Indonesia Jorjoran Pacu Unikorn Baru, Gengsi atau Urgensi?

Fungsi dari kehadiran unikorn di sebuah negara adalah untuk menggaet investor, terutama dari modal ventura, dan perusahaan teknologi dunia untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

25 Jul 2021 - 13.48
A-
A+
Indonesia Jorjoran Pacu Unikorn Baru, Gengsi atau Urgensi?

Ilustrasi startup unikorn./istimewa

Bisnis, JAKARTA — Indonesia masih sanggup menelurkan dua unikorn baru di tengah  pandemi Covid-19 tahun ini. Namun, akankah hal tersebut akan menjadi pelicin atau justru tantangan terhadap geliat investasi di industri perusahaan rintisan?

Dalam kaitan itu, Bendahara Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani tak menampik makin banyaknya jumlah unikorn di Indonesia memang akan berbanding lurus terhadap geliat investasi ke industri perusahaan rintisan (startup).

Namun, lanjutnya, tingkat keberhasilan beberapa unikorn yang akan melantai ke bursa dan performa mereka di pasar saham juga akan menentukan arah ekosistem investasi perusahaan rintisan berikutnya.

“Dalam arti, apakah valuasi yang ditetapkan pada saat pra dan pasca IPO sesuai atau tidak? Jika sesuai, iklim investasi startup dianggap berhasil dan bahkan makin bergairah. Apabila tidak, bisa dianggap posisi bubble mungkin terjadi,” katanya saat dihubungi, akhir pekan.

Posisi bubble merupakan ekspektasi investor privat apabila realitasnya tidak sesuai dengan apresiasi kondisi di bursa setelah perusahaan rintisan melantai, sehingga kemungkinan mendapatkan likuiditas dengan harga yang pantas tidak terjadi.

Kendati demikian, Edward mengatakan saat ini indikasi perusahaan privat menggunakan matriks valuasi yang berbeda dengan perusahaan publik dan sering banyak dijalankan oleh besarnya potensi pasar dan pertumbuhannya.

Ke depannya, Edward meyakini perusahaan rintisan di bidang teknologi finansial (tekfin), teknologi pendidikan (edutech), dan logistik bakal menjadi kelompok sektor yang cukup mapan untuk menjadi unikorn selanjutnya.

Namun, mendorong perusahaan rintisan ke lantai bursa tidak bisa dilakukan terburu-buru. Setidaknya, perusahaan tersebut perlu menjadi unikorn sebelum melantai di bursa. Hal ini untuk memudahkan mereka dalam mencuri perhatian para investor.

Untuk diketahui, ekosistem perusahaan rintisan (startup) Indonesia berhasil menunjukan tajinya di tengah situasi pelik pandemi dengan menambah daftar entitas dengan  valuasi lebih dari US$1 miliar atau sekitar Rp14 triliun.

Berdasarkan laporan industri rintisan RI versi CB Insights bertajuk The Complete List of Unicorn Companies, perusahaan rintisan berbasis aplikasi pajak daring, OnlinePajak, baru saja mengukuhkan posisinya sebagai unikorn ketujuh dari Indonesia medio pekan ini.

Laporan tersebut mencatat OnlinePajak memiliki valuasi hingga US$1,7 miliar atau sekitar Rp24,75 triliun dengan beberapa investor pendukungnya, seperti Sequoia Capital India, Warburg Pincus, dan Altos Ventures.

Sebagai informasi, OnlinePajak adalah platform aplikasi pajak daring yang memberikan solusi pintar mengelola pajak orang Indonesia yang memfasilitasi hitungan, setoran, dan lapor pajak perusahaan.

OnlinePajak didirikan oleh Charles Guinot pada 2014. Menurut Crunchbase, startup perpajakan ini telah menghimpun dana investor hingga US$41 juta dari tiga putaran pendanaan.

Berdasarkan data dari VentureCap Insights, belum lama ini OnlinePajak memperoleh pendanaan US$12 juta (sekitar Rp174 miliar) dalam putaran Seri C yang dipimpin oleh Tencent dan Altos Ventures dengan partisipasi dari investor terdahulu, Warburg Pincus.

