Free

Jalan Keluar Kebuntuan Akses Internet Indonesia Timur

Indonesia timur membutuhkan kehadiran sistem jaringan cadangan sesegera mungkin, mengingat konektivitas di wilayah tersebut terlalu mengandalkan infrastruktur milik Telkom (TLKM) dan sangat rentan terputus akibat faktor gangguan alam.

8 Jun 2021 - 21.09
A-
A+
Jalan Keluar Kebuntuan Akses Internet Indonesia Timur

Pekerja mengawasi proses bongkar muat kabel serat optik proyek Palapa Ring Paket Timur di Depo PT. Communication Cable Systems Indonesia (CCSI), Cilegon, Banten./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis, JAKARTA — Indonesia timur membutuhkan kehadiran sistem jaringan cadangan sesegera mungkin, mengingat konektivitas di wilayah tersebut terlalu mengandalkan infrastruktur milik Telkom dan sangat rentan terputus akibat faktor gangguan alam.

Untuk diketahui, belum lama ini sistem komunikasi kabel laut (SKKL) milik PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. di Papua terputus.

Kejadian tersebut membuka mata bahwa jaringan cadangan (redundant system) yang menopang layanan internet di Indonesia Timur sangat kecil.

Di Papua, sistem jaringan cadangan hanya mampu mendukung 4,7 Gbs dari total trafik normal yang mencapai 464 Gbs.

Belajar dari kejadian tersebut, pengamat telekomunikasi menyarankan agar pemerintah dan swasta bahu-membahu menghadirkan sistem jaringan cadangan di wilayah Indonesia Timur. 

Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ITB Ian Yosef M. Edward mengatakan idealnya sebuah sistem jaringan cadangan memiliki kapasitas yang mirip dengan jaringan aslinya. 

Misalnya, jika kapasitas di satu wilayah sebesar 500Gbps, maka kapasitas jaringan cadangan juga sebesar itu.

Hanya saja, untuk membangun kapasitas yang sama persis membutuhkan biaya yang tidak murah. 

“Seharusnya kondisi sistem jaringan cadangan sama. Namun, dalam keadaan darurat yang dapat dilakukan dengan memperkecil penggunaan bandwidth,” kata Ian, Selasa (8/6/2021). 

Pekerja melakukan proses bongkar muat kabel serat optik proyek Palapa Ring Paket Timur di Depo PT. Communication Cable Systems Indonesia (CCSI), Cilegon, Banten./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Ian mengatakan dalam menghadirkan sistem jaringan cadangan di Papua berbasis SKKL tidaklah mudah. Kapal untuk menggelar SKKL terbatas.

Indonesia hanya memiliki 4 kapal untuk kabel laut. Adapun, 2 kapal tidak bisa digunakan dan sisanya sedang beroperasi.

Dengan jumlah kapal yang sedikit, praktis pembangunan sistem jaringan cadangan menjadi lebih lama. 

“Tantangan lainnya adalah biaya, sudah disiapkan belum anggarannya? Karena kejadiannya mendadak, pabrik serat optik biasanya baru membangun setelah ada permintaan dan untuk menggelar SKKL butuh kabel sepanjang ribuan kilometer,” kata Ian. 

Sistem jaringan cadangan menggunakan serat optik, lanjut Ian, masih merupakan opsi yang terbaik saat ini untuk wilayah Indonesia Timur seperti Papua. Sebab, kapasitas satelit terbatas dan terlalu kecil untuk dijadikan sebagai sistem cadangan. 

Ian mengatakan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) seharusnya dapat berperan dalam menghadirkan sistem jaringan cadangan. SKKL Palapa Ring Timur Bakti diperpanjang sehingga menjadi sistem cadangan di wilayah Timur Indonesia. 

“Kalau Bakti bangun jaringan cadangan [di Indonesia Timur] pasti laku itu. Jadi SKKL mereka tidak hanya terhubung dengan Telkom,” kata Ian. 

Sekadar informasi, Palapa Ring Timur memiliki panjang 6.878 kilometer dan menghubungkan 51 kabupaten/kota dan 4 provinisi yaitu Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua dan Papua Barat. 

ANDALKAN SATELIT

Berbeda pendapat, Ketua Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno mengatakan agar sistem jaringan cadangan lebih cepat diimplemtentasikan di Indonesia timur, satelit dapat diandalkan.

Penggelaran layanan dengan satelit jauh lebih cepat dibandingkan dengan menggelar serat optik. 

“Teknologi satelit bersifat cepat pengembangannya dan cepat pemasangannya. Baik untuk kapasitas akses utama maupun cadangan. Indonesia jangan pernah meninggalkan teknologi dan bisnis satelit,” kata Sarwoto.  

Dia berpendapat, jika redundant system dibangun menggunakan serat optik, harga yang dipikul perusahaan telekomunikasi relatif lebih mahal dan secara hitungan bisnis tidak masuk. 

Untuk itu, lanjutnya, pemerintah harus terlibat jika ingin membangun sistem cadangan berbasis serat optik untuk meringankan beban penyelenggara telekomunikasi. 

