Menlu RI: Indo-Pasifik Terlalu Luas untuk Didominasi Satu Negara

Indo-Pasifik terlalu luas untuk didominasi oleh satu negara. Menurut Menlu Retno bukan satnya untuk memulai persaingan dan ketegangan baru yang mengganggu pemulihan global. Sebaliknya, kita semua harus segera fokus untuk menciptakan sinergi dan kolaborasi.

Saeno

22 Feb 2022 - 22.07
A-
A+
Menlu RI: Indo-Pasifik Terlalu Luas untuk Didominasi Satu Negara

Wilayah Indo-Pasifik/gasam.org.tr

Bisnis, JAKARTA – Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyatakan kawasan Indo-Pasifik menyediakan peluang bagi kesejahteraan bersama. Hal itu hanya bisa dicapai melalui kolaborasi strategis banyak pihak. Indo-Pasifik terlalu luas untuk didominasi oleh satu negara.

Hal itu disampaikan Menlu Retno Marsudi dalam sidang pleno Forum Kerja Sama Menteri Indo-Pasifik, di Paris, Selasa (22/2/2022).

Dalam kesempatan itu Retrno menggarisbawahi sikap Indonesia tentang sinergi dan kolaborasi global.

“Ini bukan saatnya untuk memulai persaingan dan ketegangan baru yang mengganggu pemulihan global. Sebaliknya, kita semua harus segera fokus untuk menciptakan sinergi dan kolaborasi,” ujar Menlu Retno mengutip pernyataan Presiden Jokowi yang disampaikan pada Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Jakarta, Kamis (17/2/ 2022).

Menlu Retno menegaskan hal itu merupakan semangat Presidensi G20 Indonesia. 

“Kami ingin menjadi katalis pemulihan global, melalui langkah-langkah strategis, kolaboratif, dan konkret yang membawa hasil nyata bagi manfaat masyarakat kita. Harapan kami hal yang sama dapat dicontoh di kawasan Indo-Pasifik,” ujar Retno. 

Retno juga menyebutkan ihwal pertemuan retreat para Menteri Luar Negeri Asean di Phnom Penh pekan lalu. 

“Kami membahas, antara lain cara memperkuat kerja sama konkret untuk mengimplementasikan 4 bidang prioritas Outlook Asean tentang Indo-Pasifik,” ujar Retno.



Peta kawasan Indo-Pasifik/setnas-asean.id


Indonesia, ujar Retno, sepenuhnya menyadari pentingnya pertumbuhan Indo-Pasifik bagi perekonomian dunia. Namun, tanpa perdamaian dan stabilitas dan tanpa menghormati hukum internasional, kita bisa kehilangan semua potensinya. 

“Bagi Indonesia, Indo-Pasifik adalah lautan peluang dan terlalu besar untuk dikuasai oleh satu negara. Oleh karena itu, keamanan bersama, stabilitas bersama, dan kemakmuran bersama di kawasan Indo-Pasifik harus menjadi barang publik. Hal ini hanya dapat dicapai melalui kerja sama strategis,” ujar Retno. 

Untuk mencapai tujuan tersebut, Menlu Retno menyampaikan beberapa pemikiran.

Pertama, mengembangkan paradigma positif. 

Persaingan di Indo-Pasifik tidak dapat dihindari dan bahkan disambut baik. Namun, persaingan seperti itu harus dihindari agar tidak menjadi konflik terbuka. 

“Kita harus menghormati hukum internasional. Perdamaian, stabilitas, dan prediktabilitas harus tetap menjadi pusat perhatian kawasan kita. Inilah persisnya jiwa Asean Outlook di Indo-Pasifik. Ini juga persis dengan jiwa kepresidenan Indonesia di G20. Di mana kita berusaha untuk mengubah logika interaksi antarnegara dari zero sum game menjadi kerja sama yang saling menguntungkan; persaingan menjadi dialog dan kerja sama; defisir kepercayaan menjadi kepercayaan strategis,” ujar Menlu Retno. 

Retno menegaskan bahwa pergeseran paradigma ini dapat berdampak besar bagi masa depan Indo- Pasifik dan dunia. 

Kedua, mendorong sinergi antar inisiatif Indo-Pasifik. 


Ilustrasi/aspistrategist.org.au


Masing-masing pihak memiliki cara berbeda dalam memandang Indo-Pasifik. Namun, hal itu juga merupakan bukti dari kepentingan yang menyatu di antara negara-negara dalam mempromosikan stabilitas dan mengatasi tantangan yang dihadapi kawasan. 