Perusahaan berbasis aplikasi perpajakan itu turut mengumpulkan dana US$25 juta dalam pendanaan seri B pada Oktober 2018 yang diraih dari Warburg Pincus, Endeavour Catalyst, Global Innovation Fund.

Adapun, investor lama seperti Alpha JWC Ventures, Sequoia Capital, dan Primedge juga ambil bagian dalam putaran pendanaan seri B tersebut.

Selain itu, pada 2017, OnlinePajak meraih pendanaan seri A yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dengan nilai U$5 juta atau senilai Rp67,5 miliar.

Perusahaan ini resmi bergabung dengan jajaran unikorn lainnya, seperti layanan ride-hailing, Gojek , dengan valuasi US$10 miliar yang juga masuk dalam peringkat dekakorn.

Daftar unikorn lainn di Indonesia a.l. perusahaan lokapasar, yaitu Tokopedia dengan taksiran valuasi US$7 miliar dan Bukalapak dengan valuasi sekitar US$3,5 miliar.

Selanjutnya, ada J&T Express di bidang logistik, rantai pasok, dan pengiriman yang juga baru bergabung dalam jajaran unikorn pada April 2021 dengan taksiran valuasi US$ 7,8 miliar.

Terakhir, Traveloka di bidang agen perjalanan daring dengan valuasi US$3 miliar, serta Ovo di bidang teknologi finansial yang memiliki perolehan valuasi senilai US$2,9 miliar.

POTENSI BERTAMBAH

Pada perkembangan lain, jumlah unikorn di Tanah Air diproyeksi terus berambah hingga akhir tahun ini.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira optimistis jumlah unikorn akan bertambah hingga 1—2 entitas hingga akhir 2021.

 “Ada potensi lagi [hingga akhir 2021] untuk bertambah, paling memungkinkan dari vertikal e-commercehealthtechagritech, dan edutech,” ujarnya.

Dia menjabarkan sektor digital memang mendapatkan keuntungan sepanjang pandemi. Mulai dari dagang-el untuk kebutuhan belanja hingga logistik bagian pendukung distribusi barang.

Sementara itu, untuk kebutuhan pendidikan dan kesehatan, masyarakat makin terlatih untuk mengaksesnya dari jarak jauh melalui aplikasi daring.

 Dia melanjutkan, platform dagang-el pun bisa memiliki potensi bertumbuh lebih besar dan menjadi unikorn dengan menggandeng ritel yang saat ini kian kesulitan untuk bertahan sehingga memberikan penawaran daring ke luring.

 Selain itu, Bhima menilai hingga akhir 2021 unikorn akan turut melakukan pencarian dana publik dan berpeluang ada beberapa pemain baru yang melantai di bursa sehingga fenomena tersebut mengartikan era digital memang bertumbuh pesat pada era pandemi Covid-19

 Menurutnya, keadaan pembatasan ruang gerak masyarakat sebenarnya juga merupakan waktu yang tepat bagi pemodal untuk melirik dan menyuntik dana ke perusahaan rintisan.

 Dia meyakini pemodal pun dinilai dapat menjadikan semester II/2021 sebagai ajang verifikasi ketahanan unikorn dan perusahaan rintisan diterima oleh masyarakat.

 “Perusahaan rintisan harus bisa membuktikan mulai dari menjaga dan pengelolaan arus kas selama menghadapi masa pandemi dan kelincahan atau kemudahan mereka untuk berbelok arah sehingga jika ada sektor yang macet mereka bisa buat layanan dengan potensi pertumbuhan yang baik ini yang perlu dilakukan agar mendapat modal.”

 Senada, Kepala Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul mengatakan fungsi dari kehadiran unikorn di sebuah negara adalah untuk menggaet investor, terutama dari modal ventura, dan perusahaan teknologi dunia untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

 Huda mengatakan, dengan makin bertambahnya unikorn, maka makin besar pula peluang investor kakap datang ke perusahaan teknologi nasional.

Hingga saat ini perusahaan digital semacam Google, Tencent, Alibaba, Facebook sudah menanamkan modalnya ke beberapa perusahaan teknologi nasional.

 “Artinya perusahaan teknologi kita bisa bersaing di kancah global. Terlebih Indonesia sendiri saat ini menjadi salah satu pemain besar di Asean,” ujarnya.

