Free

Penerimaan Cukai Merosot, Dipicu Penurunan Produksi Rokok?

Penerimaan Kepabeanan dan Cukai pada Maret 2024 menunjukkan penurunan sebesar 4,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp69 triliun. Penurunan produksi rokok disebut-sebut menjadi sebab.

Redaksi

13 Mei 2024 - 15.16
A-
A+
Penerimaan Cukai Merosot, Dipicu Penurunan Produksi Rokok?

Rokok dijual di sebuah gerai waralaba, di Jakarta, Minggu (218).JIBI-Dwi Prasetya.j

JAKARTA – Penerimaan Kepabeanan dan Cukai pada Maret 2024 menunjukkan penurunan sebesar 4,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp69 triliun. Penurunan produksi rokok disebut-sebut menjadi sebab.


Turunnya angka perolehan itu diikuti oleh penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) yang anjlok 7,3% per Maret 2024. Kondisi ini disinyalir akibat penurunan produksi industri rokok di dalam negeri.


Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho menerangkan kenaikan tarif cukai yang mencapai double digit sejak pandemi tidak memberikan nafas bagi industri untuk memperbaiki kinerjanya sehingga berdampak pada penurunan produksi.


Terutama, perusahaan-perusahaan golongan 1 yang memberikan kontribusi besar bagi penerimaan negara, tapi justru mengalami turun produksi paling signifikan.


Baca juga: 

Produksi Tembakau Naik 7% Meski Cukai Makin Tinggi

Tarif Cukai Rokok Naik Tak Efektif, Marak Rokok Ilegal dan Murah

Aturan Bawa Barang dari Luar Negeri dari Bea Cukai Tuai Polemik


"Kalau kita melihat dari capaian tahun lalu, ternyata ini (kenaikan cukai) memberikan pengaruh terhadap penerimaan negara. Selain itu, saya menggarisbawahi bahwa kenaikan tarif cukai ini tidak memiliki rumusan yang baku, sehingga para pelaku industri itu sendiri merasa khawatir ketika tarif cukai ini ditetapkan, apakah single digit atau double digit," katanya dikutip dari siaran resmi, Senin (13/5/2024).


Idealnya, kenaikan tarif cukai bergantung kepada rumusan baku, misalnya dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi atau inflasi dan tambahan aspek kesehatan misalnya 1%. 


Saat ini, dia menyoroti bahwa tidak ada korelasi antara parameter ekonomi sebagai rumus baku besaran kenaikan cukai. Dalam kondisi saat ini, kenaikan cukai seharusnya single digit.


“Ini yang menurut saya perlu dirumuskan bersama. Kenaikan tarif cukai yang sekarang ini sudah per dua tahun itu harusnya memiliki rumusan yang tepat dan baku. Jadi ini yang harusnya kita dorong agar pemerintah mengeluarkan rumusan baku terkait dengan tarif cukai,” katanya.


Andry menegaskan pemerintah juga perlu melakukan langkah komprehensif untuk memitigasi risiko yang akan terjadi pada kinerja IHT, khususnya yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja.



"Ketika kinerja IHT terus menurun, dampaknya itu akan cukup masif kepada tenaga kerja, terutama tenaga kerja di sektor IHT, pertanian tembakau, dan juga cengkih. Nah, ini beberapa hal yang perlu dipikirkan oleh pemerintah, tidak hanya melihat dari bagaimana penerimaan negara bisa didapatkan dari cukai," tegasnya.


Andry juga menyoroti dampak kenaikan cukai terhadap maraknya rokok ilegal. Makin tinggi tarif cukai, menurutnya, makin terbuka juga praktik rokok ilegal yang saat ini peredarannya sudah cukup masif. Banyak praktik bisnis rokok ilegal yang dilakukan secara terang-terangan. 


“Salah satu alasan konsumen mencari rokok ilegal ini adalah karena mereka mencari rokok yang lebih murah. Saat ini, harga rokok sangat mahal dengan kenaikan tarif yang cukup tinggi,” tuturnya. (Muhammad Nishfi Azriel)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rayful Mudassir

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.