Premium dan Pertalite Akan Dihapus, Waspadai Efek Domino

Pemerintah dinilai perlu mewaspadai efek domino yang akan muncul dari rencana penghentian penjualan Premium dan Pertalite.

Muhammad Ridwan

27 Des 2021 - 00.00
A-
A+
Premium dan Pertalite Akan Dihapus, Waspadai Efek Domino

Petugas menunggu kendaraan melakukan pengisian BBM di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jakarta, Rabu (2/9/2020). PT Pertamina (Persero) tengah mengkaji penghapusan bensin dengan nilai oktan di bawah 91 seperti Premium dan Pertalite guna menyediakan bensin yang lebih ramah lingkungan. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis, JAKARTA — Rencana pemerintah yang akan menghentikan penjualan bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Pertalite dikhawatirkan akan memberikan beban kepada masyarakat. Perlu adanya mitigasi yang disiapkan pemerintah untuk bisa merealisasikan rencana tersebut.

Peneliti Institute of Development and Economics Finance (INDEF) Abra Tallatov mengatakan rencana penghapusan Premium dan Pertalite tidak boleh dilakukan secara terburu-buru oleh pemerintah. Begitu juga, eksekusi rencana tersebut juga masih perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.

Pemerintah, imbuhnya, dinilai perlu mewaspadai efek domino yang akan muncul dari rencana penghentian penjualan Premium dan Pertalite.

Menurut dia, apabila kedua jenis BBM tersebut dihapuskan, maka terdapat beban terhadap masyarakat untuk mengeluarkan biaya yang lebih besar bagi kebutuhan energi. Dari situ, akan menimbulkan kenaikan-kenaikan harga baik dari sisi transportasi dan juga harga bahan pokok.

"Pemerintah harus bisa mengantisipasi dari pencabutan Premium dan Pertalite terhadap inflasi barang-barang yang lain, itu bagaimana dampaknya. Sebesar apa ini menggerus daya beli masyarakat dan pada akhirnya juga bisa kontradiktif dengan target pemerintah untuk memulihkan ekonomi," katanya kepada Bisnis, Minggu (26/12/2021).

Dia menilai, kunci utamanya adalah secepat mana pemerintah untuk merealisasikan rencana penghapusan Pertalite dari pasaran. Pertalite telah menjadi alternatif bagi masyarakat pada saat keberadaan Premium dipasaran telah kian sulit didapatkan.

Pengendara sepeda motor melakukan pengisian BBM di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum di Jakarta, Rabu (2/9/2020). PT Pertamina (Persero) tengah mengkaji penghapusan bensin dengan nilai oktan (Research Octane Number/RON) di bawah 91 seperti Premium dan Pertalite guna menyediakan bensin yang lebih ramah lingkungan. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Di samping itu, harga Pertalite yang tidak terpaut jauh dari Premium membuat BBM jenis itu pun menjadi pilihan masyarakat untuk mendapatkan harga yang lebih terjangkau.

"Pemerintah perlu mempertimbangkan pemberian subsidi BBM Pertamax tapi secara tertutup kepada masyarakat yang memang tepat untuk memitigasi dampak ekonomi masyarakat," jelasnya.

Lebih lanjut, Abra berpendapat pemerintah seharusnya bisa lebih fleksibilitas memberikan kepada PT Pertamina (Persero) apabila nantinya hanya akan menjual BBM RON 92 ke atas.

Menurut dia, Pertamina harus bisa secara konsisten diberikan keleluasan dalam penyesuaian harga sesuai dengan harga keekonomiannya.

"Pertamina harus diberikan keleluasaan untuk bisa menyesuaikan harga sesuai dengan regulasi dan tidak terhambat sisi politis yang menahan harga jualnya agar tetap terjangkau oleh masyarakat," ungkapnya.

Tidak jauh berbeda, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan untuk mendorong masyarakat mengonsumsi BBM yang dengan kualitas yang lebih baik masih membutuhkan subsidi seperti pada saat transisi konsumsi Premium ke Pertalite.

Menurut dia, Pertalite menjadi pilihan masyarakat mengingat kualitasnya yang lebih baik dengan harga yang terjangkau. Untuk itu, apabila pemerintah berencana menghentikan penjualan Premium dan diikuti dengan disetopnya penjualan Pertalite maka perlu ada kesiapan pemberian subsidi untuk jenis Pertamax.

"Sama dengan Malaysia yang pemerintahnya memberikan subsidi kepada penggunaan BBM RON tinggi,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (26/12/2021).

Kendati demikian, Mamit mendukung rencana penghentian penjualan BBM jenis Premium di Indonesia karena dinilai sebagai salah satu bentuk implementasi Permen Kementerian Lingkungan Hidup No. 20 Tahun 2017 yang mensyaratkan standar minimal RON 91 untuk produk gasoline dan CN 51 untuk produk gasoil sesuai dengan standar EURO 4.

Di sisi lain, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencatat realisasi penyaluran BBM Premium sepanjang Januari—November baru mencapai 3,41 juta kiloliter (kl) atau hanya sekitar 34,15% dari total kuota BBM Premium yang ditetapkan untuk tahun ini sebesar 10 juta kl.

BPH Migas memproyeksikan jumlah BBM Premium yang akan tersalurkan sampai dengan akhir tahun nanti tidak jauh dari realisasi tersebut.

Sementara itu, realisasi jenis bahan bakar tertentu (JBT) untuk jenis solar pada periode Januari--November telah mencapai 14,14 juta kl atau telah terserap 98,32% dari kuota yang ditetapkan untuk sepanjang 2021 sebesar 15,8 juta kl.

Pada Desember, penyaluran Solar subsidi diproyeksikan mencapai 1,39 juta, sehingga total yang akan disalurkan pada tahun ini akan mencapai 15,53 juta kl atau lebih rendah dari kuota untuk tahun ini.

Adapun, JBT untuk jenis kerosene pada periode Januari—November telah mencapai 443.562 kl atau 97,35% dari total kuota tahun ini 500.000 kl.

Sampai dengan akhir tahun nanti, proyeksi penyaluran JBT untuk jenis kerosene diproyeksikan hanya akan mencapai 486.731 kl atau masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kuota tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.