Dia berharap, pemerintah juga harus bisa membawa unikorn ini bisa berekspansi dan bermanfaat lebih bagi masyarakat secara nyata. Salah satu contohnya adalah investasi yang masuk dapat digunakan untuk membuat sistem yang lebih bagus.

Alhasil, dia meyakini Indonesia ke depan tidak lagi berbicara unikorn dalam hal angka, tetapi dari sisi manfaat langsung bagi masyarakat.

Menurutnya, pemerintah harus membuat iklim yang bagus bagi pertumbuhan ekonomi digital dengan membuat beberapa kebijakan penting seperti perlindungan data pribadi dan revisi UU ITE yang lebih masuk akal.

Dia meyakini perlindungan data pribadi ini sangat penting mengingat bisnis digital ini kan bisnis data, maka perusahaan maupun konsumen harus dilindungi soal penggunaan data pribadi.

 “Jika, dapat terlaksana sepertinya kita tinggal menunggu waktu lahirnya perusahaan digital baru yang siap berstatus unikorn. Terutama dari sektor tekfin p2p lending ataupun bank digital,” tuturnya.

Adapun, ragam kebijakan pembatasan ruang gerak mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dinilai justru menjadi katalis bagi perusahaan rintisan untuk bertransformasi menjadi unikorn.

Koordinator Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dianta Sebayang mengatakan pandemi Covid-19 tidak hanya memberikan sentimen negatif bagi ekonomi, tetapi turut membawa indikasi positif.

Menurutnya, diberlakukannya PSBB hingga ke PPKM memberikan dorongan yang mendukung para perusahaan rintisan untuk unjuk gigi melayani permasalahan di tengah masyarakat.

“Sadar atau tidak, pandemi Covid-19 memang dorongan terbesar atau momentum bagi startup untuk memperkenalkan produknya kepada masyarakat,” katanya.

Dianta juga sepakat pertambahan jumlah unikorn di Indonesia masih akan terjadi hingga akhir 2021. Adapun, pemain teknologi pendidikan dan teknologi kesehatan yang paling berpotensi menjadi unikorn berikutnya.

Menurutnya, terdapat tiga sektor yang berpeluang besar untuk duduk sebagai unikorn selanjutnya, yaitu SiCepat, Ruangguru, dan Tiket.com.

Mulai dari sektor logistik atau SiCepat yang telah merampungkan pendanaan Seri B US$ 170 juta atau sekitar Rp 2,44 triliun pada Maret 2021.

Selain itu, dari sektor teknologi pendidikan, Ruangguru, disebut-sebut berpeluang menjadi unikorn, setelah meraup pendanaan US$ 55 juta atau sekitar Rp 801 miliar pada April 2021.

Tidak hanya itu, dikutip melalui Bloomberg, pemain dari sektor online travel agent (OTA) Tiket.com turut memiliki valuasi lebih dari US$ 1 miliar.

Perusahaan ini pun berencana mencatatkan saham perdana atau IPO melalui merger dengan perusahaan akuisisi bertujuan khusus alias SPAC.

“Kita tunggu saja dari ketiga sektor ini mana yang lebih dahulu memberikan kabar bahagia untuk ekosistem perusahaan rintisan Tanah Air,” ujarnya.

Berdasarkan data Statista, pasar teknologi pendidikan akan mengumpulkan pendapatan di seluruh dunia sekitar US$10,4 miliar pada 2021.

Jika ramalan ini bertahan, itu akan mewakili pertumbuhan year on year (yoy) lebih dari US$200 juta.

Perkiraan menunjukkan bahwa tren pertumbuhan yang kuat ini akan terus berlanjut pada tahun-tahun mendatang, mencapai US$11,3 miliar dolar pada 2024.

Laporan terbaru Statista juga menyebutkan pasar kesehatan digital akan mencapai hampir US$660 miliar pada 2025.

JANGAN FOKUS JUMLAH

Terpisah, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi optimistis makin matangnya ekosistem perusahaan rintisan di Tanah Air memberikan gairah untuk kemunculan unikorn baru dalam waktu dekat.

Akan tetapi, dia mengingatkan agar para pelaku industri startup dan investor tidak semata-mata berpaku pada pertumbuhan jumlah unikorn. Sebab, masih banyak pekerjaan rumah dalam ekosistem ekonomi digital yang butuh pembenahan.