Bandwidth internet merupakan infrastruktur strategis yang harus didukung semua pihak. Selain itu sudah saatnya indonesia memperkuat kapabilitas perawatan kabel laut, termasuk pengadaan kapal perbaikan dan SDM-nya,” kata Sarwoto. 

Pekerja mengawasi proses bongkar muat kabel serat optik proyek Palapa Ring Paket Timur di Depo PT. Communication Cable Systems Indonesia (CCSI), Cilegon, Banten./JIBI-Felix Jody Kinarwan

SKKL BARU

Di sisi lain, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. berencana membangun SKKL baru di perlintasan Papua Utara.

Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah mengatakan pembangunan SKKL tersebut saat ini masih berlangsung.

SKKL baru rencananya memiliki panjang sekitar 1.100 kilometer, yang terbentang dari Biak hingga Sorong.  Rute itu telah dimulai pembangunannya sejak  2020, dan diharapkan selesai pada kuartal pertama 2022.

“Sedang dibangun,” kata Ririek saat dimintai konfirmasi Bisnis terkait dengan proyek SKKL baru tersebut. 

Ririek belum dapat menyebutkan nilai investasi yang dihabiskan untuk pembangunan SKKL of itu. 

Namun, berdasarkan informasi yang diterima Bisnis, untuk menggelar SKKL, biaya yang harus dikeluarkan perusahaan telekomunikasi per kilometer adalah sekitar US$28.000.

Artinya, jika kebutuhan SKKL baru mencapai 1.141 km, maka biaya yang dihabiskan Telkom bisa menembus US$31,94 juta. Biaya tersebut sudah termasuk biaya material, opersional dan lain-lain. 

Untuk diketahui, emiten telekomunikasi berkode saham TLKM itu saat ini mengaoperasikan SKKL Sumatra Maluku Papua Cable System (SMPCS), yang belum lama ini dikabarkan putus. Dugaan sementara SKKL putus karena faktor alam gunung berapi bawah laut. 

“SKKL [baru] itu nantinya jaraknya lebih dari 100 kilometer dari SKKL yang lama. Diharapkan tersebut jauh dari palung tempat SKKL pertama putus,” kata Ririek. 

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan seandainya SKKL tersebut rampung dibangun, maka  di Papua ada 3 rute mencakup rute selatan, rute tengah dan rute utara. 

Dengan memiliki tiga rute, maka jaringan telekomunikasi Tellkom di Papua akan makin andal, mengingat terdapat banyak jalur alternatif untuk menyalurkan internet. 

“Sehingga ada transmisi data dari wilayah barat ke Papua dan dari Papua ke wilayah barat Indonesia,” kata Johnny. 

Sekadar informasi, akibat SKKL ruas Biak—Jayapura putus, kota Jayapura, Abepura, Sentani, dan Sarmi terimbas. Layanan internet di sana tersendat sejak Mei 2021. 

 “Saya berharap Telkom dapat menyelesaikan persoalan tersebut paling lambat dalam kurun satu minggu ke depan,” tegas Johnny.

REDESAIN PALAPA RING

Pada perkembangan lain, pemerintah diminta untuk mendesaian kembali Palapa Ring Timur agar tidak hanya memberikan layanan kepada masyarakat di Papua, tetapi juga berperan optimal sebagai sistem jaringan cadangan atau redundant system.

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan pemerintah dan sejumlah pemangku kepentingan perlu merancang kembali Palapa Ring Timur yang lebih lengkap. 

Jaringan Palapa Ring Timur yang terdapat di Papua, kata Heru, belum memberi dampak yang signifikan karena panjang kilometernya hanya sedikit dan beberapa wilayah masih menggunakan gelombang mikro, yang kurang optimal jika digunakan untuk menyalurkan layanan data. 

Di samping itu, konsep ring yang seharusnya dapat mengatasi padamnya jaringan komunikasi, juga tidak berfungsi. “Kemudian konsep ring masih belum jaring sehingga perlu dilengkapi,” kata Heru.

Dia pun meminta kepada Bakti untuk lebih terbuka kepada publik perihal Palapa Ring sehingga dapat tercipta jaringan Palapa Ring yang lebih lengkap ke depannya. 

Sekjen Asosiasi Sistem Komunikasi Kabel Bawah Laut Seluruh Indonesia (Askalsi) Resi Y. Bramani menilai perlu interkoneksi antara jaringan  Palapa Ring dengan jaringan serat optik milik Telkom guna menghadirkan jaringan yang lebih andal ke depannya di Papua. 

Jaringan Palapa Ring, kata Resi, bisa menjadi sistem jaringan cadangan bagi Telkom dan opertor telekomunikasi lainnya di Papua sehingga saat terjadi gangguan, layanan dapat cepat pulih atau kecepatan internet tidak seret. 

“Jaringan Palapa Ring perlu dilakukan ekspansi agar menjadi jaringan yang tidak tertutup atau saling tersambung lewat kabel optik di darat dan di laut,” ujar Resi. (Leo Dwi Jatmiko)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.