mengemukakan dirinya baru menerima kiriman 10 paket susu Bear Brand dari distributor pada Sabtu (3/7/2021). Satu paket masing-masing berisi 30 kaleng susu Bear Brand. Dengan begitu, ia memiliki stok 300 kaleng susu Bear Brand.

Setelah menerima kiriman, dia mengumumkan ketersediaan susu beruang di tempatnya melalui media sosial (medsos) warga Kalijambe. Tidak disangka, postingan itu dibanjiri komentar. Warga yang membaca unggahan dari Farid itu pun bergegas datang ke Suryamart untuk membeli susu Bear Brand.

“Sebanyak 300 kaleng susu Bear Brand habis terjual dalam waktu satu jam [setelah diposting di medsos],” ujar Farid kepada Solopos.com, Senin (5/7/2021).

Dia tidak mengizinkan susu beruang itu diborong dalam jumlah banyak oleh segelintir orang. Di minimarket miliknya, setiap warga bisa membeli susu Bear Brand maksimal 10 kaleng.

“Enggak boleh diborong di tempat saya. Biar semua bisa dapat. Kebetulan, kemarin yang beli ada banyak,” terang Farid.

Dia menjual susu Bear Brand itu seharga Rp12.000/kaleng. Sebelumnya, dia biasa menjual susu Bear Brand seharga Rp9.500/kaleng. Kenaikan harga itu dipengaruhi semakin langkanya pasokan barang di pasaran.

Biasanya Farid bisa mendapat pasokan 10 paket susu Bear Brand dari distributor resmi. Namun, belakangan pasokan untuk tiap toko dibatasi maksimal 5 paket. Harga Rp12.000/kaleng itu, kata Farid, relatif lebih murah. Pasalnya, di minimarket lain, ada yang menjual susu Bear Brand seharga Rp15.000. Bahkan di toko online, susu beruang merek Bear Brand dijual seharga 49.000/kaleng.

“Kalau ambil dari distributor, harga tidak naik cuma barangnya dibatasi. Tapi kalau ambil dari freelance, harganya bisa naik banyak. Namun, jumlahnya tidak dibatasi. Penting cocok harganya. Tapi kalau harganya sudah mahal, jadi bingung mau jual berapa [ke konsumen],” ujar Farid.  

Kejadian di Sragen hanya salah satu contoh bagaimana terjadi aksi borong terhadap susu bergambar beruang pada kemasan kalengnya itu. Situasi di tempat lain bisa jadi tak kalah serunya dengan yang terjadi di Sragen.

Perburuan terhadap susu beruang di masa PPKM Darurat Jawa-Bali membuat kehebohan alias viral di masyarakat. Hal itu terjadi lantaran kabar kandungan gizi susu beruang disebut-sebut bisa meningkatkan imunitas bahkan menyembuhkan penyakit akibat Covid-19

Penjelasan dr. Tirta

Relawan Covid yang juga influencer dr. Tirta blak-blakan membantah isu yang beredar soal khasiat susu beruang.

"issue drmana sih susu beruang, iklan naga, tapi ya isinya susu sapi biasa, uht tapi dikalengin. Ga ada beda ama susu nasional yg d depan rumah lwt2 tuh. Issue drmana banyak susu bisa cegah covid ?," ujarnya di akun instagram miliknya.

Dia melanjutkan bahwa minum susu itu baik, tapi jangan melebihi takaran.

"Minum susu baik sehari sekali. Secukupnya. Kalo kebanyakan yg ada mencret bro , karena bisa jadi alergi laktosa," ujarnya.

Lebih jauh dia mengingatkan pentingnya makan bergizi. Secukupnya dan harus imbang. Buah-buahan dan sayur juga harus ada.

"Pemulihan penyakit? Bukan susu. Tapi makan bergizi bro. Zat pembangun Komponen tubuh d penuhi semua. Inget edukasi saya. Mangan. Mangan. Masker. Mangan e secukup e," ujarnya.

Tidak hanya dr. Tirta yang "gatal" dan berkomentar atas kehebohan susu beruang. Hans Christian, Influencer gaya hidup sehat di Instagram pun turut cawe-cawe alias ikut turun tangan. Dia mengungkap nilai kandungan gizi (kalori, karbohidrat, protein, dan lemak) untuk tiga varian susu cap beruang atau Bear Brand.

"Yang lagi viral nih si susu Bear Brand, ada yang spesial kah dengan susu satu ini kok sampai diborong segitunya?," tulis akun Instagram @hansboling seperti dikutip, Minggu (4/7/2021).

Hans juga menampilkan perbandingan kandungan gizi Bear Brand dengan susu kemasan lain yang dijual di pasaran.

Berikut nilai kandungan gizi (kalori, karbohidrat, protein, dan lemak) untuk tiga varian susu cap beruang yang sedang viral saat PPKM Darurat:

1. Bear Brand (1 kaleng 189 ml)
- 120 kalori
- 9 gram karbohidrat
- 6 gram protein
- 7 gram lemak.

2. Bear Brand Gold Malt Putih (1 kaleng 140 ml)
- 120 kalori
- 19 gram karbohidrat
- 9 gram gula
- 4 gram protein
- 15 gram lemak.