“Potensi besar ada di teknologi edukasi dan kesehatan. Kita harap tidak lama lagi mereka dari kesehatan dan pendidikan akan masuk barisan unikorn,” katanya.

Menurutnya, ekonomi digital Indonesia bisa menjadi US$200 miliar pada 2025. Namun, saat ini pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan masih berkutat pada tantangan infrastruktur internet, keamanan data, kelengkapan ekosistem dan produk nasional.

Berdasarkan data dari Google, Temasek, dan Bain ekonomi digital Indonesia diproyeksikan akan melampaui US$124 miliar pada akhir 2024.

Sekadar informasi, Kemenkominfo melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024 pun menargetkan hadirnya tiga perusahaan rintisan dengan valuasi lebih dari US$ 1 miliar atau yang biasa disebut unikorn pada 2024.

 Rencana tersebut menjelaskan bahwa pada tahun ini diharapkan jumlah startup digital aktif yang terbentuk berjumlah 35 startup. Adapun, untuk jumlah startup pada 2022, 2023, dan 2024 masing-masing target yang diharapkan berjumlah 70, 110, dan 150.

Sementara itu, jumlah unikorn diharapkan bertambah sebanyak 1 entitas pada 2022 dan secara kumulatif beranjak menjadi 3 perusahaan pada 2024.

Di sisi lain, pendiri Asosiasi Digital Kreatif Indonesia (Aditif) Saga Iqranegara juga sependapat bahwa ekosistem perusahaan rintisan di Indonesia saat ini sudah jauh lebih matang.

Sebab, bagian dari industri digital tersebut sudah berjalan selama 2 dekade dan menunjukan masih bisa bertahan hingga hari ini.

“Semua pelaku startup di dalam industri ini makin matang dalam berpikir dan bertindak. Ini membuktikan digital bukan hanya hype (sensasi) sementara,” ujarnya.

Saga menambahkan bertambahnya jumlah unikorn akan banyak hal positif yang dirasakan oleh seluruh pemangku kepentingan. Misalnya, orangtua akan terbuka matanya dan akan sangat mendukung anaknya untuk berprofesi di dunia digital.

 “Sekilas tampak remeh, tapi menurut saya hal kecil ini penting untuk perkembangan ekosistem di dalamnya,” katanya.

 Lebih lanjut, Saga menjelaskan bertambahnya jumlah unikorn pun harus dijawab dengan kematangan sumber daya manusia (SDM) atau talenta digital sebagai penopang industri tersebut.

 Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan terus mengoptimalisasi ekonomi digital dan memanfaatkan ruang digital secara produktif.

 Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi mengatakan pengembangan sumber daya manusia di bidang digital menjadi perhatian Menkominfo Johnny G. Plate sesuai instruksi Presiden untuk melakukan percepatan transformasi digital nasional. 

 Kendati demikian, dia mengatakan pada masa pandemi Covid-19 Kemkominfo terus genjot program SDM digital dan menjangkau jutaan peserta.

Sebab, sektor informatika dan komunikasi merupakan salah satu sektor yang tumbuh dalam tiga kuartal pada 2020.

 “Secara kumulatif pada tahun 2020 sektor informatika dan komunikasi tumbuh 10,58 persen cumulative to cumulative. Artinya sektor ini memiliki peluang yang luar biasa untuk dioptimalkan oleh seluruh masyarakat Indonesia,” tuturnya.

Melihat peluang itu, Dedy menilai ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan masyarakat dengan Program Pengembangan SDM, mulai dengan Program Literasi Digital Nasional, Digital Talent Scholarship, Digital Leadership Academy dan Institut Digital Nasional University.

Dia melanjutkan, dimulai dari program Literasi Digital Nasional, telah disediakan lebih dari 12,4 juta program pengembangan sumber daya manusia di level paling dasar.

Program tersebut merupakan kesempatan yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk belajar literasi digital.

“Sampai hari ini sudah ada sekitar 2,6 juta masyarakat Indonesia yang mengikuti pelatihan literasi digital. Cara mengikuti program ini dapat diakses informasinya dengan mengakses media sosial Kemenkominfo,” ujarnya.

Reporter : Akbar Evandio

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.