Pertaruhan Kinerja Manufaktur Kuartal IV/2021

Hingga akhir tahun ini, pertumbuhan industri manufaktur seharusnya didorong untuk melampaui pertumbuhan ekonomi nasional.

Reni Lestari

7 Nov 2021 - 14.52
A-
A+
Pertaruhan Kinerja Manufaktur Kuartal IV/2021

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita meninjau pabrik PT Kalbio Global Medika di kawasan industri Cikarang, Jawa Barat, Rabu (11/3/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis, JAKARTA — Pertumbuhan selama dua kuartal berturut-turut menjadi asa industri manufaktur untuk kembali ke ekspansif sebelum tahun pandemi. Kuartal terakhir tahun ini pun akan menjadi pertaruhan besar kinerja sektor pengolahan nonmigas.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan industri manufaktur pada kuartal III/2021 sebesar 3,68 persen secara year on year (YoY), sedikit di atas pertumbuhan ekonomi  nasional pada triwulan tersebut sebesar 3,51 persen.

Pertumbuhan industri yang melambat dari kuartal II/2021 sebesar 6,91 persen ditengarai terjadi akibat dampak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) setelah kasus Covid-19 melonjak sepanjang Juli—Agustus 2021.

Adapun, pada kuartal I/2021 industri manufaktur masih terkontraksi -0,71 persen setelah terpukul menjadi -2,93 persen sepanjang 2020.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan perlambatan pertumbuhan pada triwulan ketiga telah diperkirakan sebagai dampak dari PPKM.

Hal itu juga terindikasi dari angka HIS Markit Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur yang berada di zona kontraksi selama dua bulan berturut-turu, yakni 40,1 pada Juli dan 43,7 pada Agustus.

Pada September, angka PMI manufaktur Indonesia kembali ke level ekspansi 52,2 dan mencapai angka rekor pada bulan lalu 57,3.  

"Bila saya lihat lebih dalam datanya, ternyata pertumbuhan industri malah lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi, which is a good news," kata Agus kepada Bisnis, akhir pekan.

Menurutnya, hal itu mengindikasikan pertumbuhan industri manufaktur sepanjang tahun ini berada di jalur yang tepat.

Agus melanjutkan pertumbuhan industri pengolahan didukung peningkatan kinerja beberapa sub sektornya, seperti industri alat angkut sebesar 27,84 persen yang didukung kenaikan produksi kendaraan bermotor sebagai dampak pemberian insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM-DTP).

Kemudian, industri kimia, farmasi dan obat tradisional tumbuh 9,71 persen, didukung oleh produksi farmasi dan obat-obatan untuk memenuhi permintaan domestik dalam penanganan Covid-19.

Ada pula industri logam dasar yang tumbuh 9,52 persen sejalan dengan peningkatan produksi untuk memenuhi permintaan luar negeri yang tinggi.

Lalu, industri makanan dan minuman tumbuh 9,52 persen sejalan dengan peningkatan produksi CPO dan turunannya untuk memenuhi permintaan domestik luar negeri.

"PMI kita bulan lalu pecah rekor lagi, jadi saya optimistis target dapat tercapai [untuk kembali ke angka sebelum pandemi]," ujarnya.

Dalam Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia (BI), kinerja manufaktur pada kuartal IV/2021 diperkirakan meningkat signifikan terindikasi dari acuan saldo bersih tertimbang (SBT) kegiatan usaha menjadi sebesar 1,13 persen dari -0,10 persen pada kuartal III/2021.

Sejalan dengan perkiraan peningkatan SBT kegiatan usaha, Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia juga diperkirakan meningkat dari 48,75 persen pada triwulan III/2021 menjadi 51,17 persen pada kuartal terakhir tahun ini.

Peningkatan tersebut terjadi pada komponen volume produksi, pesanan, persediaan barang jadi, yang semuanya berada dalam fase ekspansi.

PENGUSAHA REALISTIS

Dari sisi pelaku industri, Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) memproyeksikan pertumbuhan produksi pada tahun ini belum akan menyamai angka sebelum pandemi.

Namun, pelonggaran pembatasan kegiatan masyarakat memungkinkan proyeksi pertumbuhan naik dari perkiraan pada tengah tahun.

Sekjen Inaplas Fajar Budiono memproyeksikan kinerja produksi dapat tumbuh 4 persen hingga 4,5 persen. Angka ini naik dari perkiraan sebelumnya yakni 3 persen.

"Kalau kembali ke sebelum pandemi belum bisa ya, paling-paling di angka 4 persen, maksimal sampai 4,5 persen," katanya, Minggu (7/11/2021).  

Fajar melanjutkan naiknya proyeksi tersebut juga dipengaruhi oleh berkurangnya fluktuasi harga komoditas di pasar dunia dalam dua bulan terakhir.

Selain itu, pasar-pasar ekspor juga sudah bergeliat sehingga turut menaikkan utilisasi industri ke angka 75 persen untuk plastik hilir dan di atas 95 persen untuk hulu.

Namun, yang perlu diwaspadai adalah mulai kembali membanjirnya barang-barang impor dari China karena negara itu belum bisa masuk ke pasar-pasar seperti Amerika Serikat dan Eropa sebagai dampak perang dagang.

Fajar berharap Indonesia dapat menyerap banyak sentimen positif selepas gelaran KTT G20 dan Dubai Expo pada tahun ini. Pernyataan-pernyataan pemerintah yang proindustri, terutama mengenai pajak karbon, dinilainya akan sangat berdampak pada kinerja industri tahun ini.

"Masalah pajak karbon, jika tidak diatur dengan baik walaupun masih wacana san jangka panjang, bisa mempengaruhi semuanya," ujar Fajar.  

Kalangan ekonom menilai ekspansi kinerja industri manufaktur tahun ini berpeluang menyamai pertumbuhan sebelum pandemi. Namun, hal itu belum cukup untuk mengindikasikan industri bekerja secara optimal.

Peneliti di Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan pertumbuhan industri manufaktur seharusnya didorong untuk melampaui pertumbuhan ekonomi nasional.

"Secara umum pertumbuhan manufaktur itu bisa kembali ke sebelum pandemi. Masalahnya pertumbuhan sebelum pandemi belum optimal, harusnya lebih tinggi lagi," kata Heri, Minggu (7/11/2021).  

Pertumbuhan industri manufaktur pada kuartal III/2021 tercatat 3,68 persen, sedikit di atas ekspansi ekonomi nasional 3,51 persen.

Angka itu melambat dari pertumbuhan pada kuartal II/2021 sebesar 6,91 persen. Adapun pada kuartal I/2021 industri manufaktur masih terkontraksi -0,71

Heri mengatakan angka kuartal III/2021 belum secara kuat mengindikasikan bahwa pertumbuhan industri pada tahun ini dapat melampaui ekonomi nasional.

Adapun untuk mencapai kinerja optimal, lanjutnya, yang perlu dilakukan adalah memperkuat struktur industri dengan mengoptimalkan strategi substitusi impor.

Selain itu, upaya penghiliran yang saat ini terus dilakukan lambat laun harus bergeser ke industri inovatif dan berteknologi tinggi.

Dengan situasi pandemi di dalam negeri yang mulai kondusif dan operasi industri berangsur normal, pemerintah bisa mengupayakan akselerasi kinerja industri di atas pertumbuhan ekonomi.

"Di triwulan 3 ini agak lumayan bergeliat, tetapi belum bisa jadi patokan yang kuat. Coba kita lihat sepanjang 2021, harusnya sektor industri bisa tumbuh lebih dari pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.