Kala Iming-Iming Paylater Panaskan Medan Kompetisi Dagang-el

Fitur bayar kemudian telah menjangkau 27% konsumen dagang-el di Indonesia. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kartu debit dan kartu kredit, yang masing-masing hanya digunakan oleh 11% dan 6% konsumen.

9 Jun 2021 - 21.18
A-
A+
Kala Iming-Iming Paylater Panaskan Medan Kompetisi Dagang-el

Seorang pemilik warung menggunakan aplikasi Mitra Tokopedia/dok. Tokopedia

Bisnis, JAKARTA — Popularitas fitur paylater atau bayar kemudian sebagai opsi transaksi daring kian memanaskan persaingan antarplatform dagang-el dalam memperebutkan loyalitas konsumen semasa pandemi.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat pertumbuhan penggunaan fitur bayar kemudian akan sejalan dengan pertumbuhan industri dagang-el.

Menurutnya, platform dagang-el yang tidak menyediakan fitur ini memiliki risiko lebih besar kehilangan konsumen.

“Nantinya platform e-commerce yg tidak punya fitur paylater akan ditinggalkan. Begitu juga jika menjual produk lewat media sosial, tidak di platform. Konsumen akan mulai membandingkan kelengkapan layanan. Sebuah platform akan dianggap tidak menarik jika fiturnya tidak selengkap yang lain,” kata Bhima, Rabu (9/6/2021).

Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Bima Laga sepakat, bagi platform lokapasar (marketplace) besar, fitur bayar kemudian sudah menjadi bagian integral dalam bisnis dagang-el. Sebab, penggunanya terus meningkat dari waktu ke waktu.

“Saya kira ini bisa menjadi alternatif untuk mendorong belanja. Dahulu, untuk cicilan, opsinya hanya kartu kredit. Sekarang tidak lagi dan saya harap bisa menunjang transaksi e-commerce,” kata  Bima.

Dia mengatakan kehadiran fitur bayar kemudian juga bisa menolong konsumen untuk mengatur arus kas yang lebih baik.

Selain itu, dia mengharapkan para pelaku dagang-el menyediakan mekanisme penilaian yang presisi kala memberikan kemudahan pembayaran ini kepada konsumen.

General Manager Kredivo Lily Suriani mengemukakan bahwa adopsi fitur bayar kemudian oleh platform dagang-el dilakukan untuk menjangkau segmen konsumen yang lebih luas, alih-alih sebagai ajang untuk bersaing menyajikan fitur lengkap.

Dia menyebutkan pelaku usaha bakal berupaya menjaring konsumen baru dan mempertahankan konsumen lama guna meningkatkan gross merchandise volume (GMV).

“GMV ini datang dari dua hal, pengguna baru dan pengguna existing. Jika ingin menggaet konsumen, kami bisa membidik pengguna yang belum pernah menggunakan e-commerce, tetapi konsekuensinya adalah karakter yang cenderung lebih demanding,” kata Lily.

Pengguna baru dia sebut bakal mencari layanan lokapasar dengan metode pembayaran yang lebih fleksibel dan aman.

Dalam kaitannya dengan ini, fitur bayar kemudian bisa menarik konsumen yang ingin berbelanja, tetapi memiliki keterbatasan dana saat barang dibutuhkan.

Paylater tentunya akan menangkap mereka yang ingin memasang cicilan tetapi mereka tidak punya akses ke kartu kredit. Ini segmen yang menarik dan cukup besar. Saya rasa ini sesuatu yang terus dituju oleh pelaku e-commerce,” kata dia.

Sebagai salah satu platform lokapasar yang menyediakan fitur bayar kemudian, Tokopedia tak memberi banyak komentar soal prospek penggunaan paylater dalam transaksi belanja daring di platform mereka.

Namun, perusahaan tersebut meyakini para konsumen memiliki preferensi masing-masing dalam metode pembayaran.

“Tokopedia pun selama ini menyediakan sejumlah metode pembayaran untuk memungkinkan seluruh lapisan masyarakat Indonesia menikmati kemudahan bertransaksi online, mulai dari transfer antarbank, kartu kredit, uang elektronik hingga gerai offline, seperti minimarket maupun kantor pos,” kata AVP of Payment Tokopedia Astrid Tampubolon.

Di sisi lain, Astrid mengatakan riset LPEM FEB UI pada 2020 mengungkap bahwa Tokopedia sebagai platform digital turut mendorong adopsi metode pembayaran digital maupun inklusi keuangan bagi masyarakat Indonesia.

Riset tersebut mencatat uang elektronik terverifikasi serta mobile atau internet banking menjadi dua produk keuangan yang paling banyak didaftarkan saat pandemi, sedangkan transaksi melalui virtual account dan uang elektronik banyak dipilih selama pandemi.

“Tokopedia juga akan terus menambahkan berbagai kemudahan dan nilai tambah lain dengan harapan dapat memberikan solusi keuangan yang inklusif,” kata Astrid.

Sekadar catatan, produk Tokopedia Paylater sebelumnya disediakan oleh Ovo, tetapi kini digelar oleh platform peer to peer (P2P) konsumtif PT Artha Dana Teknologi atau Indodana.

Indodana Paylater memberikan layanan kredit digital yang dapat digunakan untuk berbelanja dengan memberikan limit kredit Rp500.000 sampai Rp25 juta.