“Untuk itu, semakin mendesak untuk mensinergikan berbagai inisiatif tersebut. Selain masalah keamanan, kerja sama konkret juga harus diupayakan di ranah maritim, keberlanjutan dan transisi hijau, perdagangan dan investasi, serta konektivitas dan SDGs.”

Hal itu, ujar Menlu Retno, akan memperdalam kemitraan, membangun kepercayaan, dan pada gilirannya mengurangi risiko keamanan di Indo-Pasifik. 

Retno menegaskan semua pihak yang menghadiri pertemuan itu datang untuk memperluas kerja sama, untuk menjadikan Indo-Pasifik sebagai busur perdamaian, bukan busur permusuhan. Oleh karena itu, Menlu Retno mengajak semua pihak mensinergikan inisiatif untuk masyarakat Indo-Pasifik.

Bali Process

Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P. Marsudi juga menginisiasi pertemuan Foreign Ministers' Meeting of The Bali Process Steering Group (SGMM) pada 21 Februari 2022. Pertemuan ini dihadiri Menteri Luar Negeri Australia selaku co-chair, Menteri Luar Negeri negara anggota Steering Group Bali Process lainnya yakni Thailand dan Selandia Baru, serta pejabat tinggi dari UNHCR dan IOM. 

Pertemuan tingkat Menteri tersebut dipimpin bersama oleh Menteri Luar Negeri RI dan Menteri Luar Negeri Australia selaku Ketua Bersama.

“Tugas utama kita adalah meningkatkan peran Bali Process melalui langkah-langkah baru dan konkret dalam penanganan berbagai macam kasus migrasi di kawasan, yang bersifat unik dan kompleks di tengah kondisi pandemi dan semakin meningkatnya tantangan stabilitas kawasan," tegas Menlu Retno. 

Pertemuan juga membahas perlunya revitalisasi dan reinvigorasi Bali Process, rencana peringatan 20 tahun terbentuknya Bali Process pada tahun ini dan rencana penyelenggaraan Bali Process Ministerial Conference (BPMC) ke-8 di Bali pada akhir tahun 2022. 


Menlu Retno Marsudi saat berbincang dengan Menhan Prancis  Florence Parly./kemlu.go.id


Keduanya diharapkan semakin memperkuat upaya Bali Process dalam penanggulangan penyelundupan manusia, perdagangan orang, dan kejahatan lintas negara terkait lainnya.  

Menlu Retno juga menyerukan penguatan kerja sama dalam mekanisme Bali Process untuk penanganan isu migrasi ireguler secara bersama-sama dan proporsional di kawasan, termasuk dalam kondisi pandemi Covid-19 yang semakin menambah tantangan bagi penanganan migran ireguler. 

Pandemi telah meningkatkan resiko penyelundupan dan juga perdagangan manusia utamanya eksploitasi terhadap wanita dan anak-anak. 

Penanganan migran ireguler harus terus diupayakan serta memenuhi kondisi kepulangan para migran ireguler yang sukarela, aman, bermartabat dan berkelanjutan. 

Menlu Retno juga menegaskan kembali pentingnya keterlibatan sektor usaha dalam membantu memastikan transparansi rantai pasokan, rekrutmen yang etis, dan tersedianya ganti rugi bagi pekerja, terutama mengingat dampak Covid-19 pada pekerja migran.

“Ke depannya, Bali Process harus menjadi mekanisme regional yang adaptif dan responsif dalam menghadapi tantangan migrasi ireguler di kawasan. Untuk itu diperlukan peningkatan kapasitas, confidence building dan koordinasi yang lebih erat antara berbagai mekanisme di Bali Process," tegas Menlu Retno.

Bali Process on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related Transnational Crime (Bali Process) merupakan satu-satunya regional consultative process isu migrasi ireguler di kawasan yang telah berkontribusi selama 20 tahun. Tidak hanya dalam hal dialog isu migrasi ireguler, Bali Process mengembangkan panduan dan kapasitas kawasan. 

Bali Process didirikan oleh Indonesia dan Australia tahun 2002 yang sekaligus menjadi Ketua Bersama, serta beranggotakan 45 negara dan entitas, serta 4 organisasi internasional (UNHCR, IOM, UNODC, dan ILO). 

Pertemuan SGMM dilakukan di Paris untuk mengoptimalkan kehadiran semua Menlu negara anggota Steering Group pada Indo-Pacific Ministerial Forum yang diselenggarakan oleh Pemerintah Prancis. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Saeno

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.