Free

Ujung Senja

Dengan makin pudarnya popularitas supermarket dan hypermarket, semestinya bisa menjadi pertanda ujung senja bisnis ritel modern yang kita jumpai hari ini.

3 Jun 2021 - 07.24
A-
A+
Ujung Senja

Bergugurannya ritel-ritel raksasa modern format supermarket dan hypermarket, seperti Lotus, Matahari, Debenhams, 7-Eleven, hingga HERO yang memutuskan untuk menutup seluruh gerai Giant mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Walaupun, tanda-tanda kehancuran itu sebenarnya sudah bisa diprediksi sejak beberapa tahun lalu.

Sekelas Ramayana yang selalu ramai pengunjung, misalnya, sudah lebih dulu menutup 13 gerai sejak Maret 2020. Begitu pula dengan Centro yang telah menutup gerainya di Yogyakarta dan Bintaro.

Dengan makin pudarnya popularitas supermarket dan hypermarket, semestinya bisa menjadi pertanda ujung senja bisnis ritel modern yang kita jumpai hari ini.

Hanya saja, mungkin karena kurang peka atau abai melihat tanda-tanda itu, sehingga menganggap semuanya baik-baik saja, akhirnya pelaku industri tidak lagi mempunyai waktu memikirkan strategi bertahan.

Padahal, perubahan perilaku konsumen yang lebih mementingkan kepraktisan dan tidak ingin membuang banyak waktu untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, sudah tidak lagi menempatkan ritel modern format big box sebagai pilihan utama konsumen.

Ditambah lagi, jika tidak diikuti dengan kenyaman dan harga yang lebih murah, sudah bisa dipastikan konsumen akan dengan mudah berpindah ke lain hati.

Berkaca dari data Nielsen Retail Audit, penutupan gerai ritel modern sepanjang 2020 memang banyak disumbang oleh format supermarket dan hypermarket. Supermarket seperti Hero, misalnya, mengurangi gerai dari 23 unit menjadi hanya 17 pada akhir 2020.

Kondisi serupa juga terlihat pada hypermart yang jumlah gerainya berkurang dari 103 unit pada awal 2020 menjadi hanya 97 unit per Desember 2020. Di sisi lain, gempuran bisnis online yang walaupun sporadis, terus bermunculan bak jamur di musim hujan.

Mengutip data Asosiasi Ecommerce Indonesia, jumlah UMKM yang sudah tergabung dalam berbagai marketplace hingga Maret 2021 telah mencapai 4,8 juta. Angka ini naik dari kondisi akhir 2020 sebesar 3,8 juta pelaku usaha.

Artinya, konsumen makin banyak pilihan tempat untuk berbelanja. Apalagi, dengan ‘kehadiran’ pandemi telah memaksa orang untuk menggunakan perangkat digital dalam beraktivitas dan berinteraksi, juga menempatkan toko online sebagai pilihan pertama sebagian besar masyarakat dalam berbelanja.

Dengan demikian, penutupan gerai peritel modern ini bisa saja terus berlanjut jika peritel tidak segera beradaptasi dan bertransformasi.

Peran pemerintah juga sangat penting, mengingat selisih harga di toko online bisa jauh lebih murah ketimbang di ritel mal yang sesungguhnya sudah terbebani oleh biaya operasional dan pajak.

Tidak menutup kemungkinan juga ujung senja bisnis ritel modern bisa dijumpai oleh peritel lainnya, tak hanya supermarket dan hypermarket.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.