Konsumen memilih produk di salah satu situs berjualan online saat program 12.12./JIBI-M. Ferri Setiawan

KEPERCAYAAN KONSUMEN

Di sisi lain, meningkatnya kepercayaan konsumen untuk berbelanja produk dengan harga tinggi di platform dagang-el membuka peluang bagi tumbuhnya penggunaan fitur bayar kemudian sebagai metode pembayaran. 

Survei daring yang dilakukan oleh Kredivo dan Katadata Insight Center terhadap 3.560 responden memperlihatkan penggunaan fitur bayar kemudian telah menjangkau 27% konsumen di Indonesia.

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan metode pembayaran lewat kartu debit dan kartu kredit, yang masing-masing hanya digunakan oleh 11% dan 6% konsumen.

Adapun, metode pembayaran lewat dompet digital masih mendominasi dengan persentase mencapai 65%.

Meski demikian, pemakaian fitur bayar kemudian cenderung lebih rendah dibandingkan dengan persentase responden yang mengaku mengenal fitur ini. Sekitar 86% responden mengatakan telah mengetahuinya dengan tingkat pemahaman sedang.

VP Marketing & Communications Kredivo Indina Andamari mengaku tetap optimistis metode bayar kemudian bisa dipakai lebih luas oleh konsumen yang telah mengenal layanan tersebut.

Terlebih, di tengah fenomena meningkatkan belanja produk dengan harga tinggi di platform dagang-el, seiring dengan makin bertambahnya kepercayaan konsumen.

“Masyarakat sekarang punya keinginan untuk berbelanja produk dengan harga lebih mahal lewat e-commerce. Mungkin ini bisa menjadi salah satu pendorong mengapa masyarakat menggunakan paylater. Artinya kebutuhan untuk pembayaran yang reliable, aman, nyaman dan terjangkau jadi makin tinggi juga,” kata Indina.

Indina juga menjelaskan bahwa kehadiran fitur paylater bisa mendukung pertumbuhan industri dagang-el.

Pemberian layanan cicilan bagi konsumen yang tidak memiliki akses ke kartu kredit dia sebut secara instan akan menaikkan daya beli dan bisa mendorong tingkat transaksi.

 “Jadi yang sebelumnya hanya mengandalkan budget atau tabungan sendiri, sekarang dengan layanan tersebut bisa membeli produk dengan kualitas lebih bagus dan secara nilai lebih tinggi. Jadi selain menambah nilai transaksi juga meningkatkan frekuensinya,” kata dia.

KENAIKAN NILAI

Sekadar catatan, riset Kredivo dan Katadata Insight Center (KIC) juga memperlihatkan adanya kenaikan nilai transaksi belanja daring pada 2020 di hampir seluruh kategori produk. Hal ini menjadi indikasi naiknya kepercayaan konsumen untuk berbelanja secara digital.

Berdasarkan analisis data 10 juta sampel transaksi dagang-el dari hampir 1 juta pengguna Kredivo secara nasional, terlihat bahwa kenaikan nilai transaksi tertinggi terjadi pada produk elektronik. Sementara itu, kenaikan terendah terjadi pada kelompok barang komputer dan aksesorisnya.

Belanja produk elektronik naik sampai 39% pada 2020 dari rata-rata Rp200.000 per transaksi menjadi hampir Rp300.000 per transaksi.

Kenaikan nilai transaksi juga terlihat pada belanja produk gawai dan aksesorisnya yang tumbuh 16% dari rata-rata Rp600.000 per transaksi menjadi hampir Rp800.000 per transaksi.

Riset juga mengungkap bahwa konsumen perempuan cenderung mengeluarkan lebih banyak uang kala berbelanja, terutama untuk produk komputer, gawai, dan elektronik.

Rata-rata uang yang dibelanjakan laki-laki untuk transaksi gawai dan aksesorisnya adalah Rp729.622, sementara kelompok perempuan rata-rata merogoh kocek sampai Rp847.603 untuk transaksi kelompok produk ini.

Pola belanja yang lebih tinggi tersebut juga terlihat pada belanja produk elektronik.

Riset ini juga mengungkapkan bahwa konsumen senior dengan usia di atas 45 tahun cenderung melakukan transaksi dengan jumlah produk yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok usia lain yang lebih muda.

Sebagai contoh, konsumen dengan rata-rata usia 18 sampai 25 tahun hanya melakukan 9 kali transaksi untuk 13 jenis produk dalam setahun.

Sementara itu, pada konsumen di rentang usia di atas 55 tahun, jumlah transaksi mencapai 13 dan jumlah barang yang dibeli mencakup 19 jenis produk.

Konsumen dengan usia di atas usia 45 tahun sendiri hanya mencakup 4% dari total 1 juta konsumen yang menjadi sampel riset ini.

Konsumen berusia 26 sampai 35 tahun mendominasi dengan proporsi 37% yang disusul dengan konsumen di rentang usia 18 sampai 25 tahun sebesar 33%.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono mengemukakan Kemendag belum menerima laporan atau kendala konsumen dalam menggunakan metode paylater dalam kegiatan transaksi.

Namun, dia memastikan bahwa mekanisme pembayaran ini akan terus didalami untuk menjamin konsumen tetap terlindungi.

“Sejauh ini sepertinya belum ada laporan terkait metode ini, termasuk concern dari pihak terkait. Kami akan terus dalami dan awasi,” kata Veri. (Iim F. Timorria)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.