3. Bear Brand Teh Putih (1 kaleng 140 ml)
- 70 kalori
- 10 gram karbohidrat
- 8 gram gula
- 4 gram protein
- 2 gram lemak.

Perbadingan dengan susu kemasan lain:
1. Greenfields Full Cream (1 kotak 250 ml)
- 160 kalori
- 12 gram karbohidrat
- 12 gram gula
- 8 gram protein
- 9 gram lemak.

2. Ultra Milk Full Cream (1 kotak 250 ml)
- 150 kalori
- 12 gram karbohidrat
- 8 gram protein
- 8 gram lemak.

3. Frisian Flag Full Cream (1 kotak 225 ml)
- 140 kalori
- 12 gram karbohidrat
- 7 gram protein
- 7 gram lemak.

Sebelumnya diberitakan, susu beruang disebut-sebut mengandung banyak protein, vitamin dan lemak sehingga baik untuk pertumbuhan dan kesehatan. Kandungan dalam susu beruang antara lain vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, D, Mineral, Kalori.

Perlu diingat bahwa susu Bear Brand ini adalah susu sapi. Bedanya, susu sapi di sini melalui proses sterilisasi murni. Sterilisasi susu, dilakukan dengan cara memanaskan susu sampai di atas titik didih, akhirnya menyebabkan bakteri dan kuman serta spora mati.

Sterilisasi membutuhkan peralatan khusus dan biaya relatif tinggi. Oleh karena itu, sterilisasi susu seperti ini cukup banyak dilakukan oleh Industri Pengolahan Susu (IPS). Salah satunya dilakukan Nestle Company.

Mengapa Terjadi Kepanikan?

Muhammad Naeem dari University of Worcester, Worcester Business School, Inggris menulis di Journal of Retailing and Consumer Services soal kepanikan yang terjadi di era wabah Covid. 

Dalam abstrak kajiannya dia menyebutkan platform media sosial menjadi penyebab terjadinya panic buying selama Pandemi Covid-19. Melalui riset yang fokus pada apa yang orang pikirkan dan rasakan pada tingkat individu dan kolektif tentang peran media sosial untuk menciptakan perilaku panik, dia menemukan sejumlah hal.

Temuan riset mengungkapkan bahwa ketidakpastian dan ketidakamanan membuktikan, membeli sebagai persuasi, bukti ketidaktersediaan produk, komunikasi otoritas, logika global, dan pendapat ahli adalah beberapa penyebabnya platform media sosial mengembangkan situasi pembelian panik konsumen selama krisis Covid-19.

Di sisi lain, informasi yang diperoleh konsumen secara cepat juga bisa menjadi pisau bermata dua.

Tingkat informasi real-time yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang Covid-19 di ujung jari pengguna dapat memberi mereka alat yang dibutuhkan untuk membuat keputusan cerdas.

Tetapi, di sisi lain, hal itu juga membuat mereka lebih cemas tentang apa yang akan datang, bahkan apa yang dikatakan para ahli dapat menyebabkan pembelian panik atau penimbunan produk.

Media Sosial

Dalam bagian pengantar laporan risetnya, Muhammad Naeem menuliskan bahwa saat ini media sosial telah memfasilitasi penggunaan beberapa hashtag yang berdampak pada aktivitas masyarakat.

Mengutip penelitian sebelumnya, dia menyebutkan contoh kasus hastag “#toilet-paper-gate” dan “#toilet-paper-crisis”, yang menunjukkan perilaku panik konsumen selama pandemi virus Corona. Terkait dua hastag itu ditemukan fakta permintaan pembersih tangan meningkat hingga 255 persen di Inggris.

Lantas mengapa itu terjadi? Mungkin, ujar Naeem, sebagian sebagai tanggapan atas rekomendasi WHO bahwa pembersih tangan adalah yang terbaik untuk pencegahan Covid-19.

Mengutip laporan Reuters tahun 2020, Naeem menyebutkan penjualan bahan makanan telah meningkat sebesar 43 persen dalam sebulan dibandingkan dengan tahun sebelumnya di Inggris.

Collinson, kutip Naeem, melaporkan penjualan bahan makanan online meningkat hingga 51,5 persen saat Covid-19 mulai menyebar di Inggris. Bank Inggris dengan 1,2 juta rekening individu menyatakan pengeluaran untuk bahan makanan meningkat hingga 15 persen dalam sebulan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Data tersebut mendukung kajian bahwa konsumen di Inggris terlibat dalam pembelian panik.

Shaw di tahun yang sama melaporkan bahwa situs milik Tesco, Asda, Morrisons, dan situs supermarket lainnya crashed setelahnya pidato tentang penguncian atau lockdown yang disampaikan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.

Saat itu, Reuters mengindikasikan ada 79 juta tambahan sembako pesanan dalam sebulan di Inggris Raya dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu Cogley menyoroti banyaknya orang yang telah memposting keluhan di media sosial tentang penimbunan (nasi, pasta, dan pembersih). Selanjutnya, sebagian besar supermarket Inggris sibuk dan rak-rak menjadi kosong karena pembelian panik dari konsumen selama pandemi.

