Free

Total Football Insentif Properti

Rentetan insentif properti perlu diterapkan menyeluruh, kalau meminjam istilah sepak bola, total football, mengingat sektor ini mengerek 174 bidang bisnis lain mulai dari munculnya rumah-rumah makan kecil di sekitar proyek hingga industri bahan bangunan.

24 Mei 2021 - 14.28
A-
A+
Total Football Insentif Properti

M. Syahran W. Lubis/Sketsa-Bisnis

Kalangan pengembang properti mulai menikmati manfaat insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang digulirkan pemerintah mulai 1 Maret 2021.

Insentif itu berupa PPN atas penyerahan rumah tapak dan rumah susun yang ditanggung pemerintah (DTP) selama 6 bulan untuk masa pajak Maret hingga 31 Agustus 2021.

Insentif itu berupa PPN DTP 100% atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun dengan harga maksimal Rp2 miliar serta 50% dari PPN terutang atas penyerahan hunian dengan harga Rp2 miliar hingga Rp5 miliar.

Menurut riset Indonesia Property Watch, insentif PPN itu mendongkrak penjualan rumah di Jabodebek dan Banten pada kuartal I/2020 meski baru berjalan sebulan. Namun, peningkatan penjualan itu hanya untuk produk rumah siap huni yang hampir dapat dipastikan dikembangkan developer besar.

Umumnya pengembang kecil hanya berani mulai membangun jika rumah telah ada pembelinya. Akibatnya, batas waktu akhir Agustus 2021 tak cukup untuk memulai pembangunan hingga penyerahan ke konsumen.

Jadi, bagi pengembang skala kecil, produk mereka umumnya dijual secara inden, bukan siap huni. Menurut IPW, penjualan inden sepanjang 3 bulan pertama tahun ini menurun.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sempat memberikan sinyal positif untuk membuka kemungkinan perpanjangan insentif PPN setelah 31 Agustus 2021.

Berkaitan dengan kabar itu, kalangan pengembang berharap perluasan produk dalam penerapannya juga untuk rumah inden, bukan hanya siap huni.

Sebelum pemerintah mengeluarkan insentif PPN DTP, Bank Indonesia menerbitkan regulasi yang memungkinkan bank dengan non-performing loan kurang dari 5% menyetujui pemberian kredit pemilikan rumah/kredit pemilikan apartemen (KPR/KPA) tanpa uang muka atau down payment 0%.

Sayangnya, kebijakan ini tak berjalan mulus, karena bankir mempertimbangkan risiko yang harus mereka tanggung 100% dengan peniadaan uang muka kredit.

Kalangan pengembang telah berulang kali menyatakan harapan kepada para bankir agar mereka merealisasikan pemberian kredit properti tanpa uang muka. Jika terwujud, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, akan efektif memacu roda bisnis properti.

Satu insentif lagi yang ditunggu-tunggu adalah pemangkasan persentase Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang merupakan kewenangan pemerintah daerah dengan besaran 10% dari nilai transaksi properti.

Dalam hal ini, seyogianya, pemda-pemda jangan hanya berpikir menggenjot pemasukan kas daerah dari BPHTB, padahal kenyataannya transaksi di pasar sekunder menyusut.

Pemda selayaknya berpikir bahwa pemangkasan BPHTB akan menggenjot bisnis properti di pasar sekunder, sehingga pemasukan ke kas daerah pada akhirnya justru lebih besar.

Rentetan insentif properti perlu diterapkan menyeluruh, kalau meminjam istilah sepak bola, total football, mengingat sektor ini mengerek 174 bidang bisnis lain mulai dari munculnya rumah-rumah makan kecil di sekitar proyek hingga industri bahan bangunan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.