Mengapa semua itu terjadi? "Karena media sosial, orang lebih terlibat dan terhubung, yang, meningkatkan berbagi informasi sementara pada saat yang sama membiarkan sensasionalisme dan misinformasi menyebar tentang Covid-19 karena konten yang  bermuatan hal mengejutkan atau emosional  menarik perhatian orang," tulis Naeem sambil mengutip sejumlah rujukan.

Akibat kondisi tersebut, ujar Naeem, para ahli mengatakan media sosial membuat orang lebih cemas tentang apa yang akan datang, yang berdampak pada persediaan stok. Pembelian secara panik yang dilakukan konsumen meningkat di seluruh dunia berdasarkan pemaknaan Covid-19 yang dikonstruksi secara sosial yang berujung pada perilaku menimbun konsumen.

Aktivitas dan pola pembelian konsumen juga berubah akibat Covid-19. Perilaku pembelian konsumen merupakan realitas yang rumit dan subjektif terutama dengan adanya perdagangan sosial.

Peneliti lain menyatakan media sosial meningkatkan proses berbagi informasi di antara konsumen melalui peringkat online, iklan bersponsor, ulasan online, motivasi sosial, dan pemberi pengaruh sosial. Media sosial meningkatkan perilaku pembelian online dan oleh karena itu banyak bisnis dan konsumen terlibat karena difasilitasi untuk melakukan keputusan pembelian yang optimal.

Di sisi lain, pengiriman makanan ke rumah meningkat ketika hanya opsi itu yang dperbolehkan dan ada hukuman ketat untuk pertemuan sosial di acara-acara sosial. Karena panic buying konsumen, banyak toko, seperti Walmart dan Costco, ada batasan jumlah yang dapat dibeli sekaligus.

Banyak pesan publik terkirim di media sosial untuk meningkatkan kesadaran, misalnya British Retail Consortium menyatakan, “Kami memahami kekhawatiran Anda tetapi membeli lebih dari yang dibutuhkan kadang-kadang dapat berarti bahwa orang lain akan dibiarkan tanpa mendapatkannya”.

Di sisi lain tangan, dari sudut pandang konsumen, pemerintah Inggris menyarankan mereka untuk tinggal di rumah. Oleh karena itu, mereka membeli makanan tambahan dengan tujuan untuk tidak keluar rumah.

Banyak negara seperti Amerika, Inggris, dan Kanada telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan jarak sosial. Kondisi itu membuat  peran media sosial meningkat dalam keterlibatan dan pertukaran informasi di antara orang-orang.

Namun, selain manfaat menghubungkan banyak kalangan, media juga menghasilkan dampak lain. Banyak orang berbagi cerita, gambar, dan pengalaman di Twitter dan Facebook, juga terjadi peningkatan pembelian panik di antara konsumen lain.

Di tengah pandemi, di media sosial lebih banyak orang yang terdorong untuk melakukan penimbunan yang meningkatkan tekanan pada supermarket dan pemasok di seluruh dunia. Pendeknya, di tengah pandemi dan dalam tekanan pandemi orang-orang memesan barang melalui internet dengan nyaman dari rumah mereka. 

Senyawa Isolasi dan Kepanikan

Pada bagian lain kajiannya, Naeem menyebutkan bahwa teknologi informasi-komunikasi di era digital (TIK) menghasilkan senyawa budaya yang terisolasi atau kepanikan yang datang untuk menentukan risiko virus kesadaran zaman postmodern.

Respons risiko masyarakat global didasarkan pada informasi yang dibagikan dengan bantuan platform media sosial. Internet memainkan bahan yang signifikan dan menempati peran teknis dalam pengembangan 'masyarakat risiko global' tersebut.

Padahal, di sisi lain, pemahanan atas risiko itu sendiri berasal dari 'konstruksi sosial melalui interpretasi global' masyarakat, 

Perilaku panic buying sendiri dapat dikembangkan melalui rumor, sensasionalisme, dan bentuk-bentuk disinformasi lainnya. Semua cara dapat digunakan untuk mengeksplorasi pengaruh sosial.

Bukti yang mungkin dihasilkan melalui interpretasi sosial dari informasi ahli, sensasionalisme, dan misinformasi melalui sosial media bisa menjadi sumber kepanikan.

Terus bagaimana pengguna internet bisa dipengaruhi oleh orang lain dan bagaimana perilaku orang lain bisa menghasilkan tindakan tertentu?

Banyak kemungkinan jawabannya, termasuk karena alasan yang sebetulnya tidak rasional tapi seakan memberikan harapan kebaikan yang paripurna.

Hal itu misalnya seperti tersirat dari gurauan akun mdgenova soal heboh susu beruang.

"Katanya bisa memurnikan paru2 dari dosa dimasa lampau dok??," tulis akun mdgenova di Instagram dokter Tirta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Saeno

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.